Senin, 19 Desember 2016

IMAM MADZHAB MENYURUH MENGIKUTI AS SUNNAH



IMAM MADZHAB MENYURUH KAUM MUSLIMIN
 MENGIKUTI AS SUNNAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Menurut ulama fiqih, pengertian madzhab secara umum,  adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam wilayah ilmu furu'

Kaum muslimin mengetahui bahwa ada beberapa  madzhab. Empat diantaranya yang paling dikenal  adalah madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Meskipun diantara Imam madzhab didapati adanya beberapa perbedaan karena ijtihad,  tetapi ketahuilah bahwa para imam ini  menyuruh  kaum muslimin tetap berpegang kepada as sunnah.

Perhatikanlah perkataan imam empat madzhab yang sangat menekankan kaum muslimin untuk mengikuti as sunnah. Diantara perkataan beliau adalah :

Pertama :  Imam Abu Hanifah.  Imam Abu Hanifah berkata : 

(1)  Jika sebuah hadits terbukti shahih maka itu adalah madzhab (pendapat) ku.

(2) Tidak halal bagi seseorang mengambil pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.

(3) Haram bagi orang yang tidak mengetahui dalil yang aku jadikan dasar untuk berfatwa dengan perkataanku (pendapatku). Sebab kami adalah manusia, hari ini berpendapat dengan satu pendapat, lalu besoknya kami rujuk darinya.

(4)  Jika aku mengatakan suatu perkataan yang berseberangan dengan Kitabullah dan hadits Rasulullah maka tinggalkanlah perkataanku (pendapatku) itu.

Kedua : Imam Malik bin Anas. Imam Malik berkata : 

(1) Sesungguhnya aku adalah manusia biasa, yang bisa salah dan bisa benar. Karena itu lihatlah pendapatku itu. Setiap yang sesuai dengan Kitabullah dan as Sunnah maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Kitabullah dan as Sunnah maka tinggalkanlah.

(2) Setelah Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam, tak seorangpun kecuali diambil pendapatnya dan dapat pula ditinggalkan, kecuali Nabi. 

(3) Ibnu Wahb berkata : Aku pernah mendengar Imam Malik ditanya tentang menyela nyelai jari kedua kaki ketika berwudhu’. Lalu Imam Malik berkata : Itu (menyelai jari) tidak harus dilakukan oleh orang orang. Ibnu Wahb melanjutkan : Lalu aku membiarkan Imam Malik hingga orang orang mulai berkurang. Setelah itu aku berkata kepada Imam Malik : Kami memiliki dalil dari as Sunnah mengenai hal itu. Imam Malik bertanya : Apa itu ?.  

Aku menjawab : Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Lahi’ah dan ‘Amr bin al Harits, menuturkan kepada kami dari Yazid bin ‘Amr al Mu’afiri dari Abu Abdirrahman al Hubuli dari al Mustaurid bin Syaddad al Quraisy, ia berkata : ”Ra-aitu rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam yudalliku bi khinsharihi maa baina ashaaba’i rijlaihi”. Aku pernah melihat Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam  menggosok dengan jari kelingkingnya antara jari jari kedua kakinya.

Maka Imam Malik berkata : Hadits ini hasan. Aku sama sekali belum pernah mendengarnya kecuali saat ini. Kemudian setelah itu, Imam Malik pernah ditanya (tentang hal yang sama maka beliau menyuruh agar menyelai jari-jari (ketika berwudhu’). 

Ketiga : Imam asy Syafi’i. Beliau  paling tegas mengingatkan umat Islam untuk mengikuti as Sunnah dan meninggalkan perkataan selain Nabi jika itu menyelisihi perkataan Nabi. Beliau berkata : 

(1) Tak seorangpun kecuali pernah hilang iangatannya (lupa) dan samar baginya suatu Sunnah Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam. Maka betapapun perkataan yang telah aku katakana atau suatu prinsip yang telah aku buat, jika mengenainya terdapat hadits dari Rasulullah yang berseberangan dengan apa yang aku katakana itu maka perkataan  yang diterima adalah perkataan Rasulullah sebab itu juga perkataanku.

(2) Kaum muslimin telah bersepakat (ijma’) bahwa siapa saja yang telah jelas baginya Sunnah Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam maka ia tidak boleh meninggalkannya karena (mengiktui) perkataan seseorang. 
 
(3) Jika kalian menemukan di dalam buku yang aku tulis ada hal yang berseberangan dengan as Sunnah maka tinggalkanlah apa yang aku katakan. Dalam riwayat yang lain disebutkan pula perkataan beliau : Maka ikutilah Sunnah itu dan janganlah menoleh kepada perkataan siapapun.

(4) Jika sebuah hadits (terbukti) shahih maka itulah madzhabku.

(5) Engkau (yang dimaksud adalah Imam Ahmad, yang juga pernah berguru kepada Imam asy Syafi’i pen.) lebih mengetahui daripada aku tentang hadits dan perawi hadits. Maka jika ada hadits shahih beritahukanlah kepadaku, siapapun perawinya, apakah ia penduduk Kufah, Basyrah atau Syam sehingga aku dapat menemuinya, jika benar itu hadits shahih. 

(6) Setiap apa yang aku katakan lalu ternyata ada hadits yang shahih dari Nabi Sallallahu ‘alaihi Wasallam yang berseberangan dengan pendapatku tersebut maka hadits Nabi tersebut lebih utama (untuk diikuti). Karena itu janganlah bertaklid kepadaku.

Keempat : Imam Ahmad bin Hanbal. Ketahuilah bahwa diantara imam madzhab, Imam Ahmad adalah yang paling banyak menghimpun hadits. . Kitab Musnad beliau terdiri dari 14 sub kitab dan memuat 26.363 hadits yang beliau seleksi dari 150.000 hadits. 

Imam Ahmad bin Hanbal berkata : 

(1) Janganlah bertaklid kepadaku, kepada Imam Malik, Imam asy Syafi’i, Imam al Auza’i maupun kepada Imam ats Tsauri (tetapi) ambillah dari mana mereka mengambil. 

(2) Makna ittiba’ adalah mengikuti apa apa yang datang dari Nabi dan para sahabat, apabila berasal dari Tabi’in, dia dapat memilih.

(3) Pendapat Imam al Auza-i, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah semuanya adalah pendapat dan itu sama bagiku. Sesungguhnya hujjah ada dalam atsar (hadits).

Ada beberapa faedah yang bisa diambil dari perkataan empat ulama madzhab tersebut, diantaranya : 

Pertama : Meskipun para imam Madzhab itu adalah orang orang yang sangat dalam ilmunya namun ternyata beliau adalah orang orang yang sangat tawadhu’.

Kedua : Tidak ada seorang pun dari Imam Madzhab yang mengajak orang orang untuk mengikuti perkataan atau pendapatnya apalagi bertaklid kepadanya. 

Ketiga : Para Imam Madzhab menyuruh kita untuk mengikuti as sunnah dan tidak mengikuti perkataan atau pendapat beliau jika perkataan atau pendapat beliau menyelisihi as Sunnah.

Keempat : Tidak seorang pun dari Imam Madzhab yang mengatakan bahwa pendapatnya paling benar sehingga harus diikuti semua. 

Kelima : Ternyata para imam madzhab sangat kokoh memegang setiap as Sunnah yang telah diketahuinya.

Keenam : Sungguh jumlah hadits sangatlah banyak dan diantaranya ada yang belum sampai atau belum diketahui oleh para Imam tetapi begitu mengetahui maka beliau mengamalkannya.

Ketujuh : Jika kepada para Imam Madzhab saja tidak dianjurkan untuk bertaklid apalagi kepada ulama atau ustadz yang memiliki ilmu dibawah ulama madzhab. 

Kesimpulannya ada pada satu hal yaitu : Wajibnya berpegang kepada as sunnah dan tidak bertaklid kepada pendapat para imam madzhab jika pendapat itu berseberangan dengan as sunnah.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (898).











Tidak ada komentar:

Posting Komentar