Sabtu, 03 Februari 2018

ADAKAH SIFAT MALU YANG TERCELA ?



ADAKAH SIFAT MALU YANG TERCELA ?

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sifat atau rasa malu hakikatnya adalah baik. Sifat malu ini akan senantiasa mengajak seorang hamba untuk berhias diri dengannya dan menjauhkan dirinya dari sifat sifat rendah serta hina. Sungguh betapa banyak manusia yang jatuh harga dirinya ketika dia mengabaikan sifat malu 

Rasulullah bersabda : “Al hayaa’u laa ya’ti illa bi khairin”. Malu itu tidak mendatangkan (sesuatu) kecuali kebaikan (Mutafaq ‘alaihi).
Imam Muslim meriwayatkan : “Al hayaa’u khairun kulluhu”. Malu itu seluruhnya baik. 

Seorang sahabat pernah mengecam saudaranya dalam hal malu, seolah olah ia berkata kepada saudaranya : Sungguh malu telah merugikanmu. Lalu Rasulullah bersabda : Da’huu fa innal hayaa’a minal iman”. Biarkan dia, karena malu termasuk iman. (H.R Imam Bukhari).

Namun demikian seorang hamba haruslah berhati hati karena ternyata ada juga sifat malu yang tercela. Diantaranya adalah :

Pertama : Jika   perasaan malu  membuat seseorang sungkan melakukan ketaatan maka itu tidak disebut dengan malu.  Ini adalah kelemahan atau perasaan rendah diri dan masuk kategori malu yang tercela karena perasaan malu telah menghalanginya untuk memperoleh kebaikan. 

Kedua : Jika seseorang merasa malu belajar ilmu syar’i seperti belajar al Qur-an, tata cara shalat yang benar karena umur sudah lanjut. Pada hal dalam melakukan kebaikan tak ada kata terlambat. 

Ketiga : Jika seseorang malu menampilkan keislamannya seperti malu berpakaian yang islami dan  syar’i, malu berjilbab yang syar'i, malu memelihara jenggot. Bahkan ada yang  malu shalat ke masjid karena tidak pernah atau sangat jarang  dilakukan dan yang lainnya, maka ini juga tercela. Sungguh bagi seorang muslim, tidak ada istilah malu dalam ketaatan selama perbuatan itu sesuai dengan syariat.

Imam Mujahid mengingatkan : Tidak akan mendapat ilmu orang yang malu dan orang yang sombong. (Atsar shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari).

Al Qadhi Iyadh berkata : Malu yang menyebabkan seseorang menyia nyiakan berbagai hak (terutama hak Allah dan juga hak makhluk-Nya, pen.) bukanlah termasuk malu yang disyariatkan. Bahkan ini sebagai ketidak mampuan atau kelemahan (Fathul Bari).
Oleh karena itu seorang hamba haruslah menjauhkan diri dari sifat malu yang tercela ini dan senantiasa menjaga sifat malu yang disyariatkan. 

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.226).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar