Minggu, 11 Februari 2018

PARA SAHABAT SUKA BERBAGI HARTA



PARA SAHABAT SUKA BERBAGI HARTA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Tabiat manusia umumnya memang cenderung kepada harta dunia dan segala perhiasannya. Allah berfirman :  Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa wanita wanita, anak anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (Q.S Ali Imran 14).

Syaikh as Sa’di berkata : Allah Ta’ala mengabarkan bahwa manusia dihiasi dengan perkara perkara (harta) tersebut hingga mereka meliriknya dengan mata mereka dan mereka ilusikan manisnya dalam hati mereka. Jiwa jiwa mereka terbuai dalam kenikmatannya. Pada hal itu semua hanyalah kenikmatan yang sedikit yang akan lenyap dalam waktu sekejap. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Sungguh akhirat yang kekal dengan segala kenikmatannya dan jauh lebih berharga daripada dunia yang fana. Allah berfirman :  “Walal aakhiratu khairul laka mina uula”  Dan sungguh yang kemudian itu lebih baik bagimu dari pada yang permulaan (Q.S ad Duhaa 4). 

Orang orang zaman ini umumnya juga mengetahui bahwa dunia itu sementara dan akhirat itu kekal. Namun sebagian manusia hanya sampai pada perkara mengetahui saja tapi tak banyak yang mereka lakukan untuk menjadi orang yang beruntung di akhirat kelak. Masih banyak yang senang mengejar harta dunia. Bahkan diantara mereka  ada yang lalai untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala tersebab mengejar harta dunia.

Ketahuilah bahwa Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam, berpesan kepada Ibnu Umar, melalui satu sabda beliau : “Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir). H.R Imam Bukhari.

Oleh karena itu para sahabat tak pernah mengutamakan harta dunia. Ketika memiliki harta mereka segera berbagi terutama dengan orang fakir dan lemah. Perhatikanlah kisah dua orang sahabat ketika mendapat harta langsung dibagikan yaitu  sebagaimana diriwayatkan dalam Kitab az Zuhud Imam Ahmad.

Pertama : Abu Ubaidah bin Jarrah.
Dari Malik ad Dari, bahwa Umar bin Khahthab mengambil 400 dinar dan memasukkannya ke dalam sebuah kantong. Lalu dia berkata kepada pembantunya : Bawalah uang ini dan serahkan kepada Abu Ubaidah bin Jarrah dan menetaplah beberapa saat di rumahnya agar engkau melihat apa yang akan dilakukannya dengan uang ini. 

Pembantu itu pun pergi ke tempat Abu Ubaidah dan berkata : Amirul Mukminin berkata kepadamu AGAR ENGKAU MENGGUNAKAN UANG INI UNTUK KEPERLUANMU.

Abu Ubaidah berkata : Semoga Allah memberikan pahala kepadanya dan merahmatinya. Kemudian Abu Ubaidah memanggil pembantunya dan berkata : Serahkan 7 dinar ini kepada Fulan, 5 dinar kepada Fulan, 5 dinar pula kepada Fulan …. Sehingga habis semuanya.
Pembantu Umar kembali dan menemuinya dan menyampaikan apa yang dilihatnya.

Kedua : Mu’adz bin Jabbal.
Umar bin Khaththab menyiapkan pula 400 dinar untuk Muadz bi Jabbal. Dia berkata : Serahkan uang ini kepada Muadz bin Jabbal dan menetaplah di rumahnya beberapa saat agar engkau tahu apa yag dia lakukan dengan uang ini.
Maka pembantu itu pergi ke tempat Muadz bin Jabbal seraya berkata : Amirul Mukminin berkata kepadamu agar ENGKAU MENGGUNAKAN UANG INI UNTUK KEPERLUANMU. 

Muadz berkata : Semoga Allah memberikan pahala kepadanya dan merahmatinya. Lalu Muadz  berkata kepada pembantunya : Pergilah ke rumah Fulan dan serahkanlah sekian, kerumah Fulan serahkan sekian … 

Tiba tiba   muncul istri Muadz dan berkata : Demi Allah kami ini juga termasuk orang miskin. Maka berikan jugalah kepada kami. Setelah dilihat, ternyata hanya bersisa dua dinar. Lalu Muadz mnyerahkan dua dinar itu untuk istrinya. 

Pembantu Umar kembali menemui Umar dan mengabarkan apa yang dilihatnya. Umar merasa senang mendengar penjelasan pembantunya dan berkata : Sesungguhnya  di antara mereka tetap merupakan saudara bagi sebagian yang lain.

Sekarang datang pertanyaan : Bagaimana nasib uang 400 dinar tersebut jika diberikan kepada seseorang diantara manusia di zaman ini ?. Jalan ceritanya tentu akan menjadi sangat berbeda, karena sangat banyak orang di zaman ini yang tak suka berbagi. 

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.232).
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar