Sabtu, 03 Juni 2017

PERKARA YANG MEMBUAT TERHAPUSNYA PAHALA AMAL



PERKARA YANG MEMBUAT TERHAPUSNYA PAHALA AMAL

Oleh : Azwir B. Chaniago
 .
Seorang hamba selalu berusaha melakukan amal shalih dengan landasan iman sebagai bekal bahkan syarat   untuk bisa mendapatkan surganya Allah.  Allah berfirman : 

Pertama : “Wa basysyiril ladziina aamanuu wa ‘amilush shalihaati anna lahum jannatin tejrii min tahtihal anhaar” . Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang yang beriman dan beramal shalih bahwa untuk mereka (disediakan) surga surga yang mengalir dibawahnya sungai sungai.  (Q.S al Baqarah 25)

Kedua : “Yaquuluuna salaamun ‘alaikum udkhulul jannata bimaa kuntum ta’maluun”. Mereka (para malaikat) berkata : Salaamun ‘alaikum, masuklah ke dalam surga karena apa yang telah kamu amalkan. (Q.S an Nahal 32)

Oleh karena itu seorang hamba  yang telah melakukan amal shalih maka dia akan berhati hati menjaganya agar betul betul bisa menjadi bekal untuk dibawa ke negeri akhirat kelak. Ketahuilah bahwa sangatlah banyak penyebab terhapusnya amal shalih seorang hamba, diantaranya adalah : 

Pertama : Menyebut nyebut kebaikan atau berlaku riya.
Seorang yang melakukan amal shalih, haruslah dengan tujuan mencari ridha Allah Ta’ala. Bukan karena tujuan lain. Inilah yang disebut sebagai beramal dengan ikhlas.
Sungguh Allah telah mengingatkan hamba hamba-Nya untuk beramal dengan ikhlas, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya : : “Wama umiruu illa liyabudullaha mukhlishina lahuddin, hunafa’a wayuqimush shalata wayu’tuzakata wadzalika dinul qaiyimah”. Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Q.S. Al Baiyinah 5).

Syaikh as Sa’di menjelaskan bahwa memurnikan ketaatan kepadaNya  bermakna mencari Wajah Allah dalam seluruh ibadah baik yang zhahir maupun yang bathin serta ingin mendekat disisi-Nya. (Tafsir Karimir Rahman).
 
Ketahuilah bahwa jika seseorang beramal bukan karena mencari wajah Allah tetapi untuk selain-Nya  maka dia jatuh kepada sifat riya. Sifat riya dalam beramal shalih adalah kerugian besar karena bisa menghapus amal.

Allah berfirman :Wahai orang-orang yang beriman !. Janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S al Baqarah 264).  
                                                                
Syaikh Muhammad Shalih al Utsaimin berkata : Ia (orang yang riya) melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala hanya ingin mengambil perhatian orang lain dan agar mendapat nama di tengah tengah masyarakat, bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. 

Ia bersedekah karena ingin dikatakan dermawan, menyempunakan shalatnya agar orang mengatakan shalatnya bagus dan lain lain. Seharusnya ibadah hanya untuk Allah akan tetapi menginginkan dengan itu pujian dari orang lain. Mereka mendekatkan diri kepada manusia dengan cara melaksanakan ibadah kepada Allah Ta’ala. Seperti inilah yang disebut riya. (Tafsir Juz ‘Amma).

Kedua : Meninggikan suara diatas suara Nabi.
Rasulullah adalah wajib untuk dicintai dan dihormati. Kita wajib pula beradab dan berlaku sopan kepada beliau bahkan para sahabat diperintahkan untuk berkata lembut kepada beliau.

Allah memperingatkan  tentang hal itu dalam firman-Nya : “Ya aiyuhal ladzina aamanuu laa tarfa’uu ashwaatakum fauqa shautin nabiyyi, walaa tajharuu lahuu bilqauli kajahri ba’dhikum liba’din, an tahbatha a’malukum wa antum laa tasy’uruun”. Wahai orang orang yang beriman. Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi. Dan janganlah kamu berkata   kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S al Hujuurat 2)

Syaikh as Sa’di berkata : Ini adalah adab terhadap Rasulullah ketika berbicara dengan beliau. Artinya orang yang berbicara dengan Rasulullah tidak boleh meninggikan suaranya melebihi suara Rasulullah. Tidak boleh mengeraskan suara dihadapan Rasulullah. Ketika berbicara dengan beliau suara harus dilirihkan dengan sopan, lembut seraya mengagungkan dan memuliakan beliau karena Rasulullah bukanlah seperti salah seorang dari kalian.

Untuk itu bedakanlah ketika berbicara dengan beliau sebagaimana kalian membedakan hak haknya terhadap umatnya. Kalian wajib mencintainya dengan sebenar benar kecintaan dimana keimanan tidak bisa sempurna tanpanya. Tanpa melaksanakan hal itu dikhawatirkan akan bisa menggugurkan amalan seorang hamba sedangkan dia tidak merasa. (Kitab Taisir Tafsir Kariimir Rahman).

Kita yang hidup di zaman ini tentu tidaklah ada kesempatan berbicara dengan Rasulullah secara langsung sehingga terhindar  dari meninggikan suara dalam berbicara dengan beliau.  Tetapi ternyata ada sebab lain yang mungkin kita lakukan melebihi dari meninggikan suara ketika berbicara dengan Rasulullah.

Imam Ibnul Qayyim mengingatkan  : Apabila mengangkat suara  lebih tinggi daripada suara beliau itu menjadi sebab terhapusnya amalan, lantas bagaimana dengan orang orang yang mendahulukan akal mereka, perasaan mereka, politik mereka atau pengetahuan mereka daripada ajaran yang beliau  bawa  dan mengangkat itu semua diatas sabda sabda beliau. Bukankah itu semua lebih pantas lagi untuk menjadi sebab terhapusnya  amal  mereka. (Adh Dhau’ al Munir ‘ala Tafsir) 

Ketiga  : Terhapus karena melakukan kesyirikan.
Melakukan kesyirikan merupakan penyebab paling utama yang membuat amal seorang hamba terhapus karena dia telah menjadikan sesuatu sebagai tandingan bagi Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah memperingatkan manusia untuk tidak membuat tandingan terhadap-Nya. Allah berfirman : “Fa laa taj’alu lillahi andaadan wa antum ta’lamuuun”. Maka janganlah kamu mengadakan tandingan tandingan bagi Allah, pada hal kamu mengetahui. (Q.S al Baqarah 22).

Syaikh as Sa’di berkata : Bahwasanya Allah tidak memiliki sekutu. Tidak pula kesamaan, tidak pada penciptaan, rizki dan pengaturan, tidak pula pada pengaturan, tidak pula pada peribadahan dan kesempurnaan. Lalu bagaimanakah kamu menyembah tuhan tuhan lain bersama-Nya padahal kalian mengetahuinya. Hal  ini adalah merupakan perkara yang paling mengherankan dan yang paling bodoh. (Tafsir Taisir Karimir Rahman). 

Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan bahwa  amal Rasulullah dan para Nabi sebelum beliau  akan  terhapus jika melakukan kesyirikan apalagi amal amal kita. Allah Ta’ala berfirman :  “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi nabi) yang sebelummu : Sungguh jika engkau mempersekutukan (Allah). niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi” (Q.S az Zumar 65).

Oleh karena itu, sungguh sangatlah merugi seseorang yang telah beramal tetapi sia sia atau terhapus karena tidak dijaga dengan baik. Tidak menjauhi perbuatan yang bisa menghapus amalnya. Akibatnya dia   menjadi orang yang merugi di akhirat kelak. Wallahu A‘lam (1.052).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar