Sabtu, 10 Juni 2017

MENYIKAPI PUJIAN DAN CELAAN DENGAN TAWADHU



MENYIKAPI PUJIAN DAN CELAAN DENGAN TAWADHU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Kalau kita amati ternyata tidak ada manusia yang tidak pernah dipuji dan sebagaimana juga tidak ada yang tidak pernah dicela. Itulah bagian dari dinamika kehidupan manusia di dunia. Pujian (kebaikan ?)  dan celaan (keburukan ?) adalah merupakan bagian dari ujian atau cobaan yang didatangkan Allah Ta’ala kepada hamba hamba-Nya. 

Allah Ta’ala berfirman : “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami”. (Q.S al Anbiyaa’ 35).

Ketahuilah bahwa pujian tidak selalu bermanfaat dan celaan tidak selalu mendatangkan mudharat bagi seorang hamba.  Oleh karena itu seorang hamba akan berusaha menyikapi semua pujian dan celaan dengan bijak sehingga terhindar dari keburukannya. Perhatikanlah betapa bijaknya para ulama terdahulu menyikapi pujian ataupun celaan yang datang kepadanya.

Pertama : Imam Yahya bin Ma'in (wafat tahun 233 H). Beliau adalah seorang ahli hadits. Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud pernah belajar hadits kepada beliau.

Pada satu kali beliau dihina dan dicela oleh tetangganya. Lalu beliau menangis dan membanarkan celaan itu dan berkata :  Dia benar.. siapalah aku.. aku tidak ada apa apanya. (Siyar an Nubala)

Jadi ketika dicela,  beliau malah mengatakan sipencela itu benar, seolah olah beliau berkata aku pantas dicela dan dihina. Pada beliau sebenarnya adalah orang yang layak untuk mendapatkan pujian dan dimuliakan. Itulah salah satu bukti ketawadhu-an seorang ulama besar.


Kedua : Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (wafat tahun 728 H). Beliau adalah ulama besar dizamannya. Diantara murid terbaik beliau adalah Imam adz Dzahabi, Imam Ibnul Qayyim dan Imam Ibnu Katsir.
 
Imam Ibnul Qayyim menceritakan bahwa Ibnu Taimiyah pernah dipuji seseorang dihadapannya.  Lalu dengan rendah hati beliau berkata :  Aku sendiri sampai sekarang masih berusaha memperbaiki keimananku. Keislamanku belum bagus. (Madarijus Salikin).

Begitulah sikap bijak dan tawadhu yang ditunjukkan oleh dua orang ulama besar sehingga beliau terbebas dari keburukan pujian dan celaan.

Lalu bagaimana dengan orang orang dizaman ini. Banyak diantara kita yang menginginkan pujian manusia dan akan marah besar jika ada yang berani mencelanya. Padahal, tidaklah pujian manusia mendatangkan kemuliaan bagi seseorang dan celaan tidak pula mendatang kehinaan. Kalaupun ada, itu sifatnya sangatlah sementara bahkan semu. Jadi tak perlu dihiraukan. 

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.055)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar