Kamis, 09 Juli 2015

BERBUAT BAIK BUTUH KESABARAN



BERBUAT BAIK JUGA BUTUH KESABARAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh Allah Ta’ala telah menyuruh manusia untuk berbuat baik kepada sesamanya. Allah berfirman : “Wa ahsin kamaa ahsanallahu ilaika” Berbuat  baiklah (kepada manusia) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu. (Q.S al Qashash 77).

Namun demikian dalam berbuat baik seperti memberikan sesuatu kepada orang lain, maka sipemberi  haruslah juga siap untuk bersabar karena bisa jadi yang diberi (1) Tidak berterima kasih karena memang ada manusia yang tidak suka berterima kasih. Jangankan kepada manusia bahkan kepada Allahpun banyak manusia yang tidak berterima kasih atau bersyukur. (2) Bisa jadi si penerima mencela pemberian karena tidak memuaskan dirinya.

Seorang guru saya bercerita bahwa beliau membaca sebuah kitab yang ditulis oleh seorang Syaikh dari Timur Tengah  menceritakan pengalamannya yang mungkin kelihatan sangat sederhana.  Antara lain diceritakan bahwa : Pada suatu kali,  Syaikh ini  baru selesai memberikan pengajian di suatu tempat. Dalam perjalanan ke rumah dia mampir di pasar untuk membeli semangka yang dibawa pulang untuk keluarganya dengan harapan keluarganya akan merasa senang dengan semangka itu. 

Setelah sampai di rumah semangka itu diberikan kepada istri dan anaknya. Tapi ternyata semangka itu tidak begitu bagus, kurang matang sehingga tidak begitu enak dimakan. Lalu keluarganya mengomel dan mencela mengapa membeli semangka yang tidak bagus seperti ini. Juga ditambahi dengan celaan kepada pedagang yang menjualnya.

Syaikh terdiam sejenak lalu beberapa saat kemudian beliau menjawab dengan  memberi nasehat kepada keluarganya. Syaikh berkata :

Pertama : Kalau yang kalian cela adalah pedagang semangka, sebenarnya dia sudah berusaha mencarikan semangka yang bagus untuk aku beli.

Kedua : Kalau yang kalian cela adalah aku sebagai pembeli, aku sebenarnya juga sudah berusaha memilih semangka yang bagus untuk kalian.

Ketiga : Kalau yang kalian cela adalah petani yang menanamnya, aku percaya bahwa petani itu sudah berusaha memilih bibit yang baik untuk ditanam di tanah yang baik dan dipelihara dengan baik pula.

Keempat : Kalau yang engkau cela adalah Allah Ta’ala pemilik langit dan bumi beserta segala isinya, maka ingatlah firman Allah : “Afaraitum tahrutsuun. A-antum tazra’unahuu am nahnuz zaari’uun. Lau nasyaa-u laja’alnaahu huthaaman fazhaltum tafakkahuun”.  Pernahkah kamu perhatikan benih yang kamu tanam ?. Apakah kamu yang menumbuhkannya ataukah kami yang menumbuhkan ?. Sekiranya Kami kehendaki, niscaya kami hancurkan sampai lumat maka kamu akan heran tercengang. (Q.S al Waaqi’ah 63-65). 

Ada pelajaran bisa kita ambil dari peristiwa ini :
Pertama : Sebaik apapun kita berbuat sesuatu kepada orang lain ataupun keluarga maka pada satu saat akan ada saja yang merasa tidak puas. Lalu mereka mencela atau mengeritik  yang terkadang memang tidak enak didengar.

Kedua : Jika  sudah berusaha untuk melakukan suatu yang terbaik dengan benar maka jangan larut dalam celaan atau keritikan orang lain. Teruslah berusaha berbuat kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.

Ketiga : Jika harus menjawab celaan ataupun keritikan maka jawablah dengan sabar, lemah lembut dan bijak sehingga memberikan manfaat dan pelajaran yang baik bagi yang mencela atau yang mengkritik.  

Oleh karena itu teruslah berbuat kebaikan dan bersabarlah jika ada yang mencela karena merasa tidak puas.

Mudah mudahan bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam. (358)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar