LARANGAN
MEMBICARAKAN SEMUA YANG DIDENGAR
Oleh : Azwir B. Chaniago
Sungguh banyak manusia zaman
sekarang yang senang berbicara. Semua berita atau informasi yang pernah dia dengar ataupun
yang dia baca dibicarakan bahkan disebarkan melalui berbagai media sosial.
Selain itu, dalam berbagai pertemuan atau perkumpulan
sosial banyak manusia membicarakan tentang kemungkaran di masyarakat, tentang
kecurangan yang marajalela, tentang politik bahkan tentang agama. Pada hal terkadang diantara mereka
hanya mendengar berita sepotong atau kulitnya saja.
Seorang yang beriman seharusnya
berhati hati dalam berkata dan berbuat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengingatkan dalam firman-Nya : “Wala
taqfu maa laisa laka bihi ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wa fu-aada kullu ulaa-ika
kaana ‘anhu mas-uulaa” Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu
ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan
diminta pertanggung jawabannya. (Q.S al Isra’ 36).
Seorang beriman seharusnya juga takut dan berhati hati dalam
membicarakan berbagai hal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Ma yalfizhu min
qaulin illa ladaihi raqibun ‘atid.” Tidak ada satu ucapan pun yang
diucapkannya melainkan ada padanya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Q.S.
Qaaf 18).
Ayat ini antara lain menjelaskan
bahwa setiap kata yang kita ucapkan akan dicatat dengan sangat lengkap oleh
malaikat yang selalu berada dikiri kanan kita. Imam Hasan al Bashri dan Qatadah
berpendapat bahwa jika melihat kepada zhahir ayat jelaslah bahwa Malaikat akan
mencatat setiap ucapan.
Ali bin Abi Talhah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa ia (Malaikat) akan menulis setiap kebaikan dan keburukan
yang diucapkan. Bahkan ia akan mencatat ucapan aku makan, minum, datang ,
pergi, melihat dan sebagainya (Tafsir Ibnu Katsir).
Jadi sungguh tidaklah baik jika seorang hamba membicarakan dan menyampaikan
semua berita yang ia dengar tanpa lebih
dahulu mengklarifikasi kebenarannya. Sebab perbuatan itu adalah tercela
sebagaimana sabda Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa sallam : Kafaa bil mar-i kadziban an yuhadditsa bi kulli maa sami’ Cukuplah
seseorang itu dikatakan pendusta jika ia menyebarkan setiap berita yang ia dengar. (H.R
Imam Muslim)
Hadits ini memberikan nasehat
kepada kita untuk tidak membicarakan
semua hal yang kita dengar, karena bisa jatuh kepada sikap bicara berlebihan karena kadang-kadang
ditambahi dengan yang tidak didengar. Selanjutnya bisa
jatuh kepada kebohongan.
Kenapa bisa begitu ?. Begini, dalam bergaul dengan masyarakat
serta berbagai alat komunikasi dan informasi, setiap saat seseorang akan
mendengar berbagai berita atau informasi. Misalkan hari ini kita mendengar 100
informasi dari berbagai sumber. Dapat dipastikan bahwa informasi yang kita
dengar itu dua macam. (1) Informasi yang benar. (2) Informasi yang tidak benar
atau dusta.
Nah kalau semua
informasi yang kita dengar itu yaitu 100 lalu kita sebarkan semua maka pasti
ada informasi yang tidak benar atau dusta yang kita sebarkan. Ini berarti kita
telah ikut berbohong dengan menyebarkan berita bohong.
Tapi bagaimana kalau informasi itu bohong tapi saya tidak
tahu ?. Kalau memang tidak tahu bahwa informasi itu benar atau salah tentu
tidak ada pilihan bagi kita kecuali : (1) Informasi itu tidak kita sebarkan.
(2) Dicari dulu kebenarannya, dalam bahasa sehari hari disebut cek dan ricek.
Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan kita tentang
kewajiban cek dan ricek ini. Allah berfirman :
“Yaa aiyuhal ladziina aamanuu
injaa-akum fasikun bi naba-in fa tabaiyanuu an tushiibu qauman bijahaa latin fa
tushbihuu ‘alaa maa fa’altum naadimin” Wahai
orang orang yang beriman. Jika datang kepadamu seseorang yang fasik membawa suatu
berita maka periksalah dengan teliti kebenarannya, agar kamu tidak
mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu
menyesali perbuatanmu itu. (Q.S al Hujuraat 6)
Syaikh as Sa’di berkata : Yang
harus dilakukan ketika ada berita yang dibawa orang fasik adalah dicek dan diperjelas. Jika terdapat berbagai bukti
dan indikasi atas kebenaran berita tersebut maka diamalkan dan dipercayai. Namun jika terdapat berbagai bukti dan
indikasi menunjukkan kebohongan berita itu, maka tidak boleh dilaksanakan dan
harus diingkari. Disini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa berita orang jujur bisa diterima, berita pendusta
ditolak sedangkan berita orang fasik harus ditahan lebih dahulu yaitu untuk
klarifikasi. (Kitab Tafsir Kariimir Rahman).
Selain itu Rasulullah mengingatkan
bahwa janganlah seseorang bersandar kepada dugaan dugaan. Abu Mas’ud pernah
ditanya : Apa yang pernah engkau dengarkan dari Rasulullah tentang prasangka
atau dugaan ?. Ia menjawab : Aku pernah mendengar Raulullah bersabda : Bi’sa mathiyatur rajuli za’amuu” Dugaan
dugaan adalah seburuk buruk sandaran seseorang. (H.R Abu Dawud).
Menyampaikan berita yang tidak
jelas adalah juga sesuatu yang dibenci Allah Ta’ala karena
telah menyebarkan kabar burung. Rasulullah bersabda : “Innallaha kariha lakum tsalaatsan : Qiila wa qaala, wa ‘idhaa’atal
maal, wa katsratas suu-aali” Sesungguhnya Allah Ta’ala membenci tiga
perkara : Menyebarkan desas desus (kabar burung) menghambur hamburkan harta dan
banyak bertanya (yang tujuannya menyelisihi jawabannya). H.R Imam Bukhari dan
Imam Muslim.
Sunguh
Rasulullah telah bersabda : “Min husni islamil mar’i tarkuhu ma laya’niih”
Paling baiknya Islam seseorang (ialah) meninggalkan perkara yang tidak
bermanfaat baginya. (H.R Ibnu Majah, dalam
Shahihul Jami’).
Imam Ibnu Rajab antara lain menjelaskan : Maksud hadits
ini, salah satu tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan
apapun yang tidak perlu baginya baik itu berupa perkataan dan perbuatan. Ia
hanya akan berkata dan berbuat apa yang perlu baginya. Keperluan yang dimaksud
adalah perkara yang ia butuhkan sehingga ia mencari dan mengharapkannya.
Selanjutnya Imam Ibnu Rajab berkata : Para ulama salaf
sangat memuji orang diam yang ingin meninggalkan keburukan dan perkara yang
tidak perlu baginya. Mereka selalu membina dan memperjuangkan diri untuk diam
dari hal-hal yang tidak perlu bagi mereka. (Jami’ul Ulum wal Hikam).
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam.
(777)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar