KEBIASAAN MENUNDA WAKTU ADALAH KERUGIAN BESAR
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Hakikat waktu adalah sesuatu
yang berharga dan jika seseorang melalaikannya, disadari atau tidak, pastilah akan merugi.
Allah telah mengingatkan manusia dalam firman-Nya : “Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang orang
yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta saling manasehati untuk kebenaran
dan saling menasehati untuk kesabaran”. (Q.S al ‘Ashr 1-3).
Terkadang
memang ada saudara saudara kita yang melupakan nikmat waktu luang. Mereka
menggunakannya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Padahal waktu kita di
dunia sangatlah terbatas dan kita tidak
tahu kapan kita akan meninggalkan dunia ini sedangkan perbekalan kita masih
sedikit.
Dari
Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda : “Nikmataani maghbunun fihima kasyirum minannasish
shihatu wal faragh” Dua kenikmatan
yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang (H.R. Imam Bukhari).
Ketahuilah bahwa nikmat waktu
memang sangat unik.
Tidak dapat disimpan, ia akan bergulir begitu saja. Jika dimanfaatkan secara
bijak akan memberi manfaat yang besar. Dia pergi begitu saja tanpa pamit. Tidak ada yang
bisa menghalanginya untuk berlalu dan tak akan kembali selamanya. Diantara
keunikan waktu juga, adalah seringkali kita merasa tidak ada manfaat langsung
dari waktu.
Selain itu, waktu adalah sesuatu
yang tidak dapat tergantikan, bersifat konstan tidak elastis, bahkan tidak
dapat diubah, sampai kapanpun, sehari semalam di dunia ini tetap 24 jam. Ini adalah keadilan Allah. Waktu yang
diberikan kepada manusia setiap hari adalah sama untuk semua
strata, kasta, pangkat dan jabatan apapun.
Keunikan nikmat waktu yang demikian
rupa mengharuskan manusia untuk
memanfaatkannya dengan sebaik baiknya yaitu tujuan pemberian nikmat ini yaitu sebagai kesempatan untuk beribadah agar
mendapatkan ridha-Nya.
Agak sering kita saksikan bahwa ada
orang orang yang memperdaya dirinya sendiri dengan janji palsu dan angan angan
kosong. Mereka membiarkan dirinya menunda nunda waktu untuk melakukan berbagai
kebaikan.
Diantara contohnya, ada orang yang membuat janji kepada dirinya (1) Kalau
anak anak sudah besar saya baru akan
menunaikan ibadah haji karena sekarang masih kecil kasihan jika ditinggal. (2)
Kalau sudah pensiun nanti saya akan tekun belajar agama dan beribadah. (3)
Kalau saya sehat dari penyakit ini maka saya akan sering menghadiri majlis
ilmu. (4) Kalau proyek saya yang besar ini telah tuntas maka saya akan mulai
mempelajari al Qur-an. (5) Bahkan ada yang lebih parah lagi yaitu yang
mengatakan : Saya mau puas dulu bersenang senang dengan harta yang saya miliki,
mumpung masih muda. Nanti kalau sudah tua saya baru bertaubat. Allah-kan Maha
Pengampun dan Maha Penyayang. Na’udzubillah.
Lalu setelah janji itu datang
waktunya untuk dipenuhi ternyata muncul lagi berbagai alasan untuk tidak juga
melaksanakannya. Bisa jadi mereka menunda lagi sampai waktu yang tidak jelas. Akibatnya
mereka telah mengalami kerugian yang besar yaitu kehilangan pahala ibadah yang
belum sempat dilakukan meskipun sudah berjanji dengan diri sendiri. Sementara
itu sisa umurnya semakin berkurang.
Mereka telah mencederai janji
kepada dirinya sendiri yaitu dengan terus menunda nunda waktu untuk melakukan
kebaikan sehingga mendatangkan kerugian besar. Lalu
bagaimana pula jika sekiranya Allah mewafatkannya sebelum sempat memenuhi
janjinya. Ini tentu mendatangkan kerugian yang lebih besar lagi. Bukankah kematian bisa datang kapan saja dan dimana
saja dan tidak bisa ditunda barang sejenakpun.
Allah berfirman : “Walan yu-akhirallahu nafsan idzaa jaa-a
ajaluhaa. Wallahu khabiirun bimaa ta’maluun”. Dan Allah (sekali kali) tidak
akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan
Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S al Munaafiquun 11).
Dalam Kitab as Sirah an Nabawiyyah,
Ibnu Hisyam menulis : Bahwa al A’sya, seorang penyair yang terkenal di
zamannya, menulis untaian untaian bait syair dengan memuji Nabi dan bertekad
untuk menemui beliau untuk masuk Islam. Sesampainya di Makkah atau telah
mendekati Makkah, salah seorang musyrikin Quraisy mencegatnya lalu menanyakan
keperluannya. Al A’sya memberitahukan bahwa dia datang untuk menemui Rasulullah
Salallahu ‘alaihi wasallam guna bersaksi untuk memeluk Islam.
Lalu orang Quraisy itu berkata :
Wahai Abu Bashir sesungguh Muhammad mengharamkan zina. Al A’sya berkata :
Sungguh zina itu perkara yang tidak aku minati.
Orang Quraisy berkata lagi : Wahai
Abu Bashir, sesungguhnya Muhammad juga mengharamkan khamer. Al A’sya berkata :
Adapun ini (minum khamer), sesungguhnya ada keterpautan dengannya di dalam
jiwaku. Kalau begitu aku akan kembali saja (tidak jadi menemui Rasulullah untuk
masuk Islam). Lalu aku akan memuaskan diriku dengan khamer tahun ini. Setelah
itu aku akan menemui beliau lalu memeluk Islam. Kemudian dia kembali (kekampung
halamannya). Lalu dia meninggal di tahun itu dan tidak sempat kembali kepada
Rasulullah (untuk masuk Islam).
Sungguh kisah ini memberikan
pelajaran berharga bagi orang orang suka menunda nunda waktu untuk berbuat
kebaikan akhirnya tidak terlaksana karena berbagai sebab. Ujungnya
adalah kerugian dan penyesalan.
Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (749)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar