Senin, 31 Juli 2017

JANGAN LUPA BEKAL MENGHADAPI HARI AKHIR



JANGAN LUPA BEKAL MENGHADAPI HARI AKHIR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Kebanyakan manusia berusaha bahkan berlomba mempersiapkan bekal untuk dunia yaitu masa datang seperti hari tua, masa pensiun dan yang lainnya.  Ini tentu baik. Namun demikian yang paling penting adalah mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati yaitu hari akhirat.

Sungguh kematian sudah pasti datang. Imam al Gazali berkata bahwa saat kematian  itu adalah waktu yang paling dekat dengan kita.
Sungguh tak seorang pun    kapan datangnya. Bisa jadi datang dengan tiba tiba. Orang bijak berkata bahwa masalah sebenarnya bukanlah mati itu tapi bagaimana hidup setelah mati. 

Jadi inti masalah adalah bahwa seorang hamba harus  mempersiapkan bekal sebelum datang kematian itu. Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan tentang kewajiban berbekal. Allah berfirman : “Wahai orang orang yang beriman. Bertakwalah kepada Allah dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (Q.S  al Hasyr 18)

Sungguh kita memerlukan  bekal untuk menghadapi hari kematian. Kalau kita mau, sebenarnya sangatlah banyak yang bisa disiapkan sehingga bisa selamat ketika menjalani kematian dengan husnul khatimah dan mendapat keselamatan hidup setelah kematian itu, diantaranya adalah :

Pertama : Melaksanakan perintah yang  wajib dan giat melakukan amalan sunnah.

Allah berfirman : “Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya dan itulah kemenangan yang besar”. (Q.S an Nisaa’13)

Salah satu bekal hari esok adalah kewajiban seorang hamba melaksanakan ibadah yang fardhu baginya. Sementara itu dia akan memperoleh tambahan kebaikan yang sangat agung yaitu berupa kecintaan Allah kepadanya jika melakukan amal atau ibadah ibadah sunnah. Diantaranya adalah shalat sunnah, puasa sunnah dan yang lainnya.

Dalam sebuah hadits qudsi disebut bahwa :“Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku masih saja mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunat sehingga Aku mencintainya.” (H.R. Imam Bukhari). 

Kedua : Menjauhi dosa-dosa besar
Dosa-dosa besar yang dibawa mati oleh seorang hamba tanpa sempat bertaubat bisa menyebabkan kerugian yang amat besar baginya di akhirat kelak. Rasulullah telah mengingatkan bahwa dosa dosa besar adalah akan membinasakan. Beliau bersabda :“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa besar yang membinasakan”. (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Rasulullah juga bersabda : “Tidaklah seorang hamba membaca kalimat La ilaaha illallah dengan ikhlas, kecuali akan dibukakan untuknya pintu-pintu langit sampai menembus ke ‘Arsy, selama dosa-dosa besar dijauhinya.” (H.R. at Tirmidzi).
Sungguh Allah akan menghapus kesalahan kesalahan berupa dosa dosa kecil jika dosa besar dijauhi. Allah berfirman :

   Jika kamu menjauhi dosa dosa besar diantara dosa dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan kesalahanmu dan akan Kami masukkan   kamu ketempat yang mulia (surga) Q.S an Nisaa’ 31).  
                              
Imam adz Dzahabi berkata : Dengan ayat ini Allah menjamin surga kepada siapa saja yang menjauhi dosa dosa besar. (Lihat Muqaddimah Kitab al Kaba-ir) 
 
Namun demikian seorang hamba seharusnya juga berhati hati dan terus berusaha untuk tidak melakukan dosa sekecil apapun. Dosa dosa kecil kalau diremehkan atau ditumpuk   juga akan menjadi dosa besar. Apalagi jika dilakukan terus menerus. Bukankah gunung yang besar terdiri dari butiran butiran pasir dan tanah. 

Ketiga : Tidak menunda-nunda pelaksanaan suatu amalan
Umur manusia sangat terbatas dan merupakan sesuatu yang ghaib. Oleh karenanya jangan menunda-nunda suatu amalan. Segera beramal selama mampu dikerjakan saat itu juga.

Ibnu Umar berkata : Jika kamu sedang berada di pagi hari maka janganlah kamu bicarakan tentang dirimu disore hari (nanti). Jika dirimu sedang berada di sore hari jangan membicarakan dirimu di pagi hari (kelak).

Rasulullah bersabda :“Gunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu dan hidupmu sebelum matimu. Sesungguhnya engkau tidak akan mengetahui namamu untuk esok, wahai Abdullah” (H.R. at Tirmidzi.)
Imam Hasan al Bashri mengingatkan agar kita tidak menyia nyiakan dan melalaikan waktu untuk beramal. Beliau berkata : Jauhkan dirimu dari “taswif” yaitu berkata “nanti sajalah.

Keempat : Menjaga semangat  dan istiqamah dalam beribadah.
Dalam beramal, seorang hamba haruslah menjaga semangat agar tidak terganggu oleh kemalasan, kemauan hawa nafsu dan gangguan syaithan. Pelihara kesabaran  dalam melakukan  ketaatan. Selanjutnya  istiqamah dalam beramal. Meskipun sedikit tetapi tetap dipelihara dan dijaga sehingga tidak jatuh kepada kelalaian.

Sebuah hadits dari A’isyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah bersabda : “Ahabbu a’mali ilallahi adwaamuhaa wa inqalla.” Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu (terus menerus) dikerjakan walaupun sedikit. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Ketahuilah bahwa Rasulullah memuji orang yang selalu mengingat mati itu sebagai orang mukmin yang cerdas. Dari Ibnu Umar, diriwayatkan bahwa Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam ditanya : Siapakah dari orang orang mukmin yang cerdas ? Rasulullah bersabda : “Yang paling banyak mengingat mati dan paling tekun membuat persiapan untuknya, mereka itulah orang yang cerdas” (H.R Ibnu Majah dan al Hakim, dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Kelima : Meminta ampun dan bertaubat setiap saat.
Manusia tidak luput dari dosa dan kesalahan. Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa manusia berbuat dosa siang dan malam artinya terus dan sering berbuat dosa. Allah berfirman : “Ya ‘ibaadi, innakum tukhti-una bil laili wan nahar” Wa ana aghfiru dzunuba jamii’a. Fastaghfiruni, aghfirlakum”. Wahai hamba hambaku, sesungguhnya kalian berbuat dosa (kesalahan) siang dan malam. Dan Aku Mahapengampun, semua dosa. Minta ampunlah kepadaKu, Aku akan ampuni kalian.   
 
Memohon ampun dan bertaubat adalah salah satu bekal menuju negeri akhirat. Sungguh bertaubat adalah untuk menghapus dosa dan akan mengantarkan seorang hamba kepada keberuntungan di dunia dan di akhirat. Allah berfirman : “Wa tuubuu ilallahi jamiian aiyuhal mu’minuuna, la’allakum tuflihuun”. Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang orang yang beriman, agar kamu beruntung.  (Q.S an Nuur 31).

Syaikh as Sa’di berkata : Allah mengaitkan kebahagiaan dengan bertaubat. Allah berfirman : “supaya kamu beruntung”. Sehingga tidak ada jalan menuju keberuntungan kecuali dengan taubat. (Bertaubat) yaitu kembali dari hal hal hal yang dibenci oleh Allah menuju perkara perkara yang Dia cintai baik secara  zhahir maupun bathin. Keterangan ini menandakan bahwa setiap orang beriman membutuhkan taubat karena Allah telah mengarahkan pembicaraan kepada seluruh orang beriman. (Kitab Tafsir Karimir Rahman). 

Dan ketahuilah bahwa seseorang yang  tidak mau bertaubat dicap sebagai orang yang zhalim Allah berfirman : Waman lamyatub, faulaaika humuzh zhaalimuum”. Barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang orang yang zhalim  (Q.S al Hujurat 11)

Lalu kapan sebaiknya bertaubat. Bolehkah ditunda tunda. Bolehkah bertaubat menunggu sampai telah berumur lanjut. ?. Bertaubat tidak boleh ditunda, bertaubat harus segera. Adakah yang bisa menjamin bahwa : (1) Kita akan bisa dapat berumur sampai tua. (2) Kita belum tentu ada kemauan untuk bertaubat meskipun sudah tua. Oleh karena itu bertaubatlah sekarang. Sungguh bersegera untuk bertaubat hukumnya wajib bagi setiap hamba. 

Imam Ibnul Qayyim berkata : Menyegerakan taubat dari dosa merupakan kewajiban dan tidak boleh ditunda tunda. Jika menunda taubat maka berarti telah bermaksiat dengan penundaan itu

Kesimpulannya adalah seorang hamba harus mempersiapkan bekal dan bekal terbaik adalah takwa. Allah berfirman :“Dan bawalah bekal, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepadaKu wahai orang orang yang berakal sehat. (Q.S al Baqarah 197).

Sungguh kematian itu sudah dekat. Mari bersegera mempersiapkan bekal untuk menghadapinya. Insya Allah ada manfaatnya bai gita semua. Wallahu A’lam. (1.085)

TEMAN YANG SHALIH BISA MEMBERI MANFAAT DI AKHIRAT




TEMAN YANG SHALIH BISA MEMBERI SYAFA’AT DI AKHIRAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh keadaan alam kubur, hari berbangkit, padang mahsyar, meniti shirat sangatlah berat. Selain amal yang kita bawa   yang menjadi penolong, kita  butuh syafa’at atau pertolongan dari yang bisa memberi syafa’at.

Ketahuilah bahwa hakikatnya syafaat itu dari milik Allah Ta’ala semata.  Allah berfirman : Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. ( Q.S az Zumar  44)

Allah berfirman : “Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataannya. " (Q.S Thaahaa  109 )

Allah berfirman : "Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya " (QS. al Anbiya' :28 ).

Dari ayat ini dapatlah diketahui bahwa Allah Ta’ala juga memberikan izin kepada orang orang yang diridhainya untuk memberi syafaat. Diantaranya adalah para Nabi, para syuhada para shiddiqiin dan juga orang orang mukmin yang shalih.

Dari Abu Said Al Khudri Radhiyallahu ‘anhu, dalam hadits yang panjang, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda tentang syafaat di hari kiamat : “Setelah orang  orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah  untuk  memperjuangkan hak saudara – saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. 

Mereka memohon : “Wahai Rabb kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji. 

Dijawab : “Keluarkan (dari neraka) orang – orang yang kalian kenal”. Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka.

Para mukminin ini pun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya. Kemudian orang mukmin itu menghadap kembali kepada Allah, : “Ya Rabb kami, orang yang Engkau perintahkan untuk diazab dari neraka, sudah tidak tersisa”

Allah berfirman, “Kembali lagi, keluarkanlah yang masih memiliki iman seberat dinar”. Maka dikeluarkanlah orang mukmin banyak sekali yang disiksa di neraka. Kemudian mereka menghadap kembali : “Wahai Rabb kami, kami tidak meninggalkan seorang pun orang yang Engkau perintahkan untuk diazab…” (H.R Imam Muslim)

Ketika memahami hadits ini, Imam Hasan Al Bashri rahimahullah menasehatkan :  Perbanyaklah berteman dengan orang orang yang beriman. Orang orang yang beriman memiliki syafaat  pada hari kiamat.

Berkenaan dengan hadits ini pula, Imam Ibnul Qayyim al Jauziah rahimahullah menasehatkan pula kepada teman temannya : Jika kalian tidak menemukan aku di surga, maka tanyakanlah tentang aku kepada Allah. Ucapkanlah : “Wahai Rabb kami, hamba-Mu Fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau. Masukkanlah (dia)  bersama kami ke Surga-Mu. Kemudian beliau menangis.

Hadits diatas mengingatkan kita tentang beberapa perkara yang  sangat penting,  yaitu :

Pertama, keimanan. Iman merupakan syarat seseorang masuk surga. Yakni mengakui Allah Azza wa Jalla sebagai satu  satunya sesembahan yang berhak untuk disembah serta mengakui Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. 

Kedua : Persaudaraan dengan ukhuwah islamiyah. Persaudaraan diatas diinul Islam dan saling mencintai karena Allah, bisa menjadi alasan bagi seseorang untuk menyelamatkan saudaranya seiman di akhirat kelak dengan memberikan syafaat. 

Jadi sangatlah  beruntung dan berbahagia seorang hamba yang memiliki banyak teman orang orang shaleh. Mereka telah mengingatkan untuk shalat berjama’ah di masjid, mengajari membaca  al Qur’an, mengajak untuk menghadiri majelis ilmu, dan menasehati kita tatkala hendak berbuat maksiat.

Oleh karena itu betapa rugi dan sedihnya apabila seseorang terlanjur banyak bergaul dan berteman dekat dengan orang orang  ahli maksiat. Mengajak kepada keburukan dan kemaksiatan, berlebihan mencintai dunia. Menzhalimi orang lain dengan memakan hartanya tanpa hak, hasad, ghibah namimah dan yang lainnya. Tidaklah mungkin diharapkan syafaatnya kelak.

Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam telah mengingatkan kita semua dengan siapa harus berteman. Beliau bersabda :

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian. (H.R Abu Daud no. 4833, at Tirmidzi no. 2378, Imam Ahmad 2/344, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ 3545).

Imam al Ghazali berkata :  Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya. (Tuhfatul Ahwadzi, al Mubarakfury)

Oleh karena itu seorang hamba hanya berteman dekat dengan orang orang shalih. Pertemanannya adalah karena Allah dan insya Allah bisa diharapkan syafaatnya kelak di akhirat. Wallahu A’lam. (1.084)

Minggu, 30 Juli 2017

PENJELASAN ULAMA TENTANG ILMU YANG BERMANFAAT



PENJELASAN ULAMA TENTANG ILMU YANG BERMANFAAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dalam rangkaian dzikir pagi, Rasulullah biasa membaca doa : “Allahhumma inni as-aluka ‘ilman nafi’an wa rizqan thaiyiban wa amalan mutaqabbalan”. Ya Allah, sesungguhnya aku bermohon (diberi) ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima. (H.R Ibnu Majah, Imam Ahmad dan Ibnu Suni dari Ummu Salamah).

Selain itu, Rasulullah mengajarkan pula  satu doa : “Allahhumma inni a’udzubika min ilmin la yanfa’. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat. (H.R at Tirmidzi dan Abu Dawud). 

Dari kedua hadits dapatlah diketahui bahwa ada ilmu yang bermanfaat dan ada pula ilmu yang mendatangkan mudharat. 

Para ulama terdahulu menjelaskan kepada kita tentang  ilmu yang bermanfaat, diantaranya :

Pertama : Imam Mujahid bin Jabr (murid Ibnu Abbas) mengatakan : “Orang yang faqih adalah orang yang takut kepada Allah Ta’ala meskipun ilmunya  sedikit. Dan orang yang bodoh adalah orang yang berbuat durhaka kepada Allah Ta’ala meskipun ilmunya banyak. 

Beliau juga menjelaskan bahwa ada orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya,  namun ilmu tersebut  tidak bermanfaat” baginya,  karena tidak membawa dirinya  pada ketaatan kepada Allah Ta’ala.  Jadi  ilmu yang membawa seorang untuk ta’at kepada Allah maka itu adalah ilmu yang bermanfaat.

Kedua : Imam Ibnu Rajab al Hambali,  mengatakan:  Bahwa ilmu yang bermanfaat menunjukkan kepada dua hal. (1) Mengenal Allah Ta’ala dengan segala apa yang menjadi hak-Nya,  yaitu : berupa Nama-namaNya yang indah, Sifat-sifatNya  Yang  Mulia, keharusan adanya pengagunga, rasa takut, cinta harap dan tawakal kepada-Nya,  ridha terhadap takdir-Nya dan sabar atas segala musibah yang Allah Ta’ala takdirkan. (2) Mengetahui  segala apa yang diridhai dan dicintai Allah ‘Azza wa Jalla, segala apa yang dibenci dan dimurkainya. Yakni berupa keyakinan, perbuatan yang lahir dan yang bathin serta ucapan. Hal ini mengharuskan orang yang mengetahuinya untuk bersegera melakukan segala apa yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkaiNya.

Selanjutnya Imam Ibnu Rajab menjelaskan : “Apabila ilmu itu menghasilkan hal ini (mengenal Allah Ta’ala dan mengetahui apa yang diridhai dan dimurkai-Nya)  bagi pemiliknya (pemilik ilmu itu) maka inilah “ilmu yang bermanfaat”. Kapan saja ilmu itu bermanfaat dan menancap dihati. Sungguh, hati itu akan merasa  khusyu’, tunduk, takut,  mencintai dan mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla.  Jiwa merasa cukup dan puas dengan sedikit yang halal dari dunia dan merasa kenyang dengannya. Sehingga hal  itu  menjadikannya qana’ah dan zuhud di dunia. (Fadhlu  Ilmi Salaf  ‘alal Khalaf).

Lalu apa tanda ilmu yang bermanfaat. Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid dalam Kitab Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu yang disyarah oleh Syaikh Muhammad Saleh al Utsaimin, menjelaskan bahwa seorang berilmu, dikatakan  ilmunya bermanfaat  jika didapati  padanya beberapa indikasi sebagai berikut :  (1) Ilmu yang diamalkan. (2) Tidak suka dipuji dan tidak sombong dengan ilmu yang dimilikinya. (3) Semakin tawadhu’ setiap kali  ilmunya bertambah. (4) Menjauhi cinta kedudukan,  popularitas dan keduniaan. (5) Buruk sangka kepada dirinya bahwa ilmunya masih kurang dan tidak suka mencela (orang yang  kurang ilmunya).

Demikianlah penjelasan ulama tentang ilmu yang bermanfaat. Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar diberi ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Wallahu A’lam. (1.083)