Senin, 15 Agustus 2016

BURUK SANGKA TABIAT TERCELA



BURUK SANGKA TABIAT TERCELA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh buruk sangka pada seseorang termasuk perangai atau yang tercela. Oleh karena itu tidaklah patut seorang muslim mengikuti prasangka buruknya kepada sesama muslim. Tidak boleh bagi siapapun merusak harga diri saudaranya sesama muslim apalagi hanya berdasarkan dugaan dan prasangka yang belum tentu benar.

Allah berfirman : “Wa maa yattabi’u aktsaruhum illaa zhanna, innazh zhanna laa yughnii minal haqqi syai-a, innallaha ‘alimun bimaa yaf’aluun” Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sungguh persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (Q.S Yunus 36)
  
Allah juga berfirman : Yaa aiyuhal ladzina aamanuj tanibuu katsiran minazh zhaani, inna ba’dhazh zhanni itsmun” Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan) karena sebagian prasangka itu adalah dosa”. (Q.S al Hujurat 12).

Berkenaan dengan ayat ini al Imam Ibnu Katsir berkata : Allah melarang para hamba-hambaNya yang beriman, dari perbuatan curiga, prasangka, dan dugaan, baik kepada keluarganya, kerabat atau manusia pada umumnya jika tidak pada tempatnya. Sebab pada sebagian prasangka dan curiga itu terdapat dosa, maka jauhilah perbuatan banyak curiga sebagai pencegah dari dosa.

Seorang muslim adalah orang yang selalu memberi udzur kepada orang lain sehingga batinnya selamat. Sedangkan orang munafik adalah orang yang selalu mencari-cari kesalahan dan aib orang lain karena batinnya buruk.

Rasulullah bersabda:“Iyyaakum wazh-zhan. Fainnazh zhanna ahdzabul haditsi” Waspadalah kalian terhadap prasangka karena prasangka adalah seburuk buruk perkataan (H.R Imam Bukhari dan Imam  Muslim).

Umar bin Khathab mengatakan: “Janganlah kamu curiga terhadap suatu ucapan yang terlontar dari saudaramu sesama muslim, melainkan kebaikan, selagi dirimu masih mendapatkan celah kebaikan dalam ucapan tersebut (Kitab az Zuhd, Imam Ahmad).

Sungguh ulama terdahulu sangat berhati hati dalam hal prasangka. Beliau meninggalkan nasehat untuk kita, diantaranya adalah :

Pertama :Abu Qilabah berkata : Jika sampai kepadamu berita jelek tentang saudaramu maka carilah udzur untuknya. Jika engkau tidak mendapatkannya. Maka katakanlah : Barangkali dia punya udzur yang tidak aku ketahui.

Kedua : Makhlul berkata : Aku melihat seseorang sedang shalat. Setiap kali rukuk dan sujud dia menangis. Aku berprasangka jangan-jangan orang ini menangis karena riya. Setelah itu aku tidak bisa menangis (dalam shalatku) selama satu tahun.

Ketiga : Abdul Wahhab bin Wardi dari Abu Umayyah berkata : Jika kamu mampu agar seorang tidak masuk dari pintu ini kecuali engkau berbaik sangka kepadanya maka lakukanlah.

Keempat : Umar bin Abdul Aziz berkata : Ayahku berkata kepadaku, wahai anakku apabila kamu mendengar ucapan dari seorang muslim maka janganlah engkau membawanya pada kejelekan selagi engkau masih mendapatkan celah kebaikan dalam ucapan tersebut.

Kelima : Hamdun berkata: Jika saudaramu tergelincir maka carilah untuknya tujuh puluh udzur. Jika hatimu tidak menerimanya maka ketahuilah bahwa celaan itu ada pada dirimu sendiri yaitu  ketika tampak olehmu tujuh puluh udzur tetapi engkau tidak menerimanya.

Insya Allah ada manfaatnya untuk kita semua. Wallahu A’lam. (755).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar