RAJA’ YANG TERPUJI DAN YANG TERCELA
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Seorang hamba haruslah selalu
memelihara sifat raja’ pada dirinya. Apa itu raja’. Raja’ secara bahasa
bermakna berharap. Maknanya (secara syar’i) adalah berharap pahala dari Allah
Ta’ala, ampunan-Nya dan rahmat-Nya. (Mukhtashar Minhajul Qasidin).
Syaikh Salim al Hilali berkata : Raja’ berbeda dengan
tamanni. Raja’ selalu disertai dengan tindakan sedangkan tamanni didasarkan
pada kelemahan dan kemalasan. Orang yang tamanni berangan angan (saja) tapi
tidak menempuh jalan untuk berusaha dan bersungguh sungguh melakukan ketaatan
kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya raja’ atau berharap akan membangkitkan
seseorang untuk berbuat taat kepada Allah. Sebab jika tidak ada harapan niscaya
tidak ada amal shalih. (Syarah Riyadush Shalihin).
Jadi raja’ atau berharap kepada
rahmat Allah haruslah ditandai dengan amal shalih. Allah berfirman : “Fa man kaana yarjuu liqaa-a rabbihi fal
ya’mal ‘amalan shalihan wa laa yusyrik bi ‘ibaadati rabbihii ahadaa”. Maka
barangsiapa mengharapkan pertemuan pertemuan dengan Rabb-nya maka hendaklah dia
mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatupun
dalam beribadah kepada Rabb-Nya. (Q.S al Kahfi 110).
Imam Ibnul Qayyim berkata : Orang yang arif (mengenal Allah dengan baik)
telah sepakat bahwa raja’ tidak sah kecuali disertai dengan amalan.
Selanjutnya beliau berkata bahwa raja’ ada tiga jenis. Dua jenis terpuji
dan satu jenis tercela.
Pertama : Berharapnya seseorang yang telah melakukan ketaatan kepada
Allah Ta’ala diatas cahaya dari Allah. Maka orang ini adalah orang yang
mengharapkan pahala-Nya. (Ini adalah raja’ yang terpuji).
Kedua : Seseorang yang telah berbuat banyak dosa lalu dia
bertaubat darinya. Maka orang ini adalah orang yang mengharapkan pahala-Nya.
Mengharapkan ampunan-Nya, kebaikan-Nya, kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan
kedermawanan-Nya. (Ini juga raja’ yang terpuji).
Ketiga : Seseorang yang terus menerus dalam melalaikan (kewajiban
kewajiban) terus menerus di dalam dosa lalu dia mengharapkan rahmat Allah tanpa
disertai amalan shalih. Ini adalah terpedaya, angan angan kosong dan raja’ yang
dusta. (Ini raja’yang tercela).
(Lihat Madaarijus Saalikin).
Oleh sebab itu maka seorang muslim
wajiblah beribadah kepada Allah Ta’ala dan wajib pula bertaubat dan mengharap
ampunan-Nya ketika terlanjur berbuat
maksiat.
Allah berfirman : “Wa laa tufsiduu fil ardhi ba’da ishlaahihaa
wad’uuhu khaufan wa thamaa, inna rahmatallahi qariibun minal muhsiniin”. Dn
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang orang yang
berbuat baik. (Q.S al A’raaf 56).
Imam Ibnu Katsir berkata : Allah
memerintahkan beribadah kepada-Nya, berdoa kepada-Nya, memohon dan merendahkan
diri kepada-Nya, dengan berfirman : berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan” yaitu takut kepada pedihnya
siksaan disisi-Nya dan harapan kepada pahala yang banyak yang ada disisi-Nya.
(Tafsir Ibnu Katsir)
Syaikh as Sa’di berkata :
Sebagaimana akhlak, amal, rizki, keadaan dunia dan akhirat, semuanya menjadi
baik dengan ketaatan. Dan berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan)”.Yakni
takut kepada adzab-Nya dan berharap pahala-Nya. Berharap diterima dan takut
ditolak, bukan doa seorang hamba yang lancang kepada Rabb-nya yang mengagumi
dirinya dan tidak mendudukkannya diatas kedudukan yang semestinya, atau doa
dari hamba yang lupa dan lalai.
Oleh sebab itu seorang muslim wajib
beribadah kepada Allah Ta’ala dengan kecintaan kepada-Nya, takut kepada
siksa-Nya dan mengharapkan rahmat-Nya.
Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam (751).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar