Sabtu, 13 Agustus 2016

RAJA' YANG TERPUJI DAN YANG TERCELA



RAJA’ YANG TERPUJI DAN YANG TERCELA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Seorang hamba haruslah selalu memelihara sifat raja’ pada dirinya. Apa itu raja’. Raja’ secara bahasa bermakna berharap. Maknanya (secara syar’i) adalah berharap pahala dari Allah Ta’ala, ampunan-Nya dan rahmat-Nya. (Mukhtashar Minhajul Qasidin).

Syaikh Salim  al Hilali berkata : Raja’ berbeda dengan tamanni. Raja’ selalu disertai dengan tindakan sedangkan tamanni didasarkan pada kelemahan dan kemalasan. Orang yang tamanni berangan angan (saja) tapi tidak menempuh jalan untuk berusaha dan bersungguh sungguh melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya raja’ atau berharap akan membangkitkan seseorang untuk berbuat taat kepada Allah. Sebab jika tidak ada harapan niscaya tidak ada amal shalih. (Syarah Riyadush Shalihin).

Jadi raja’ atau berharap kepada rahmat Allah haruslah ditandai dengan amal shalih. Allah berfirman : “Fa man kaana yarjuu liqaa-a rabbihi fal ya’mal ‘amalan shalihan wa laa yusyrik bi ‘ibaadati rabbihii ahadaa”. Maka barangsiapa mengharapkan pertemuan pertemuan dengan Rabb-nya maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatupun dalam beribadah kepada Rabb-Nya. (Q.S al Kahfi 110).

Imam Ibnul Qayyim berkata :  Orang yang arif (mengenal Allah dengan baik) telah sepakat bahwa raja’ tidak sah kecuali disertai dengan amalan.
Selanjutnya beliau berkata bahwa raja’ ada tiga jenis. Dua jenis terpuji dan satu jenis tercela.

Pertama : Berharapnya seseorang yang telah melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala diatas cahaya dari Allah. Maka orang ini adalah orang yang mengharapkan pahala-Nya. (Ini adalah raja’ yang terpuji).

Kedua : Seseorang yang telah berbuat banyak dosa lalu dia bertaubat darinya. Maka orang ini adalah orang yang mengharapkan pahala-Nya. Mengharapkan ampunan-Nya, kebaikan-Nya, kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kedermawanan-Nya. (Ini juga raja’ yang terpuji).   

Ketiga : Seseorang yang terus menerus dalam melalaikan (kewajiban kewajiban) terus menerus di dalam dosa lalu dia mengharapkan rahmat Allah tanpa disertai amalan shalih. Ini adalah terpedaya, angan angan kosong dan raja’ yang dusta. (Ini raja’yang tercela).
(Lihat Madaarijus Saalikin). 

Oleh sebab itu maka seorang muslim wajiblah beribadah kepada Allah Ta’ala dan wajib pula bertaubat dan mengharap ampunan-Nya  ketika terlanjur berbuat maksiat. 

Allah berfirman : “Wa laa tufsiduu fil ardhi ba’da ishlaahihaa wad’uuhu khaufan wa thamaa, inna rahmatallahi qariibun minal muhsiniin”. Dn janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang orang yang berbuat baik. (Q.S al A’raaf 56).

Imam Ibnu Katsir berkata : Allah memerintahkan beribadah kepada-Nya, berdoa kepada-Nya, memohon dan merendahkan diri kepada-Nya, dengan berfirman : berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan” yaitu takut kepada pedihnya siksaan disisi-Nya dan harapan kepada pahala yang banyak yang ada disisi-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir)

Syaikh as Sa’di berkata : Sebagaimana akhlak, amal, rizki, keadaan dunia dan akhirat, semuanya menjadi baik dengan ketaatan. Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan)”.Yakni takut kepada adzab-Nya dan berharap pahala-Nya. Berharap diterima dan takut ditolak, bukan doa seorang hamba yang lancang kepada Rabb-nya yang mengagumi dirinya dan tidak mendudukkannya diatas kedudukan yang semestinya, atau doa dari hamba yang lupa dan lalai. 

Oleh sebab itu seorang muslim wajib beribadah kepada Allah Ta’ala dengan kecintaan kepada-Nya, takut kepada siksa-Nya dan mengharapkan rahmat-Nya.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam (751).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar