Kamis, 30 April 2020

CONTOH TELADAN ULAMA BESAR KETIKA DALAM PERJALANAN


CONTOH TELADAN ULAMA BESAR KETIKA
 DALAM PERJALANAN

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Salah satu nikmat yang diberikan Allah Ta’ala kepada  manusia adalah nikmat waktu. Dan manusia haruslah menggunakannya untuk segala sesuatu yang bermanfaat. Jangan mau menjadi orang yang tertipu dengan mensia siakannya. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasalam telah mengingatkan  dalam sabda beliau :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Dari Ibnu Abbas, dia berkata, Nabi Salallahu ‘alai Wasallam bersabda : Dua kenikmatan yang banyak dilupakan manusia adalah (nikmat) kesehatan dan waktu luang. (H.R Imam Bukhari).

Ketahuilah bahwa ada dua ulama besar Saudi yang sangat baik kita jadikan teladan dalam MENGGUNAKAN WAKTUNYA ketika berada DALAM PERJALANAN menggunakan mobil. Mari kita simak kisahnya.

Pertama : Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah.

Beliau adalah bekas Rektor Universitas Islam Madinah. Pernah menjabat sebagai Ketua al Lajnah ad Daimah lil Buhuts al Ilmiyah wal Ifta’ atau Dewan Riset Ilmu dan Fatwa. Dan juga sebagai Mufti Kerajaan Saudi Arabia. Beliau wafat tahun 1420 H.  

Dalam Kitab Duruusun wa Mawaqifu wa ‘Ibarun, yang ditulis oleh Syaikh Abdul Aziz  as Sadhan, disebutkan : Dan termasuk sesuatu yang mengagumkan dalam pemeliharaan Syaikh bin Baz terhadap waktu dan majelis majelis beliau adalah seperti kabar yang diceritakan oleh putra beliau, Ahmad kepada saya.

Bahwa Syaikh sangat bersemangat dan antusias (dalam menggunakan waktunya) sampai detik detik dari waktu beliau. Ketika ditengah perjalanan naik mobil beliau menyibukkan diri dengan ilmu. Terkadang dengan mendikte atau mendengarkan.
Putra beliau, Ahmad, telah mengabarkan bahwa : Telah dibacakan beberapa kitab atas Syaikh di dalam mobil. Lalu Ahmad menyebutkan kitab itu dan diantaranya adalah : (1) Majmu’ Fatawa, Syaik Muhammad bin Ibrahim. (2) Ighatsatul Lahfaan, Imam Ibnul Qayyim. (3) Al Iqnaa’, Ibnu Mundzir. (4) Kitaab Marwiyyatil La’ni fis Sunnah, dan juga beberapa risalah kecil.

Kedua : Syaikh Prof. Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al Badr  

Syaikh Prof. Dr. Abdurrazaq, Ulama Besar Saudi, seorang guru besar di Universitas Islam Madinah dan juga pengajar tetap di Masjid Nabawi, beberapa waktu yang lalu pernah diundang memberikan kajian di  Masjid Istiqlal Jakarta. 

Selain itu beliau juga pernah diundang ke Lombok untuk memberikan kajian disana. Pada suatu kali, di Lombok, dengan didampingi beberapa ustadz, Syaikh Abdurrazaq  berangkat dari hotel menuju tempat  kajian yang berjarak sekitar dua jam perjalanan mobil.

Ustadz Abu Muhsin Firanda, Lc. M.A seorang mahasiswa Indonesia, yang SAAT ITU sedang mengambil S3 di Universitas Islam Madinah juga ikut dalam rombongan tersebut.

Ustadz Firanda menceritakan apa yang dilakukan di mobil dalam perjalanan tersebut. Kata Ustadz Firanda : Tidak lama setelah mobil bergerak maka salah seorang ustadz di mobil itu membacakan matan kitab al Aqidah ath Thahawiyah yang ditulis oleh Imam Thahawi. Lalu Syaikh Abdurrazaq mensyarah atau menjelaskan makna makna matan tersebut. Semua ustdadz yang ada di mobil itu mendengarkan dengan sungguh sungguh.

Diantaranya  juga ada yang merekam kajian tersebut untuk bisa diambil manfaat  pada waktu yang lain. Jadi ada majlis ilmu diperjalanan sehingga waktu yang ada menjadi sangat bermanfaat, apalagi digunakan untuk belajar ilmu syar’i dari seorang Guru Besar.

Lalu bagaimana dengan kita ?. Sebagian orang, tentu tidak semua, jika berada dalam satu rombongan  melakukan perjalanan dengan mobil   maka umumnya akan diisi dengan acara ngobrol, bisa jadi banyak bercanda, saling mengeluarkan koleksi lelucon, diselingi dengan berbagai minuman dan cemilan.

Bahkan ada pula yang  memejamkan mata meskipun tidak lagi mengantuk. Mungkin juga ada pula yang terus  asyik bersama handphone dengan membuka berbagai fasilitasnya, termasuk   WA-an dan yang lainnya.

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam  telah mengingatkan kita semua dalam sabda beliau : 

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ

Baiknya Islam seseorang (ialah) meninggalkan perkara yang tidak  berguna baginya. (H.R Ibnu Majah)

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.964).

Rabu, 29 April 2020

JANGAN MELAKUKAN YANG MEMBAHAYAKAN DIRI DAN ORANG LAIN


JANGAN MELAKUKAN YANG MEMBAHAYAKAN DIRI DAN ORANG LAIN

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh Allah Ta’ala mengharamkan kezhaliman bagi diri-Nya dan melarang hamba hamba-Nya berbuat zhalim. Dalam satu hadits Qudsi disebutkan :

عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا رَوَى عَنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا

Dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, dari Nabi  Salallahu ‘alaihi Wasallam, beliau bersabda tentang apa yang beliau riwayatkan dari Allah Ta’ala  bahwa Dia berfirman : Wahai hamba-Ku, Aku haramkan  kedzaliman atas diri-Ku. Dan kujadikan ia larangan bagimu, maka janganlah saling mendzalimi. (Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad dan Imam Muslim).

Ketika seseorang melakukan sesuatu yang membahayakan itu bermakna dia telah melakukan kezhaliman yang dilarang dalam syariat. Bisa jadi  membahayakan bagi dirinya, membahayakan orang lain atau membahayakan semua. 

Sungguh Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam telah melarang perbuatan zhalim berupa sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Beliau bersabda :

لاَ ضَرَرَ و لاَ ضِرَارَ

Janganlah melakukan perbuatan (membahayakan) diri sendiri dan (membahayakan) orang lain. (H.R Ibnu Majah, Imam Ahmad dan juga yang selainnya). 

Nah, pada saat  wabah penyakit sedang marak, pemerintah  mengeluarkan ketetapan dan   ulama telah mengeluarkan fatwa untuk masyarakat umum agar tidak keluar rumah kecuali karena terpaksa dan ada kepentingan mendesak. Itupun dibarengi petunjuk yaitu memakai masker, cuci tangan dengan sabun, menjaga jarak atau physical distancing dan yang lainnya.  

Lalu ada sebagian orang yang disadari atau tidak, telah melakukan sesuatu yang BISA MEMBAHAYAKAN DIRINYA DAN MEMBAHAYAKAN ORANG LAIN. Sebagian mereka masih tetap berada ditempat ramai.  Lupa  menjaga jarak, tak memakai masker dan yang lainnya.

Ketika seseorang tak mau mengikuti pemerintah dan para ulama untuk keselamatan dirinya dan keselamatan orang lain maka hendaklah dia memperhatikan  hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Imam Ahmad diatas tentang LARANGAN MEMBAHAYAKAN DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN.   

Selain itu, sangatlah dianjurkan agar dia merujuk kepada firman Allah Ta’ala berikut ini  :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ

Wahai orang orang yang beriman !. Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. (Q.S an Nisa’ 59). 

Syaikh as Sa’di berkata : Allah juga memerintahkan untuk taat kepada pemimpin, mereka itu adalah orang orang yang memegang kekuasaan atas manusia, yaitu (diantaranya)  para penguasa dan para ahli fatwa atau mufti. Akan tetapi dengan syarat bila mereka tidak memerintahkan melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala. 

Dan bila mereka memerintahkan kepada kemaksiatan kepada Allah Ta’ala maka tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah Ta’ala. (Tafsir Taisir Karimir Rahman)
 
Sungguh Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam juga memberi peringatan dalam sabda beliau :

رَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنٌ شاقًّ شقَّ اللهُ عَلَيٌه     مَنٌ ضَا

Barangsiapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya kepadanya. Dan barangsiapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain maka Allah akan menyulitkannya. (H.R al Hakim dan al Baihaqi).

Kita berdoa kepada Allah Ta’ala agar dijauhkan dari  wabah penyakit serta berbagai marabahaya dan diberi keselamatan di dunia dan di akhirat kelak. Wallahu A’lam. (1963).