Kamis, 31 Desember 2015

TERUSLAH BERUSAHA MENINGKATKAN NILAI SHALATMU



TERUSLAH BERUSAHA MENINGKATKAN NILAI SHALATMU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Manusia diciptakan Allah Tabaraka wa Ta’ala untuk satu tujuan saja yaitu mengabdi, menyembah atau beribadah kepada-Nya. Ini sebagaimana difirmankan Allah dalam surat adz  Dzaariat  56 : “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illa li ya’buduun”. Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku.

Lalu ada yang berkata : Tapi saya jadi pejabat, teman saya jadi pengusaha, ada lagi yang jadi petani dan yang lainnya. Iya benar, tapi ketahuilah semuanya itu haruslah dijadikan sarana    dalam rangka mengabdi, meyembah dan beribadah kepada Allah Ta’ala.

Diantara cara paling utama dalam beribadah kepada Allah Ta’ala adalah menegakkan shalat terutama sekali yang fardhu termasuk pula  shalat shalat yang tidak wajib yaitu shalat sunnah.

Seorang hamba tentu berkeinginan untuk setiap saat mampu menyajikan shalat terbaiknya kepada Allah Ta’ala agar mendapat nilai yang baik  disisi-Nya. Imam Ibnul Qayyim berkata : Shalat itu diwajibkan dalam bentuk yang paling sempurna dan paling bagus sehingga menjadi perantara kepada Rabb-nya.

Ketahuilah bahwa ada beberapa cara yang insya Allah bisa meningkatkan nilai shalat seorang hamba, diantaranya :

Pertama : Pada saat shalat timbulkan perasaan mengagungkan Allah dan menghinakan diri.
Imam Ibnul Qayyim berkata : Jika seorang hamba membuka shalatnya dengan ucapan Allahu Akbar maka (berarti) bersaksi sepenuhnya atas kebesaran Allah Ta’ala. Didalam hatinya akan tertanam perasaan bahwa Allah satu satunya dzat yang Mahabesar, tidak ada yang lebih besar dari-Nya. 
Dengan demikian maka terasa diri ini sangat kecil  bahkan hina. Sementara itu pula jangan lupa menghadirkan perasaan takut. Takut kalau shalatnya tidak diterima dan berharap agar shalatnya diterima.   
Jika perasaan ini ada maka shalat akan menjadi semakin khusyu’ dan insya Allah mendapat nilai yang baik.

Kedua : Menghadirkan hati pada saat shalat.
Menghadirkan hati maknanya adalah menjadikan hati hanya terpusat pada shalat yang sedang dikerjakan. Tanpa kehadiran hati maka apa yang diucapkan berupa doa, dzikir, pengagungan dan pujian kepada Allah Ta’ala menjadi tidak tercapai tujuannya. 

Diantara cara untuk menghadirkan hati dalam shalat adalah dengan mencurahkan perhatian secara penuh hanya untuk shalat yang sedang dikerjakan. Tidak bercabang atau terbawa dengan masalah lain. Sekiranya terasa ada tarikan kepada yang lain maka segera kembalikan supaya hati tetap terpusat kepada shalat. 

Kehadiran hati dalam shalat akan dipengaruhi oleh keadaan iman seseorang. Jika iman sedang lemah dan terlalu banyak condong kepada dunia dan segala kesibukannya maka sangatlah berat untuk secara konsisten menghadirkan hati dalam shalat.
Oleh karena itu mari kita berusaha menghadirkan hati agar terfokus kepada setiap shalat yang sedang kita kerjakan. Jika kita lalai dalam hal ini maka sungguh akan mendatangkan kerugian yang besar.    
 
Ketiga : Mengerti dan memahami kalimat yang diucapkan dalam shalat.
Memang semua bacaan dalam shalat adalah dalam bahasa Arab karena memang begitu yang diajarkan Rasulullah kepada umatnya. Oleh karena itu bagi kita yang tidak bisa berbahasa Arab tidak ada halangan untuk bisa memhami dan mengerti yang kita baca dalam shalat asal mau berusaha. Ini juga termasuk cara yang memudahkan untuk menghadirkan hati ketika shalat.
Dengan demikian maka shalat bisa semakin khusyuk dan insya Allah shalat kita akan mendapat nilai yang lebih baik disisi-Nya.

Keempat : Menjaga tuma’ninah ketika shalat.
Tuma'ninah adalah tenang sejenak setelah semua anggota badan berada pada posisi sempurna ketika melakukan suatu gerakan dalam shalat. Diantara makna lain dari tuma’ninah adalah memberikan hak kepada setiap gerakan shalat secara sempurna.Tuma'ninah ketika rukuk berarti tenang sejenak setelah rukuk sempurna.
Tuma’ninah setelah i’tidal berarti tenang sejenak pada saat i’tidal sebelum sujud.
Tuma’ninah ketika sujud berarti tenang sejenak setelah sujud sempurna dan juga harus tuma’ninah pada setiap perpindahan satu gerakan kepada gerakan lain. 

Tuma’ninah dalam setiap gerakan rukun shalat merupakan bagian penting dalam shalat dan  wajib dilakukan. Jika tidak tuma'ninah yaitu tidak tenang dan tergesa gesa maka bisa jadi shalatnya tidak mempunyai nilai. Oleh karena itu jika seseorang ingin mendapat nilai yang baik dalam shalatnya maka jangan abaikan tuma’ninah ini. Jagalah tuma’ninah dalam setiap shalat sehingga shalat kita bertambah nilainya. Insya Allah. 

Wallahu A’lam. (525)

  

ISLAM MELARANG NIKAH LAIN AGAMA



ISLAM MELARANG NIKAH LAIN AGAMA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah
Sudah sejak lama banyak terjadi pernikahan lain agama dalam masyarakat kita. Mereka melakukan dengan berbagai alasan dan berbagai sebab dan tentu juga dengan berbagai cara yang mereka inginkan atau yang diinginkan oleh pihak yang berkepentingan. Pernikahan ini bisa terjadi  terpaksa, dibohongi atau mungkin juga karena sudah sulit dipisahkan,  karena ketidak pedulian  ataupun karena ketidak tahuan tentang ketentuan agama maupun negara.

Fenomena ini telah mengundang berbagai silang pendapat khususnya dikalangan cendekiawan.  Bahkan orang awam yang tidak punya ilmu tentang hal inipun juga sering ikut berpendapat. 

Sering kita mendengar  berbagai komentar ataupun pendapat tentang nikah lain agama, yang tidak didasari dalil-dalil syar’i dan hanya dengan menggunakan keterbatasan akal semata. Ini ternyata telah menambah   ketidak jelasan dan kebingungan sebagian orang. Pada gilirannya bisa menimbulkan  pemikiran yang keliru dan akhirnya cenderung membenarkan pernikahan lain agama dengan dalil akal, hak azasi, demi kemashlahatan dan yang lainnya.   

Islam melarang nikah lain agama secara tegas.
Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Semua sudah diatur dengan jelas termasuk urusan nikah lain agama. Beberapa dalil yang tegas tentang hal ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama : Dalil dari al Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Wala tankihul musyrikaati hatta yuminna.” Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman (Q.S. al Baqarah 221).

Syaikh as Sa’di berkata bahwa ini berlaku umum pada seluruh wanita musyrik. Lalu dikhususkan oleh ayat dalam surat al Maaidah 5 tentang bolehnya menikahi wanita ahlul kitab sebagaimana firman Allah :  “Wal muhshanatu minal mukminaati  wal muhshanatu minal ladzina uutul kitaba min qablikum.” Dan (dihalalkan bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya diantara perempuan-perempuan yang diberi kitab sebelum kamu. (Q.S al Maaidah 5).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman hendaklah kamu uji keimanan mereka.   Allah lebih mengetahui keimanan mereka. Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka. (Q.S al Mumtahanah 10)

Imam Ibnu Katsir berkata : Ayat inilah yang mengharamkan pernikahan wanita muslim dengan lelaki musyrik.
Imam asy Syaukani berkata : Dalam firman Allah ini terdapat dalil bahwa wanita mukmin tidak halal (dinikahi) orang  kafir. 

Kedua : Dalil dari as Sunnah.
Umat Islam diperintahkan  agar menikahi wanita yang beragama (Islam) dan shalihah.
Rasulullah bersabda : “Tunkahu mar’atu liarba’ limaliha, walihasabiha, walijamaliha, walidiiniha. Fazhfar bidzaatid diin, taribat yadaaka.” Wanita itu dinikahi karena empat hal : karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung. (H.R Bukhari dan Muslim).

Rasulullah juga bersabda : Dunia ini adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan adalah wanita shalihah.  (H.R Muslim) 

Ketiga : Perkataan para sahabat
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab, beliau melarang pemuda-pemuda Islam menikah dengan wanita ahli kitab. Kata Umar, kebolehan menikahi wanita ahli kitab adalah agar mereka dapat ditarik masuk Islam tapi kenyataannya tidak demikian. Khalifah juga melihat ada kecendrungan para pemuda menikahi wanita ahli kitab sehingga wanita muslimah ada yang kurang mendapat perhatian. 

Ibnu Umar ketika ditanya tentang seorang muslim yang menikah dengan wanita Nasrani atau Yahudi, beliau berkata : Saya tidak mengetahui kemusyrikan yang lebih besar dari kemusyrikan seorang perempuan yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa”.
 
Keempat : Perkataan ulama salaf dan khalaf.
Imam ath Thabari berkata : Allah mengharamkan wanita-wanita mukmin untuk dinikahkan dengan laki-laki musyrik mana saja, baik ahli kitab maupun tidak.
Imam al Qurtubi berkata : Jangan kamu nikahkan wanita muslimah dengan laki-laki musyrik. Ulama telah bersepakat bahwa orang musyrik tidak boleh menikahi wanita mukmin karena hal itu merendahkan Islam.

Imam Ibnul Jauzi berkata : Laki-laki non muslim haram menikahi wanita muslimah secara mutlak. Ketentuan ini disepakati oleh seluruh ahli hukum Islam.
Imam Ibnu Qudamah al Maqdisi berkata : Dan tidak halal bagi muslimah nikah dengan lelaki kafir ahli kitab ataupun bukan kitabi. Allah berfirman (tentang hal ini) dalam al Qur’an surat al Baqarah ayat 221 dan surat al Mumtahanah ayat 10 tersebut diatas.
Syaikh Abu Bakar al Jazairy berkata : Tidak halal bagi muslimah menikah dengan orang kafir secara mutlak baik ahli kitab maupun bukan. Beliau berdalil dengan surat al Mumtahanah ayat 10.

Fatwa Majlis Ulama Indonesia tentang nikah lain agama
Fatwa MUI tahun 1980, menegaskan bahwa : Perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram hukumnya. Seorang laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita non muslim.

Tentang perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab terdapat perbedaan perdapat. Setelah mempertimbangkan mafsadat dan mudharatnya maka MUI memfatwakan bahwa perkawinan tersebut hukumnya haram. Ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa MUI tahun 2005. 

Nikah lain agama tidak bermanfaat.
Sungguh pernikahan lain agama tidak akan memberi manfaat sedikitpun. Paling tidak ada tiga hal yang mestinya menjadi perhatian bagi yang akan melakukan nikah lain agama ataupun bagi fasilitatornya. 

Pertama : Melanggar hukum agama.
Allah dan Rasulnya telah melarang dengan tegas pernikahan lain agama yang telah dijelaskan dalam al Qur’an serta hadits yang shahih dengan pemahaman sahabat. Begitu pula dengan pendapat para  ulama-ulama salaf dan khalaf, sebagaimana telah disebutkan diatas.  

Ketahuilah, bahwa jika Allah dan Rasulnya telah menetapkan larangan terhadap sesuatu pastilah disitu ada mudharatnya baik yang bisa kita ketahui, belum kita ketahui ataupun tidak kita ketahui karena keterbatasan ilmu dan akal kita. Dalam hal ini kita harus dalam posisi sami’naa wa atha’naa.

Kedua : Melanggar hukum Negara.
Pemerintah telah menetapkan aturan yang jelas tentang perkawinan termasuk perkawinan lain agama yaitu dengan UU No 1/1974 dan insya Allah disandarkan kepada Al Qur’an dan as Sunnah serta dengan tujuan kemashlahatan.  

Adalah merupakan kewajiban kita untuk mengikuti apa yang telah ditetapkan Ulil Amri atau pemerintah sebagaimana dimaksud dalam firman Allah : “Yaa aiyuhal ladzina amanuu athi’ullaha wa athi’ur rasula wa ulil amri minkum” Wahai orang-orang yang beriman. Taatlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. (Q.S an Nisaa’ 59).

Memang ketaatan kepada pemerintah tidaklah mutlak. Tapi sepanjang tidak mengajak bermaksiat kepada Allah maka menjadi kewajiban untuk diikuti.

Ketiga : Tidak akan mencapai tujuan pernikahan yang hakiki
Tidak ada khilaf bahwa diantara tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan, kedamaian, ketenangan, rahmat dan keberkahan. Dalam bahasa agama sering disebut dengan istilah sakinah, mawaddah, warahmah. Untuk mencapai kebahagiaan dalam perkawinan adalah sebagaimana Rasulullah bersabda : Fazhfar bizzatiddiin, pilihlah wanita yang beragama.

Sungguh tidaklah mungkin bisa diwujudkan sakinah, mawaddah warhmah itu dengan iman yang berbeda dalam satu rumah tangga. Kalaupun terlihat ada maka itu adalah sementara,  tidak langgeng, semua  dan bisa jadi dipaksakan.   
 
Dalam menyikapi problematika pernikahan lain agama, tidak ada pilihan bagi seorang muslim kecuali bersandar kepada apa yang dikatakan Allah dan Rasulnya serta para sahabat dan ulama yang mengikutinya.

Sungguh sangatlah tidak baik jika dalam memahami masalah nikah lain agama  dengan bersandar kepada pendapat orang orang yang mengikuti akalnya, meskipun diantara mereka ada yang memiliki gelar Doktor bahkan Profesor.

Wallahu A’lam. (524)


Rabu, 30 Desember 2015

KEWAJIBAN MEMENUHI JANJI KEPADA ALLAH



KEWAJIBAN MEMENUHI JANJI KEPADA ALLAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Perintah memenuhi janji.
Ketahuilah saudaraku bahwa Allah telah memerintahkan kita untuk memelihara dan menepati janji, diantaranya adalah :

Allah berfirman :  “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu aufu bil ‘uquud”  Wahai orang orang yang beriman, penuhilah janji janji. (Q.S al Maidah 1)
Allah berfirman : “Wa aufuu bil ‘ahdi, innal ‘ahda kaana mas-uulaa”   Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta pertanggung- jawabannya. (Q.S al Isra’ 34).

Ciri orang munafik adalah mengingkari janji
Satu hal yang perlu menjadi perhatian kita pula adalah apa yang diperingatkan Rasulullah kepada umatnya bahwa mengingkari janji adalah salah satu tanda orang munafik. Rasulullah bersabda : “Ayatul munafiqi tsalats, Idzaa haddatsa kadzaba, wa idzaa wa’ada akhlafa wa idzaa tumina khaana” Tanda tanda orang munafik  ada tiga (1) Apabila berbicara ia berdusta (2) Apabila berjanji ia mengingkari (3) Apabila diberi amanat ia berkhianat" (H.R Imam Muslim)

Sungguh orang orang munafik adalah manusia yang bernilai buruk dimata Allah dan akan ditempatkan di neraka yang paling bawah.
Allah berfirman : “Innal munaafiqiina fiddarkil asfali minannaar. Walan tajida lahum nashiiraa”.  Sungguh orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (Q.S an Nisa’ 145). Na’udzubillahi min dzaalik.

Kewajiban paling utama adalah memenuhi janji kepada Allah Ta’ala
Sungguh kita telah banyak berjanji kepada Allah Ta’ala. Puncaknya adalah ucapan syahadat dan juga janji janji janji kita untuk taat dan memenuhi hak hak Allah. 

Beberapa diantara janji kita kepada Allah Ta'ala adalah : 

Pertama : Sebagai muslim kita telah berulang ulang mengucapkan syahadat baik dalam shalat maupun diluar shalat. Sungguh syahadat adalah persaksian kita terhadap Allah dan persaksian kita Rasul-Nya. Konsekwensinya adalah janji kita untuk taat kepada Allah secara ikhlas dan untuk mengikuti apa yang telah diajarkan Rasulullah dalam aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah.

Kedua : Didalam shalat baik shalat fardhu maupun shalat sunat kita selalu membaca surat al Fatihah sebagai salah satu syarat sahnya shalat kita. Pada surat al Fatihah terdapat janji kita kepada Allah yaitu : “Iyyaaka na’budhu wa iyyaaka nasta’iin”  Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.  Ini juga merupakan janji kita yang sangat jelas dan tegas bahwa kita akan taat kepada Allah.

Ketiga : Satu doa yang sering kita ucapkan baik dalam shalat maupun diluar shalat adalah : “Qul innash shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillahi rabbil ‘alamiin” Katakanlah (wahai Muhammad); Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Rabb seluruh alam. (Q.S al An’am 162).

Keutamaan memenuhi janji
Adalah kewajiban seorang hamba untuk memenuhi janji janjinya. Sungguh Allah Ta’ala akan  memberikan banyak keutamaan bagi seorang hamba yang senantiasa memenuhi janji  kepada-Nya.

Pertama : Akan mendapat pahala yang besar.
Allah berfirman : “Wa man aufaa bimaa ‘aahada ‘alaihullaha fasayu’tihii ajran ‘azhiimaa”. Dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Dia akan memberinya pahala yang besar.  (Q.S al Fath 10).
Allah menyebutkan pahala yang besar. Sebesar apa pahala yang akan diberikan hanya diketahui oleh yang memberi pahala itu yakni Allah Ta’ala (Lihat Tafsir Karimir Rahman).

Kedua : Dosa dosa diampuni dan dimasukkan kedalam surga.
Allah berfirman : “Wa aufuu bi’ahdii ‘uufi bi’ahdikum, wa iyyaya farhabuun”Dan penhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu dan takutlah kepada-Ku saja. (Q.S al Baqarah 40).

Imam Ibnu Jarir ath Thabari menafsirkan ayat ini : Bahwa janji Allah kepada mereka jika mengerjakannya dan akan dimasukkan kedalam surga.

Semoga Allah memberi kita semua kekuatan untuk selalu memenuhi kewajiban dan janji janji kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wallahu A’lam. (523)