BERSENTUHAN
DENGAN WANITA MEMBATALKAN WUDHU ?
Oleh : Azwir B. Chaniago
Terkadang
ada yang bertanya apakah bersentuhan dengan wanita membatalkan wudhu. Ketahuilah bahwa dalam masalah menyentuh wanita apakah membatalkan wudhu atau
tidak, dikalangan ulama ada tiga macam
pendapat :
Pertama : Menyentuh wanita membatalkan wudhu
secara mutlak. Pendapat ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ibnu Hazm, juga
pendapat dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar.
Kedua : Menyentuh wanita tidak membatalkan
wudhu secara mutlak. Pendapat ini dipilih oleh madzhab Abu Hanifah, Muhammad
bin Al Hasan Asy Syaibani, Ibnu Abbas, Thawus, Imam Hasan al Bashri, Atha’, dan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah.
Ketiga: Menyentuh
wanita membatalkan wudhu jika dengan syahwat. Pendapat ini adalah pendapat Imam
Malik dan pendapat Imam Ahmad yang masyhur.
Perbedaan pendapat ini muncul berkaitan dengan makna kalimat menyentuh wanita dalam firman Allah : “Wahai
orang-orang yang beriman ! Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh wanita, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); …” (Q.S Al Ma-idah 6)
Diantara
ulama yang menafsirkan kalimat lamastumun
nisaa’ dengan menyentuh perempuan adalah disandarkan pada perkataan Ibnu Mas’ud : Al lams
(lamastum), menyentuh, bermakna selain
jima. Ibnu Umar juga berpendapat
demikian. Jadi menurut beliau lamastumun nisaa’ bermakna selain berhubungan
badan seperti menyentuh (Lihat Tafsir ath Thabari).
Akan
tetapi, tafsiran dua ulama sahabat ini berbeda
dengan penafsiran Ibnu Abbas,
seorang sahabat yang lebih pakar dalam masalah tafsir. Ibnu Abbas berkata :
Namanya al mass, al lams dan al mubasyaraih bermakna jima’. Akan tetapi Allah
menyebutkan sesuai dengan yang Dia suka.
Dalam
lafazh yang lain Ibnu Abbas berkata : Makna ayat : lamastumun nisaa’ adalah jima’. (Lihat
Tafsir ath Thabari. Sanad riwayat ini shahih sebagaimana dikatakan oleh
Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh
Sunnah).
Ada beberapa hadits yang menguatkan pendapat bahwa menyentuh
wanita tidak membatalkan wudhu’. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ath Thabari
bahwa makna “lamastmun nisaa‘” dalam ayat tersebut adalah jima’ dan bukan dimaknakan dengan makna lain dari
kata al lams. Beliau beralasan terdapat hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bahwa beliau pernah mencium sebagian istrinya, lalu beliau
shalat dan tidak berwudhu lagi.
Dari
Aisyah, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mencium sebagian istrinya, lalu ia pergi
shalat dan tidak berwudhu. Seorang perawi yaitu ‘Urwah berkata pada Aisyah : Bukankah yang dicium itu
engkau ?. Setelah itu ‘Aisyah pun tertawa. (H.R an
Nasa’i).
Dari Aisyah, ia berkata : “Aku pernah
tidur di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku di
arah kiblat beliau. Ketika ia hendak sujud, ia meraba kakiku. Lalu aku memegang
kaki tadi. Jika bediri, beliau membentangkan kakiku lagi.” ‘Aisyah
mengatakan : Rumah Nabi ketika itu tidak ada penerangan. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Imam Ibnul Qayyim berkata : Sudah diketahui bahwa
para sahabat pasti selalu menyentuh istri-istrinya. Namun tidak diketahui kalau
ada satu perintah dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk berwudhu dan tidak ada satu riwayat yang
menyebutkan bahwa ketika itu para sahabat berwudhu. Padahal seperti ini sudah
sering terjadi ketika itu. Bahkan yang diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium
sebagian istrinya dann tanpa berwudhu lagi. Walaupun memang hadits ini
diperselisihkan oleh para ulama mengenai keshahihannya. Namun tidak ada riwayat
yang menyatakan bahwa beliau berwudhu karena sebab bersentuhan dengan wanita.
(Lihat Majmu’ Fatawa).
Dan
dalam hal ini tafsiran Ibnu Abbas lebih didahulukan dari tafsiran Ibnu Mas’ud
dan Ibnu ‘Umar karena beliau (Ibnu Abbas lebih pakar dalam hal ini. (Syaikh Abu Malik Shahih Fiqh Sunnah).
Selanjutnya, kalau kita melihat kepada dalil yang
ada maka bersentuhan dengan wanita tidaklah membatalkan wudhu’ demikian menurut
dalil dalil yang lebih kuat. Sungguhpun begitu ada permasalahan yang sangat
penting untuk kita perhatikan dalam hal menyentuh wanita. Sangatlah banyak dalil yang
menjelas bahwa seseorang laki laki
dilarang menyentuh wanita yang bukan mahramnya.
Rasulullah
bersabda : “La-an yuth’ana fii ra’si
ahadikum bi mikhyatin min hadiidin khairul lahu an yamassam-ra-atan laa tahillu
lahu”. Sungguh ditusuknya kepala salah seorang dari kalian dengan jarum
dari besi, lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal
baginya. (H.R ath Thabrani, Shahihul Jami’).
Dari
Aisyah :“Qaalat, wamaa massat yadu
rasulullahi salallahu ‘alaihi wasallama yadamra-atin illamra-atan yamlikuhaa”. Aisyah
berkata : Tidaklah Rasulullah Sallahu ‘alai Wasallam menyentuh tangan seorang
wanita kecuali wanita yang beliau miliki (istri istri beliau) H.R Imam
Bukhari.
Rasulullah
bersabda : “Innii laa ushaafihun nisaa’.
Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan wanita. (H.R ath Thabrani, dalam al Kabir).
Dari Aisyah : Qaalat, Wallahi massat yadhu yadamra-atin qaththu fil mubaaaya’ati wa
maa maa baaya’uhunna illa bi qaulihi” Aisyah berkata : Demi Allah, tangan
beliau tidak pernah menyentuh tangan perempuan sama sekali dalam bai’at. Beliau tidak membai’at para
wanita kecuali dengan perkataan (saja). H.R Imam Bukhari).
Insya
Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam (757)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar