AJAKLAH ISTRI BERMUSYAWARAH
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Syariat Islam telah memberi amanah
kepada setiap suami untuk menjadi kepala rumah tangga. Allah menetapkan hal ini
dengan firman-Nya : “Laki laki (suami)
itu pemimpin bagi (wanita) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki
laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki laki) telah
memberikan nafkah dari hartanya”. (Q.S an Nisa’ 34).
Posisi suami sebagai pemimpin
mendatangkan kewajiban terhadap keluarga yang dipimpinnya, diantaranya : (1)
Kewajiban ri’aayah yaitu memberi perhatian dan mengurus. (2) Kewajiban himaayah
yaitu memberi perlindungan. (3) Kewajiban ishlaah yaitu melakukan perbaikan
pada seluruh anggota keluarganya. (Lihat Aisaru at Tafasir).
Seorang suami berkewajiban pula
untuk membawa bahtera rumah tangganya menuju dua kemashlahatan yaitu mashlahat
di dunia dan mashlahat di akhirat. Secara khusus suami mendapat perintah : “Yaaa aiyuhal ladziina aamanuu quu anfusakum
wa ahliikum naaraa wa quuduhan naasu wal hijaarah”. Wahai orang orang yang
beriman !. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu. (Q.S at Tahrim 6).
Sebagai pemimpin, suami tidaklah
boleh bersifat arogan atau mau menang sendiri, benar sendiri dalam kepemimpinannya.
Suami bahkan sangat dianjurkan meminta pendapat, menerima saran bahkan
bermusyawarah dengan istrinya dalam berbagai masalah. Apalagi jika suami
mempunyai isteri yang cerdas, bijak dan berkemampuan menghadapi persoalan.
Diantara manusia ada yang keliru dalam menilai istrinya. Mereka beranggapan
bahwa istri hanya perlu tiga UR yaitu dapUR, sumUR dan kasUR.
Ketahuilah bahwa tentang
bermusyawarah dengan istri telah difirmankan Allah Ta’ala dalam surat al
Baqarah 233, dan ini berkaitan dengan menyapih anak mereka yang masih menyusu.
Allah berfirman : “Apabila keduanya ingin
menyapih (anak sebelum berumur dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa bagi keduanya”.
Selain itu jika keputusan tentang
sesuatu diambil dengan musyawarah antara suami-istri maka kedepannya tidak akan
terjadi saling menyalahkan. Saling menyalahkan bisa mendatangkan pengaruh buruk bagi
keluarga.
Lalu bagaimana jika pendapat isteri
akan menimbulkan mudharat dalam pandangan
suami ?. Dalam hal ini suami tentu harus menolaknya. Tolaklah dengan lemah
lembut dan bijak sembari menghargai pendapatnya. Jelaskan kekeliruan pendapatnya itu. Dalam
hal tidaklah baik membodoh bodohi istri apalagi melecehkan pendapatnya.
Sangatlah baik jika kita mengambil teladan
bagaimana Rasulullah pernah menerima pendapat dari salah seorang istri beliau
yaitu Ummu Salamah. Kisahnya adalah sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits cukup panjang yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Pada tahun ke 6 H Rasulullah
bersama 1.400 sahabat hendak melaksanakan Umrah. Tetapi ternyata kaum musyrikin
Makkah menghalangi halangi kaum muslimin untuk melaksanakannya. Lalu dibuatlah
perjanjian antara damai antara kedua belah pihak yang dikenal sebagai
perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian itu diantaranya berisi larangan bagi kaum
muslimin memasuki Makkah pada tahun itu.
Hal itu mendatangkan kekecewaan yang sangat bagi Sahabat karena isi perjanjian
itu dianggap merugikan kaum muslimin. Dan juga mereka urung mengunjungi Makkah
padahal mereka sudah berada di Hudaibiyah yaitu tempat yang sudah dekat dengan Makkah.
Setelah menyelesaikan penulisan
perjanjian (antara kaum muslimin dan kaum musyrikin), Rasulullah berkata kepada
para sahabat : “Quumuu fanharuu
tsummahliquu”. Ayo bangkitlah, sembelihlah hewan hewan kalian dan kemudian
bercukurlah kalian.
Namun ternyata tidak seorang pun
dari Sahabat yang beranjak untuk melakukannya hingga beliau mengulang
perintahnya tiga kali. Akan tetapi tetap saja tidak ada seorangpun yang
bangkit.
Ketika tidak ada seorang pun dari
Sahabat melaksanakannya, lalu Nabi menemui Ummu Salamah (istri beliau yang ikut
dalam rombongan itu). Nabi menceritakan kepadanya situasi yang beliau hadapi
dari orang orang.
Ummu Salamah berkata kepada beliau
: Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin mereka melakukannya ?. Silahkan engkau
keluar dulu kemudian janganlah berbicara dengan siapapun sampai engkau
menyembelih ontamu dan memanggil orang yang akan mencukur rambutmu.
Kemudian Rasulullah keluar tanpa
berbicara dengan siapapun. Lalu beliau menyembelih onta (qurban) nya dan
memanggil tukang cukur, lalu mencukur rambut beliau. Begitu menyaksikan hal
tersebut orang orang pun langsung menyembelih onta onta mereka dan sebagian
mereka mencukur rambut sebagian yang lain. Hingga keadaan menjadi ramai seakan
akan mereka (sedang) saling membunuh karena riuhnya suasana.
Hadits ini menunjukkan bahwa
Rasulullah menerima usulan istri beliau yaitu Ummu Salamah dan ternyata usulan
tersebut mendatang hasil. Tanpa aba aba para sahabat langsung melakukan apa yang
telah diperbuat oleh Rasulullah.
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata :
Dalam hadits ini terdapat petunjuk tentang keutamaan bermusyawarah. Dan juga
bolehnya bermusyawarah dengan wanita yang memiliki keutamaan. (Fathul Baari).
Oleh sebab itu seorang suami tidak
perlu merasa menerima pendapat istri kalau itu memang pendapat yang baik.
Seorang suami tidak selayaknya meremehkan usulan istrinya yang kalau usulan itu
baik.
Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (738).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar