WAKTU UTAMA
YANG DISYARIATKAN UNTUK BERSHALAWAT
Oleh : Azwir B. Chaniago
Sungguh
Allah Ta’ala memerintahkan orang orang yang beriman untuk bershalawat kepada
Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam. Bahkan Allah dan para malaikat-Nya juga
bershalawat kepada Rasulullah.
Allah
berfirman : “Innallah wal malaaikatahuu yushalluuna ‘alannabiyi. Ya
aiyuhalladzina aamanuu shallu ‘alaihi wa sallimuu tasliimaa”
Sesungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai
orang orang yang beriman, bershalawatlah
kalian untuk Nabi dan ucapkan
salam penghormatan kepadanya. (Q.S al Ahzaab 56).
Imam
Ibnu Katsir menjelaskan dalam Kitab Tafsirnya tentang maksud ayat ini adalah
bahwa : Allah Ta’ala memberitahu para hamba-Nya akan kedudukan Rasulullah di
sisinya dan dihadapan para malaikat. Dimana Allah memuji beliau dihadapan
malaikat. Begitu pula para malaikat bershalawat kepada beliau. Lalu Allah
Ta’ala memerintahkan kepada para penghuni bumi untuk bershalawat dan
mengucapkan salam kepada beliau agar berpadu pujian penghuni langit dan para
penghuni bumi semuanya untuk beliau.
Syaikh
as Sa’di berkata : Ayat ini mengandung pemberitahuan akan kesempurnaan
Rasulullah dan ketinggian derajatnya serta kemuliaan kedudukannya di sisi Allah
dan di sisi makhluk-Nya dan juga ketinggian kemasyhurannya. Allah dan malaikat
malaikatnya bershalawat untuk Nabi, maksudnya adalah Allah memujinya dihadapan
para malaikat-Nya dan malaikat muqarrabun (dekat dengan Allah) yang paling
tinggi kedudukannya karena kecintaan Allah Ta’ala kepada Rasulullah dan para
malaikat yang muqarrabun pun memuji dan mendoakannya.
“Wahai orang orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. Yaitu : (1) Dengan meneladani Allah dan para
malaikat-Nya dan sebagai balasan baginya atas sebagian haknya pada diri kalian.
(2) Sebagai pelengkap iman kalian untuk menghormati, mencintai dan memuliakannya. (3) Dan untuk menambah
amal kebajikan kalian serta penghapus bagi dosa dosa kalian. (Tafsir Taisir Karimir
Rahman).
Imam
Bukhari berkata : Abu ‘Aliyah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan shalawat
Allah atas Nabi Muhammad adalah pujian-Nya terhadap beliau di hadapan para
malaikat-malaikat-Nya. Sedang shalawat malaikat adalah doa. Ibnu ‘Abbas
menambahkan makna kata “yushalluuna” adalah memberkahi. Diriwayatkan
juga dari Sufyan ats-Tsauri dan ulama semasa beliau : Shalawat Rabb adalah rahmat sedang shalawat
malaikat adalah istighfar.
Diantara
keutamaan Shalawat adalah menjadi orang yang dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau bersabda : “Orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat
adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (H.R. at Tirmidzi, dan
dihasankan oleh Syaikh al-Albani).
Sangatlah banyak tempat dan keadaan yang utama
disyariatkan untuk bershalawat kepada
Rasulullah, diantaranya :
Pertama : Ketika tasyahud awal dan tasyahud akhir dan lafadznya telah diajarkan oleh
Rasulullah Salallahu ‘alahi Wasallam.
Dari
Ka’ab bin Ujrah, bahwa para sahabat pernah bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tentang tata cara shalawat ketika shalat. Beliau
menjawab, “Ucapkanlah: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali
Muhammad, kamaa shallaita ‘alaa Ibrahim, wa ‘alaa aali Ibrahim, innaka
hamiidum-majiid, Allahumma baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarakta
‘alaa Ibrahim, wa ‘alaa aali Ibrahim innaka hamiidum-majiid.
Ya
Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah
bershalawat kepada Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
lagi Maha Luas. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana
Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lahi Mahaluas.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Kedua : Ketika selesai mendengar adzan. Diantaranya adalah sebagaimana dijelaskan
dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Amr bahwa ia mendengar Nabi bersabda : “Apabila kamu mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya. Kemudian bershalawatlah kepadaku, karena barang siapa yang bershalawat sekali kepadaku maka
Allah membalasnya sepuluh kali kepadanya.
Kemudian mintalah kepada Allah untukku wasilah karena
sungguh ia adalah kedudukan yang tinggi di surga yang tidak patut (diraih)
kecuali oleh seorang hamba dari kalangan hamba hamba Allah. Dan aku berharap
akulah orangnya. Maka barangsiapa yang memohon wasilah kepada Allah untukku,
niscaya dia berhak mendapatkan syafaat. (H.R
Imam Muslim, at Tirmidzi dan Nasa’i).
Ketiga : Ketika hari Jumat yaitu sejak malam
hari Jumat, kita dianjurkan memperbanyak membaca shalawat. Dari ‘Aus bin ‘Aus,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hari yang
paling mulia adalah hari Jum’at. Pada hari ini, Adam diciptakan.... karena itu,
perbanyaklah membaca shalawat untukku. Karena shalawat kalian ditujukan
kepadaku.” (HR. An-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh
al-Albani).
Keempat :
Setiap pagi dan sore, kita dianjurkan membaca shalawat minimal 10 kali.
Dari Abu Darda’ radiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku
ketika shubuh 10 kali dan ketika sore 10 kali, maka dia akan mendapat
syafa’atku pada hari kiamat.” (H.R ath Thabrani dan dishahihkan al-Albani
dalam Shahih al-Jami’).
Kelima : Pada saat berkumpul bersama banyak orang untuk
memperbincangkan sesuatu, jangan lupa disertai dengan shalawat, Dari Abu
Hurairah radiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Jika ada sekelompok kaum yang duduk
bersama dan tidak mengingat Allah serta tidak bershalawat kepada Nabi mereka,
maka itu akan menjadi bahan penyesalan baginya. Jika Allah berkehendak, Allah
akan menghukum mereka, dan jika Allah berkehendak, Dia akan mengampuni mereka.”
(H.R Imam Ahmad, at Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syuaib al-Arnauth).
Keenam : Ketika menyebut nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
atau mendengar nama beliau disebut, kita
disyariatkan untuk membaca shalawat. Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah
orang yang ketika namaku disebut, dia tidak bershalawat untukku.” (H.R at
Tirmidzi).
Dari
Husain bin Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang bakhil, adalah orang yang ketika namaku disebut, dia tidak bershalawat
untukku.” (HR. Ahmad dan sanadnya dinilai shahih oleh Syuaib al-Arnauth).
Ketujuh : Ketika kita berdoa, maka mulailah dengan memuji Allah dan bershalawat untuk Nabi
Salallahu ‘alaihi Wasallam. Rasulullah
pernah mendengar seorang laki laki berdoa dalam shalatnya, namun tidak
mengagungkan Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi. Rasulullah bersabda : “Orang
ini terburu buru”.
Kemudian
Rasulullah memanggilnya dan bersabda : “Idza shalla ahadukum falyabda’ bitahmiidi
rabbihi’azza wajalla, watstsanaa-i ‘alaihi, tsummal yushalli ‘alan nabiyi
shalallahu ‘alaihi wasallama, tsummal yad’u ba’du bimaa syaa-a.” Jika salah
seorang dari kalian berdoa, hendaklah ia memulainya dengan mengucapkan hamdalah
serta puja dan puji kepada Allah, lalu bershalawat kepada Nabi,
barulah setelah itu ia berdoa meminta apa yang ia inginkan (H.R Abu Dawud, at Tirmidzi dan an Nasa’i,
dari Fudhalah bin ‘Ubaid).
Seorang hamba janganlah menghalangi
terkabul doanya dengan tidak membaca shalawat sebelum berdoa. Rasulullah bersabda
: “Kullu du’aa-in mahjuubun hatta yushalli ‘alan nabiyi shalallahu ‘alaihi
wasallam.” Semua doa terhalang hingga diucapkan shalawat
kepada Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam. (H.R ad Dailami, ath Thabrani dan al
Baihaqi
Kedelapan : Pada shalat jenazah. Shalawat disyariatkan untuk
dibaca ketika takbir kedua shalat
jenazah. “Bershalawat untuk Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam (pada takbir
kedua shalat jenazah) sebagaimana lafadz shalawat dalam tasyahhud. (Lihat
asy-Syarhul Mumti’, Syaikh Utsaimin)
Ketahuilah
bahwa shalawat kepada Nabi Salallahu
‘alaihi Wasallam adalah sesuatu yang disyariat sehingga memiliki nilai ibadah dan berpahala disisi Allah
Ta’ala bagi yang mengamalkannya. Oleh karena itu shalawat harus dilakukan
dengan dua syarat agar bernilai disisi Allah
yaitu ikhlas dan ittiba’. Jadi, setiap shalawat yang kita baca haruslah
:
Pertama : Tidak mengharapkan dari amalan tersebut
kecuali ridha Allah Ta’ala dan berharap pahala dari-Nya.
Kedua : Ittiba’ dalam shalawat yaitu : (1)
Mencontoh atau mengikuti redaksi shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah
sehingga tidak sampai berlebih lebihan atau ghuluw. (2) Tidak membuat redaksi shalawat sendiri karena
Rasulullah telah mengajarkan bagaimana cara bershalawat kepada beliau. (3)
Bershalawat pada moment atau waktu waktu yang diajarkan dan dicontohkan beliau.
Kita
memang terkadang menyaksikan pada zaman ini ada sebagian saudara saudara kita
yang bershalawat kepada Nabi dengan shalawat yang memuat unsur ghuluw. Shalawat
tersebut (barangkali dikarang sendiri atau dikarang oleh gurunya?) tidak pernah
diajarkan oleh Rasulullah. Mereka terkadang ghuluw dalam melafazkan shalawat
baik redaksinya maupun jumlahnya.
Oleh
karena itu, ada baiknya, sama sama kita
periksa kembali shalawat yang kita
amalkan selama ini apakah (1) Sudahkah
betul betul ikhlas karena Allah Ta’ala dan (2) Dengan redaksi shalawat serta
waktu waktu bershalawat yang telah diajarkan oleh Rasulullah Salallahu ‘alaihi
Wasallam.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita
semua. Wallahu A’lam. (746)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar