Rabu, 31 Agustus 2016

LARANGAN MEMBICARAKAN SEMUA YANG DIDENGAR



LARANGAN MEMBICARAKAN SEMUA YANG DIDENGAR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh banyak manusia zaman sekarang yang senang berbicara. Semua berita atau informasi yang pernah dia dengar ataupun yang dia baca  dibicarakan bahkan disebarkan melalui berbagai media sosial.
 
Selain itu, dalam berbagai pertemuan atau perkumpulan sosial banyak manusia membicarakan tentang kemungkaran di masyarakat, tentang kecurangan yang marajalela, tentang politik bahkan tentang agama. Pada hal terkadang diantara mereka  hanya  mendengar berita sepotong atau kulitnya saja.

Seorang yang beriman seharusnya berhati hati dalam berkata dan berbuat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan dalam firman-Nya : “Wala taqfu maa laisa laka bihi ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wa fu-aada kullu ulaa-ika kaana ‘anhu mas-uulaa” Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S al Isra’ 36). 

Seorang beriman seharusnya juga takut dan berhati hati dalam membicarakan berbagai hal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Ma yalfizhu min qaulin illa ladaihi raqibun ‘atid.” Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada padanya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Q.S. Qaaf 18).

Ayat ini antara lain menjelaskan bahwa setiap kata yang kita ucapkan akan dicatat dengan sangat lengkap oleh malaikat yang selalu berada dikiri kanan kita. Imam Hasan al Bashri dan Qatadah berpendapat bahwa jika melihat kepada zhahir ayat jelaslah bahwa Malaikat akan mencatat setiap ucapan.

Ali bin Abi Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia (Malaikat) akan menulis setiap kebaikan dan keburukan yang diucapkan. Bahkan ia akan mencatat ucapan aku makan, minum, datang , pergi, melihat dan sebagainya (Tafsir Ibnu Katsir).

Jadi sungguh tidaklah baik jika seorang hamba membicarakan dan menyampaikan semua berita yang ia dengar  tanpa lebih dahulu mengklarifikasi kebenarannya. Sebab perbuatan itu adalah tercela sebagaimana sabda Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa sallam : Kafaa bil mar-i kadziban an yuhadditsa bi kulli maa sami’ Cukuplah seseorang itu dikatakan pendusta jika ia  menyebarkan setiap berita yang ia dengar. (H.R Imam Muslim)

Hadits ini memberikan nasehat kepada kita untuk tidak membicarakan semua hal yang kita dengar, karena bisa jatuh kepada sikap bicara berlebihan karena kadang-kadang ditambahi dengan yang tidak didengar. Selanjutnya bisa jatuh kepada kebohongan.

Kenapa bisa begitu ?. Begini, dalam bergaul dengan masyarakat serta berbagai alat komunikasi dan informasi, setiap saat seseorang akan mendengar berbagai berita atau informasi. Misalkan hari ini kita mendengar 100 informasi dari berbagai sumber. Dapat dipastikan bahwa informasi yang kita dengar itu dua macam. (1) Informasi yang benar. (2) Informasi yang tidak benar atau dusta.

Nah kalau semua informasi yang kita dengar itu yaitu 100 lalu kita sebarkan semua maka pasti ada informasi yang tidak benar atau dusta yang kita sebarkan. Ini berarti kita telah ikut berbohong dengan menyebarkan berita bohong. 

Tapi bagaimana kalau informasi itu bohong tapi saya tidak tahu ?. Kalau memang tidak tahu bahwa informasi itu benar atau salah tentu tidak ada pilihan bagi kita kecuali : (1) Informasi itu tidak kita sebarkan. (2) Dicari dulu kebenarannya, dalam bahasa sehari hari disebut cek dan ricek.

Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan kita tentang kewajiban cek dan ricek ini. Allah berfirman :  “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu injaa-akum fasikun bi naba-in fa tabaiyanuu an tushiibu qauman bijahaa latin fa tushbihuu ‘alaa maa fa’altum naadimin”  Wahai orang orang yang beriman. Jika datang kepadamu seseorang yang fasik  membawa suatu  berita maka periksalah dengan teliti kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (Q.S al Hujuraat 6)

Syaikh as Sa’di berkata : Yang harus dilakukan ketika ada berita yang dibawa orang fasik adalah dicek  dan diperjelas. Jika terdapat berbagai bukti dan indikasi atas kebenaran berita tersebut maka diamalkan dan dipercayai.  Namun jika terdapat berbagai bukti dan indikasi menunjukkan kebohongan berita itu, maka tidak boleh dilaksanakan dan harus diingkari. Disini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa berita orang jujur bisa diterima, berita pendusta ditolak sedangkan berita orang fasik harus ditahan lebih dahulu yaitu untuk klarifikasi. (Kitab Tafsir Kariimir Rahman).

Selain itu Rasulullah mengingatkan bahwa janganlah seseorang bersandar kepada dugaan dugaan. Abu Mas’ud pernah ditanya : Apa yang pernah engkau dengarkan dari Rasulullah tentang prasangka atau dugaan ?. Ia menjawab : Aku pernah mendengar Raulullah bersabda : Bi’sa mathiyatur rajuli za’amuu” Dugaan dugaan adalah seburuk buruk sandaran seseorang. (H.R Abu Dawud).

Menyampaikan berita yang tidak jelas adalah   juga sesuatu yang dibenci Allah Ta’ala karena telah menyebarkan kabar burung. Rasulullah bersabda : “Innallaha kariha lakum tsalaatsan : Qiila wa qaala, wa ‘idhaa’atal maal, wa katsratas suu-aali” Sesungguhnya Allah Ta’ala membenci tiga perkara : Menyebarkan desas desus (kabar burung) menghambur hamburkan harta dan banyak bertanya (yang tujuannya menyelisihi jawabannya). H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Sunguh Rasulullah telah bersabda : “Min husni islamil mar’i tarkuhu ma laya’niih” Paling baiknya Islam seseorang (ialah) meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya. (H.R Ibnu Majah, dalam Shahihul Jami’).

Imam Ibnu Rajab antara lain menjelaskan : Maksud hadits ini,  salah satu tanda  bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan apapun yang tidak perlu baginya baik itu berupa perkataan dan perbuatan. Ia hanya akan berkata dan berbuat apa yang perlu baginya. Keperluan yang dimaksud adalah perkara yang ia butuhkan sehingga ia mencari dan mengharapkannya.

Selanjutnya Imam Ibnu Rajab berkata : Para ulama salaf sangat memuji orang diam yang ingin meninggalkan keburukan dan perkara yang tidak perlu baginya. Mereka selalu membina dan memperjuangkan diri untuk diam dari hal-hal yang tidak perlu bagi mereka. (Jami’ul Ulum wal Hikam).

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (777)

Selasa, 30 Agustus 2016

AMAL SHALIH DAN KEUTAMAANNYA YANG BANYAK



AMAL SHALIH DAN KEUTAMAANNYA YANG BANYAK
Oeh : Azwir B. Chaniago

Prof. DR. Hamka berkata : Bahwa  tidak ada kegunaan lain manusia diciptakan Allah  kecuali untuk beribadah dan mengabdi kepadaNya.
Sungguh, tujuan penciptaan manusia telah dijelaskan Allah yaitu semata-mata untuk beribadah kepadaNya. Allah berfirman : “Wama khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun”  Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu. (Q.S adz Dzariat 56).

Ketahuilah, bahwa jika ada diantara kita diberi pangkat dan jabatan maka itu haruslah dimanfaatkan dalam rangka beribadah kepada Allah. Jika ditakdirkan memiliki harta yang banyak itu juga haruslah dimanfaatkan dalam rangka beribadah kepada Allah. Ditakdirkan menjadi orang yang berilmu maka itupun haruslah dimanfaatkan dalam rangka beribadah kepada Allah. Ditakdirkan tidak memiliki apa apa juga harus tetap beribadah kepada-Nya. Semuanya wajib dibuktikan  dengan melakukan  amal amal shalih untuk  mencari ridha Allah Ta’ala.   

Lalu apa makna amal shalih.  Secara bahasa amal berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau tindakan, sedangkan shalih berarti yang baik atau yang patut. Menurut istilah, amal saleh ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan balasan pahala yang berlipat diakhirat. Islam memandang bahwa amal saleh merupakan manifestasi keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, amal shaleh diartikan sebagai perbuatan yang sungguh-sungguh dalm menjalankan ibadah atau menunaikan kewajiban agama misalnya melakukan perbuatan baik terhadap sesama manusia. 

Dalam rangka mengabdi   kepada Allah Ta'ala maka wajiblah bagi setiap hamba untuk melakukan amal shalih yang  terbaik dan dalam bahasa agama disebut ahsanu amala. 

Allah berfirman : “Alladzi khalaqal mauta wal hayaata liyabluwakum aiyukum ahsanu ‘amala, wa huwal ‘aziizul ghafuur”  (Dialah) Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Mahapengampun. (Q.S al Mulk 2).  
      
Al Imam Fudhail bin Iyadh menjelaskan bahwa :  Ahsanu amala, paling baik amalnya  dalam ayat ini maksudnya adalah paling ikhlas dan paling sesuai dengan syariat. Kemudian ada yang bertanya : Apakah maksud yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan syariat ? Lalu beliau menjawab : Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tetapi tidak sesuai dengan syariat maka tidak diterima. Demikian pula apabila sesuai dengan syariat tetapi tidak ikhlas maka amalan itu tidak diterima, hingga amalan tersebut ikhlas dan sesuai dengan syariat. (Hilyah al Auliya’).

Sungguh Allah Ta’ala telah menjanjikan kebaikan dan keutamaan yang banyak bagi seorang hamba yang dengan ikhlas melakukan amal shalih, diantaranya : 

Pertama :  Allah akan memberikan rizki yang baik.

Allah akan mengkaruniakan kehidupan yang baik dengan cara memberikan rizki yang halal dan baik kepada hamba-Nya yang selalu beramal shalih.  Sehingga apa yang ia makan adalah rizki yang baik.

Allah berfirman : “Falladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati lahum maghfiratun wa rizqun kariim”.   Maka  orang-orang yang beriman dan beramal shalih,  mereka memperoleh  ampunan dan rizki yang mulia”.(Q.S al  Hajj 50)

Kedua : Allah Akan memberikan derajat yang tinggi.

Allah berfirman : “Tetapi barangsiapa datang kepada Rabb-nya dalam keadaan beriman, dan telah mengerjakan  amal shalih, Maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh derajat yang tinggi (mulia)”. Q.S Thaahaa 75.

Syaikh as Sa’di berkata : “memperolehderajat yang tinggi  (mulia)” yaitu tempat tempat yang tinggi di kamar kamar yang penuh dengan hiasan, kenikmatan yang berlangsung terus menerus, sungai sungai yang mengalir, keabadian yang langgeng, keceriaan yang mendalam yang tidak tersaksikan oleh mata, didengar oleh telinga dan tidak terbetik di hati seorang pun (Tafsir Taisir Karimir Rahman).


Ketiga : Allah akan memberi hidayah atau petunjuk yang benar.

Allah berfirman  : …“Fa aaminuu billahi wa rasuulihin nabiyil ummiyilladzii yu’minu billahi wa kalimaatihii, wattabi’uhu la’allakum tahtaduun”. …Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat kalimat-Nya (kitab kitab-Nya) dan ikutilah dia supaya kamu mendapat petunjuk.  (Q.S al A’raaf 158).

Juga firman Allah dalam surat Yunus ayat 9 : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, niscaya diberi petunjuk oleh Rabb-nya  karena keimanannya. Mereka  di dalam syurga yang penuh kenikmatan, mengalir dibawahnya sungai sungai”.

Keempat : Allah akan memberikan pahala yang sempurna.

Allah Ta’ala berfirman : “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (Q.S Ali Imran 57).

Imam Ibnu Katsir berkata : “Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan amalan mereka” Yaitu di dunia dan diakhirat. Pahala di dunia berupa pertolongan dan kemenangan sedangkan di akhirat berupa surga-surga yang tinggi. (Tafsir Ibnu Katsir)

Kelima : Allah akan menghapus dosa dosanya dan memberi balasan yang lebih baik.

Allah berfirman : “Dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih, pasti akan Kami hapus kesalahan kesalahannya dan mereka pasti akan  Kami beri balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”. (Q.S al Ankabut 7).

Imam Ibnu Katsir berkata : Orang yang beriman dan beramal shalih bagi mereka sebaik baik balasan. Dan Dia pun menghapuskan dari mereka amal amal buruk yang mereka lakukan serta membalas mereka dengan pahala sesuai kebaikan yang mereka lakukan. Dia menerima kebaikan yang sedikit dari hamba-Nya. Membalas satu kebaikan dengan sepuluh hingga tujuh ratus  kali lipat dan mengganjar keburukan dengan balasan yang setimpal atau Dia memaafkan dan menghapusnya.  (Tafsir Ibnu Katsir).

Selain itu, amal shalih seorang hamba  dapat melebur dosanya. sebagaimana sabda Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dimanapun kamu berada, dan iringilah perbuatan buruk itu dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji”. (H.R Imam Bukhari)

Keenam : Allah akan memberikan kehidupan yang baik.

Allah berfirman : “Man ‘amila shaalihan, min dzakarin au untsaa wahuwa mu’minun fala nuhyiyannahu hayaatan thaiyibah. Wala najziyannahum ajrahum bi ahsani maa kaanuu ya’maluun”. Barangsiapa  yang melakukan amal shalih, baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S an Nahal 97). 

Syaikh as Sa’di menjelaskan bahwa makna kehidupan yang baik dalam ayat ini adalah mendapatkan ketenteraman hati dan ketenangan jiwa dan Allah memberinya rezki yang halal lagi baik dari arah yang tidak disangka sangkanya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Ketujuh : Allah menjadikannya  penghuni surga.

Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”. (Q.S Huud 23).

Allah berfirman : “Wa basysyiril ladziina aamanuu wa ‘amilush shalihaati anna lahum jannatin tejrii min tahtihal anhaar” . Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang yang beriman dan beramal shalih bahwa untuk mereka (disediakan) surga surga yang mengalir dibawahnya sungai sungai.  (Q.S al Baqarah 25).
Allah Ta’ala berfirman : “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh Maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata”. (Q.S al Jaatsiyah 30).

Imam Ibnu Katsir berkata : Allah memberitahukan tentang keputusan yang Dia berikan kepada semua makhluk-Nya pada hari Kiamat kelak. “Adapun orang orang yang beriman dan beramal shalih, yakni hati mereka beriman lalu seluruh anggota badan mereka mengerjakan amal shalih (yaitu) yang dikerjakan secara tulus dan sesuai dengan syariat “maka Rabb mereka memasukkan mereka kedalam rahmat-Nya, yaitu surga. (Tafsir Ibnu Katsir).

Itulah sebagian dari kebaikan dan keutamaan yang dijanjikan Allah Ta'ala bagi orang yang melakukan amal shalih dengan penuh iman dan ikhlas. Oleh karena itu seorang hamba akan terus berjuang untuk melakukan amal shalih baik amalan amalan yang wajib maupun yang sunnah sesuai kemampuannya.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (776)

DOA KHALIFAH UMAR MEMOHON SYAHID DI MADINAH



DOA KHALIFAH UMAR MEMOHON SYAHID DI MADINAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Pada tahun 23 H, Khalifah  Umar bin Khaththab  radhiyallahu ’anhu melaksanakan ibadah haji. Ketika   wukuf di Arafah beliau  membaca doa sebagai berikut: 

 اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ وَوَفَاةً بِبَلَدِ رَسُولِكَ 
 “Ya Allah aku mohon mati syahid di jalanMu dan wafat di negeri Rasul-Mu (Madinah)” H.R Imam Malik bin Anas. 

Sepulangnya  dari menunaikan ibadah haji beliau menceritakan tentang doanya kepada salah seorang sahabat di Madinah. Maka sahabat tersebut berkomentar : “Wahai Khalifah, jika engkau berharap mati syahid maka tidak mungkin di sini. Pergilah keluar untuk berjihad, niscaya engkau bakal menemuinya.”

Dengan ringan Umar radhiyallahu ’anhu menjawab: ”Aku telah mengajukannya kepada Allah. Terserah Allah.” 

Keesokan paginya, yaitu hari Rabu tanggal 25 Dzulhijjah saat Umar radhiyallahu ’anhu  mengimami shalat  shubuh di masjid Nabawi, tiba-tiba dalam kegelapan  pagi itu muncul seorang pengkhianat yaitu budak  Majusi bernama Abu Lu’lu’ah menghunuskan pisaunya ke tubuh   Khalifah Umar. Beliau luka dengan tiga tusukan yang menyebabkan beliau rubuh   di  mihrab. 

Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ’anhu segera menggantikan posisi Imam shalat shubuh melanjutkan hingga selesai sambil menangis sesunggukan mengkhawatirkan nasib Umar radhiyallahu ’anhu.

Ketahuilah bahwa doa Khalifah Umar  meminta mati syahid di Madinah  dalam pikiran sebagian orang  adalah suatu yang sulit terjadi karena di Madinah waktu itu tidak dalam keadaan perang. Namun demikian itu sangat mudah jika  Allah Ta’ala berkehendak   untuk mengabulkan doa hamba-Nya. 

Begitulah Khalifah Umar bin Khaththab, dia tahu yang terbaik bagi dirinya lalu berdoa, memohon kepada Allah dan ternyata doanya diijabah. Dua hal yang beliau minta ternyata memiliki nilai yang  sangat utama, yaitu  :

Pertama : Tentang mati syahid.
Sungguh sangatlah banyak keutamaan dan kebaikan yang akan diperoleh orang yang mati syahid. Diantaranya adalah sebagaimana dimaksud dalam sabda Rasulullah :“Orang yang mati syahid mendapatkan enam hal di sisi Allah.  Diampuni dosa dosanya sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan kedudukannya di surga, diselamatkan dari siksa kubur, dibebaskan dari ketakutan yg besar, dihiasi dgn perhiasan iman, dikawinkan dgn bidadari dan dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang kerabatnya” (H.R Ibnu Majah).

Kedua : Tentang wafat di Madinah.
Rasulullah bersaksi bagi seseorang yang wafat di Madinah. Ini juga suatu keutamaan sebagaimana  disebutkan dalam sabda Rasulullah : “Barangsiapa di antara kalian mampu meninggal dunia di Kota Madinah hendaknya ia melaksanakannya, sesungguhnya aku akan bersaksi bagi siapa saja yang meninggal di Kota Madinah.” (H.R Ibnu Majah, dari Ibnu Umar).

Wallahu A’lam. (775).