PENGHALANG UNTUK MELAKUKAN MUHASABAH
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Salah satu yang sangat dianjurkan bagi seorang hamba untuk kebaikan dunia dan
akhiratnya adalah melakukan muhasabah. Apa itu muhasabah. Secara sederhana
dapat dikatakan : Introspeksi diri yakni memeriksa diri terhadap apa yang telah
dilakukan dan apa yang telah diucapkan pada setiap saat dalam kehidupan ini.
Sungguh, Allah Ta’ala telah memerintahkan orang orang yang
beriman agar selalu melakukan muhasabah.
Allah Ta’ala berfirman : “Yaa
aiyuhal ladzina aamanut taqullaha wal tandzur nafsun maa qaddamat lighad,
wattaqullaha, innalallaha khabiirun bimaa ta’maluun” Wahai orang orang yang
beriman. Bertakwalah kepada Allah dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S al Hasyr 18).
Tentang ayat ini, berkata Imam asy Syinqithi dalam Adhwa’ul
Bayan : Tatkala telah memperhatikan yang telah lalu sehingga mengetahui
kekuranganya dan pelanggarannya maka datang perintah yang kedua untuk bertakwa
pada amalan amalan yang akan datang dan selalu muraqabah dalam berbuat.
Rasulullah
bersabda : “Orang yang pandai adalah orang yang menghisab
(mengevaluasi, mengintrospeksi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan
sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa
nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala”. (H.R
Imam at Tirmidzi).
Amat disayangkan, disebabkan perlombaan dalam berbagai bidang kehidupan yang serba modern,
serba canggih dan serba cepat, adu cepat bahkan rebutan dalam urusan dunia maka
kebanyakan manusia (seolah olah) tidak punya waktu lagi untuk melakukan
muhasabah.
Pada
hal, sungguh sangatlah banyak manfaat yang diperoleh orang orang yang
senantiasa melakukan muhasabah terhadap dirinya. Diantaranya adalah :
Pertama : Hisab di akhirat menjadi
ringan.
Seorang hamba yang senantiasa melakukan
muhasabah terhadap apa yang telah diucapkan dan apa yang telah diperbuatnya
akan memiliki potensi yang kuat untuk selalu menjaga diri dari berbagai
keburukan. Ini akan meringankan bebannya menghadapi hisab di akhirat kelak.
Umar bin Khaththab berkata : Hisablah (evaluasilah, introspeksilah,
periksalah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah)
kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan
menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di dunia.
Kedua
: Mengetahui aib dan kesalahan dirinya.
Seseorang terkadang lupa dengan aib
dan kekurangan dirinya. Dan yang lebih buruk lagi adalah jika dia tidak pernah
lupa dengan aib orang lain. Sungguh ini adalah musibah besar. Diantara cara
agar terhindar dari musibah ini adalah dengan senantiasa melakukan introspeksi,
evaluasi diri atau muhasabah.
Berkata Imam Ibnul Qayyim : Membenci
jiwa dan menundukkannya karena Allah termasuk sifat ash shiddiqin dan seorang
yang mendekat kepada Allah dengan cara seperti itu berlipat kali lebih baik
dari pada ia mendekat kepada Allah dengan amalannya (Ighatsul Lahfan).
Ketiga
: Menumbuhkan sifat malu.
Seorang yang selalu melakukan
muhasabah maka akan muncul sifat malu kepada Allah atas keburukan yang pernah
diucapkan dan pernah diperbuatnya. Diantara manfaat lain adalah bahwa jika seseorang membiasakan
diri menjaga rasa malu kepada Allah Ta’ala maka rasa malu itu akan
menghalanginya untuk melakukan perbuatan buruk. Pada gilirannya rasa malu itu akan menjadi kebiasaan,
tabiat dan perangainya sehingga menjadikannya juga malu kepada manusia dan
akhirnya mencegah dirinya melakukan
perbuatan buruk terhadap sesama.
Keempat
: Membuat seseorang sibuk dengan urusan akhirat.
Seorang hamba haruslah menyibukkan
diri di dunia ini untuk persiapan akhiratnya. Ini adalah buah dari muasabah
yang senantiasa dilakukannya. Berkata Ibnu Mas’ud : Barangsiapa yang ingin
akhirat maka ia akan disusahkan oleh dunia. Dan siapa yang ingin dunia maka dia
akan disusahkan oleh akhirat. Maka susahlah untuk sesuatu yang fana (dunia)
untuk mendapatkan yang baqa (akhirat).
Demikian banyaknya manfaat melakukan
musahabah, lalu adakah penghalang penghalang bagi manusia untuk muhasabah ?. Ya
memang ada, diantaranya adalah :
Pertama
: Berbaik sangka kepada diri.
Menganggap diri tidak mempunyai
kekurangan dan cela. Akibatnya tidak berusaha lagi melihat kekurangan sendiri
lalu lalai untuk melakukan muhasabah.
Yang lebih berbahaya lagi adalah senantiasa memperhatikan kekurangan orang lain
dan hampir tidak pernah melihat kekurangan diri sendiri. Akhirnya terhalang untuk melakukan muhasabah.
Imam Fudhail bin ‘Iyadh berkata : Wahai si fakir (dirinya
sendiri), (1) Engkau sering berbuat keburukan sementara engkau menganggap
dirimu orang baik. (2) Engkau jahil sementara engkau menganggap berilmu. (3)
Engkau bodoh sementara engkau menganggap dirimu pintar. (4) Ajalmu tinggal
sebentar sedangkan angan anganmu
sangatlah panjang.
Imam ad Dzahabi mengomentari : Demi Allah, beliau (Fudhail)
benar. (Lalu adz Dzahabi menambahkan) : (1) Engkau zhalim tapi merasa
dizhalimi. (2) Engkau makan yang haram sementara engkau merasa orang yang wara’
(3) Engkau fasik tapi merasa sebagai orang
yang adil. (4) Engkau menuntut ilmu karena dunia tapi engkau beranggapan
dirimu menuntut ilmu karena Allah Ta’ala. (Lihat Tahdzi as Siyar).
Kedua : Tertipu dengan
urusan dunia.
Ini juga merupakan
salah satu penghalang dalam melakukan muhasabah. Memang manusia memiliki kesibukan mengurus
usaha, pekerjaan, harta, keluarga dan yang lainnya, tetapi jangan berlebihan.
Jangan dijadikan tujuan utama, sehingga bisa membuat lalai dalam mengingat Allah dan beribadah
kepada-Nya.
Allah
berfirman : “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu laa tulhikum
amwaalukum walaa aulaadukum ‘an dzikrillahi wa man yaf’al dzaalika faulaa-ika
humul khaasiruun” Wahai orang orang yang beriman. Janganlah harta bendamu
dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa yang
berbuat demikian maka mereka itulah orang orang yang rugi. (Q.S al Munaafiquun 9).
Ketiga
: Banyak melakukan maksiat.
Orang yang terus menerus bermaksiat akan tenggelam dalam kemaksiatan
yang semakin dalam. Ketahuilah saudaraku, bahwa perbuatan dosa dan maksiat
akan melahirkan musibah. Ketahuilah
bahwa lalai dalam melakukan muhasabah hakikatnya adalah musibah besar dan
tidaklah musibah itu datang melainkan karena perbuatan maksiat.
Allah berfirman : “wa maa ashabakum min mushiibatin fabima kasabat aidiikum wa ya’fuu ‘an katsiir”. Dan musibah apa saja yang menimpa kamu adalah karena
perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan
kesalahanmu). Q.S asy Syuura 30.
Para ulama menjelaskan bahwa kasabat aidiikum, perbuatan tanganmu dalam ayat ini maknanya adalah dosa dosa kalian.
Sungguh seseorang yang tidak meninggalkan maksiat akan jauh
dari keinginan untuk melakukan muhasabah karena maksiat adalah salah satu
penghalangnya.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu
A’lam. (752)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar