Minggu, 14 Agustus 2016

PENGHALANG MELAKUKAN MUHASABAH



PENGHALANG UNTUK MELAKUKAN MUHASABAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Salah satu yang sangat dianjurkan bagi  seorang hamba untuk kebaikan dunia dan akhiratnya adalah melakukan muhasabah. Apa itu muhasabah. Secara sederhana dapat dikatakan : Introspeksi diri yakni memeriksa diri terhadap apa yang telah dilakukan dan apa yang telah diucapkan pada setiap saat dalam kehidupan ini.

Sungguh, Allah Ta’ala telah memerintahkan orang orang yang beriman agar selalu melakukan muhasabah.   Allah Ta’ala berfirman : “Yaa aiyuhal ladzina aamanut taqullaha wal tandzur nafsun maa qaddamat lighad, wattaqullaha, innalallaha khabiirun bimaa ta’maluun” Wahai orang orang yang beriman. Bertakwalah kepada Allah dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S  al Hasyr 18).

Tentang ayat ini, berkata Imam asy Syinqithi dalam Adhwa’ul Bayan : Tatkala telah memperhatikan yang telah lalu sehingga mengetahui kekuranganya dan pelanggarannya maka datang perintah yang kedua untuk bertakwa pada amalan amalan yang akan datang dan selalu muraqabah dalam berbuat.   

Rasulullah  bersabda : “Orang yang pandai adalah orang yang menghisab (mengevaluasi, mengintrospeksi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala”. (H.R Imam at Tirmidzi).

Amat disayangkan, disebabkan perlombaan dalam berbagai bidang kehidupan yang serba modern, serba canggih dan serba cepat, adu cepat bahkan rebutan dalam urusan dunia maka kebanyakan manusia (seolah olah) tidak punya waktu lagi untuk melakukan muhasabah.

Pada hal, sungguh sangatlah banyak manfaat yang diperoleh orang orang yang senantiasa melakukan muhasabah terhadap dirinya. Diantaranya adalah :

Pertama : Hisab di akhirat menjadi ringan.
Seorang hamba yang senantiasa melakukan muhasabah terhadap apa yang telah diucapkan dan apa yang telah diperbuatnya akan memiliki potensi yang kuat untuk selalu menjaga diri dari berbagai keburukan. Ini akan meringankan bebannya menghadapi hisab di akhirat kelak.

Umar bin Khaththab berkata : Hisablah (evaluasilah, introspeksilah, periksalah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di dunia.

Kedua : Mengetahui aib dan kesalahan dirinya.
Seseorang terkadang lupa dengan aib dan kekurangan dirinya. Dan yang lebih buruk lagi adalah jika dia tidak pernah lupa dengan aib orang lain. Sungguh ini adalah musibah besar. Diantara cara agar terhindar dari musibah ini adalah dengan senantiasa melakukan introspeksi, evaluasi diri atau muhasabah.

Berkata Imam Ibnul Qayyim : Membenci jiwa dan menundukkannya karena Allah termasuk sifat ash shiddiqin dan seorang yang mendekat kepada Allah dengan cara seperti itu berlipat kali lebih baik dari pada ia mendekat kepada Allah dengan amalannya (Ighatsul Lahfan).

Ketiga : Menumbuhkan sifat malu.
Seorang yang selalu melakukan muhasabah maka akan muncul sifat malu kepada Allah atas keburukan yang pernah diucapkan dan pernah diperbuatnya. Diantara manfaat lain adalah bahwa jika seseorang membiasakan diri menjaga rasa malu kepada Allah Ta’ala maka rasa malu itu akan menghalanginya untuk melakukan perbuatan buruk. Pada gilirannya rasa malu itu akan menjadi kebiasaan, tabiat dan perangainya sehingga menjadikannya juga malu kepada manusia dan akhirnya mencegah dirinya  melakukan perbuatan buruk terhadap sesama.

Keempat : Membuat seseorang sibuk dengan urusan akhirat.
Seorang hamba haruslah menyibukkan diri di dunia ini untuk persiapan akhiratnya. Ini adalah buah dari muasabah yang senantiasa dilakukannya. Berkata Ibnu Mas’ud : Barangsiapa yang ingin akhirat maka ia akan disusahkan oleh dunia. Dan siapa yang ingin dunia maka dia akan disusahkan oleh akhirat. Maka susahlah untuk sesuatu yang fana (dunia) untuk mendapatkan yang baqa (akhirat).

Demikian banyaknya manfaat melakukan musahabah, lalu adakah penghalang penghalang bagi manusia untuk muhasabah ?. Ya memang ada, diantaranya adalah :

Pertama : Berbaik sangka kepada diri.
Menganggap diri tidak mempunyai kekurangan dan cela. Akibatnya tidak berusaha lagi melihat kekurangan sendiri lalu lalai  untuk melakukan muhasabah. Yang lebih berbahaya lagi adalah senantiasa memperhatikan kekurangan orang lain dan hampir tidak pernah melihat kekurangan diri sendiri. Akhirnya   terhalang untuk melakukan  muhasabah.
 
Imam Fudhail bin ‘Iyadh berkata : Wahai si fakir (dirinya sendiri), (1) Engkau sering berbuat keburukan sementara engkau menganggap dirimu orang baik. (2) Engkau jahil sementara engkau menganggap berilmu. (3) Engkau bodoh sementara engkau menganggap dirimu pintar. (4) Ajalmu tinggal sebentar sedangkan  angan anganmu sangatlah panjang. 

Imam ad Dzahabi mengomentari : Demi Allah, beliau (Fudhail) benar. (Lalu adz Dzahabi menambahkan) : (1) Engkau zhalim tapi merasa dizhalimi. (2) Engkau makan yang haram sementara engkau merasa orang yang wara’ (3) Engkau fasik tapi merasa sebagai orang  yang adil. (4) Engkau menuntut ilmu karena dunia tapi engkau beranggapan dirimu menuntut ilmu karena Allah Ta’ala. (Lihat Tahdzi as Siyar).

Kedua : Tertipu dengan urusan dunia.
Ini juga merupakan salah satu penghalang dalam melakukan muhasabah.  Memang manusia memiliki kesibukan mengurus usaha, pekerjaan, harta, keluarga dan yang lainnya, tetapi jangan berlebihan. Jangan dijadikan tujuan utama, sehingga bisa membuat lalai dalam mengingat Allah dan beribadah kepada-Nya.

Allah berfirman :  “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu laa tulhikum amwaalukum walaa aulaadukum ‘an dzikrillahi wa man yaf’al dzaalika faulaa-ika humul khaasiruun” Wahai orang orang yang beriman. Janganlah harta bendamu dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang orang yang rugi.  (Q.S al Munaafiquun 9).

Ketiga : Banyak melakukan maksiat.
Orang yang terus menerus  bermaksiat akan tenggelam dalam kemaksiatan yang semakin dalam. Ketahuilah saudaraku, bahwa perbuatan dosa dan maksiat akan melahirkan musibah. Ketahuilah bahwa lalai dalam melakukan muhasabah hakikatnya adalah musibah besar dan tidaklah musibah itu datang melainkan karena perbuatan maksiat.

Allah berfirman : “wa maa ashabakum min mushiibatin fabima kasabat aidiikum wa ya’fuu ‘an katsiir”. Dan musibah apa saja yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kesalahanmu). Q.S asy Syuura 30.

Para ulama menjelaskan bahwa kasabat aidiikum, perbuatan tanganmu dalam ayat ini maknanya adalah dosa dosa kalian.

Sungguh seseorang yang tidak meninggalkan maksiat akan jauh dari keinginan untuk melakukan muhasabah karena maksiat adalah salah satu penghalangnya.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam.  (752)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar