BIJI TASBIH UNTUK MENGHITUNG BILANGAN DZIKIR ?
Oleh : Azwir B. Chaniago
Sungguh
Allah Ta’ala telah menyuruh orang yang beriman untuk senantiasa banyak
berdzikir sebagaimana disebut dalam firman-Nya : “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu udzukurullaha dzikran kasyiiraa”. Wahai
orang orang yang beriman berdzikirlah (dengan menyebut Nama) Allah, dzikir yang
sebanyak banyaknya. (Q.S al Ahzaab 41).
Syaikh
as Sa’di berkata : Allah memerintahkan orang orang beriman agar berdzikir,
mengingat-Nya sebanyak banyaknya dalam bentuk tahlil, tahmid, tasbih, takbir
dan lain lainnya dari setiap bacaan yang mengandung pendekatan diri kepada
Allah. Minimalnya hendaklah seorang manusia menekuni wirid (dzikir) pagi dan
sore, dzikir seusai shalat lima waktu dan disaat kondisi tertentu dan sebab
sebab khusus (seperti dzikir mau keluar rumah, masuk masjid, keluar masjid dan
yang lainnya, pen). Dan hendaknya hal ini ditekuni secara terus menerus
sepanjang waktu dalam segala kondisi. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Sungguh
sangatlah banyak keutamaan berdzikir bagi seorang hamba, diantaranya adalah :
Pertama : Allah berfirman : Fadzkuruunii adzkurkum wasykuruulii wa laa takfuruun”. Karena itu
ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan
rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku. (Q.S al Baqarah
152).
Kedua : Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam
menjelaskan keutamaan berdzikir, diantaranya sebagaimana disabdakan beliau : “Maukah kamu aku tunjukkan perbuatanmu yang
terbaik, paling suci disisi Rajamu (Rabbmu), dan paling mengangkat derajatmu.
Lebih baik bagimu daripada menginfakkan emas dan perak. Dan lebih baik bagimu
daripada bertemu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal
lehermu ?. Para sahabat yang hadir berkata : Mau (wahai Rasulullah). Beliau
bersabda : Dzikir kepada Allah Yang Mahatinggi”. (H.R at
Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Ketiga : Rasulullah juga mengabarkan kepada kita
bagaimana bedanya antara orang berdzikir dan yang tidak berdzikir. Beliau
bersabda : “Matsalul ladzii yadzkuru
rabbahu walladzii laa yadzkuru rabbahu matsalul hayyi wal maiyit”.
Perumpamaan orang yang berdzikir (ingat)
kepada Rabb-nya dengan orang yang tidak bersdzikir kepada Rabb-nya laksana orang
yang hidup dengan orang yang mati. (H.R Imam Bukhari)
Diantara tata cara pelaksanaan dzikir dalam
syariat Islam ada dua macam yaitu :
Pertama : Dzikir muqayyad. Dzikir
muqayyad adalah dzikir yang terikat dengan waktu, tempat dan bilangan tertentu,
seperti dzikir setelah shalat, dzikir pagi dan petang, dzikir setelah adzan dan
lain-lain. Dzikir ini harus diterapkan sebagaimana tuntunannya tanpa ada
sedikitpun penambahan atau pengurangan atau menggantikannya dengan kata yang lain.
Kedua : Dzikir mutlaq. Dzikir mutlaq adalah dzikir
yang tidak terikat dengan waktu,
tempat dan bilangan tertentu, akan tetapi ia dapat dilakukan pada setiap saat
bahkan tidak perlu dihitung jumlahnya.
Lalu
bagaimana menghitung bilangan dzikir ?. Sebagian saudara saudara kita ada yang menggunakan subhah atau biji tasbih untuk
menghitung bilangan dzikir. Ini tidak
dicontohkan oleh Rasulullah dan tidak juga oleh sahabat.
Memang
ada lafazh yang dinisbatkan kepada Nabi dan dikatakan oleh sebagian orang sebagai hadits yaitu : “Sebaik baik alat
untuk berdzikir adalah biji biji tasbih”. Para ahli hadits seperti Imam Ibnu
Asakir dan Khatib al Baghdadi serta Syaikh al Albani menyebutkan bahwa hadits
ini maudhu’ atau palsu.
Pada lafazh lain disebutkan bahwa Rasulullah berdzikir dengan
menggunakan batu batu kerikil. Lafazh ini dijadikan dalil oleh sebagian
orang yang menggunakan biji tasbih untuk menghitung
bilangan dzikir. Tapi hadits ini juga dihukumi palsu. (Lihat Silsilah hadits Dha’if dan Maudhu’
Syaikh al Albani).
Ketahuilah
bahwa Rasulullah telah mengajarkan kepada kita cara menghitung bilangan kalimat dzikir yaitu dengan
ruas jari tangan kanan.
Beliau
bersabda : “Hendaklah kalian selalu
bertasbih, bertahlil dan mensucikannya (mengagungkan)-Nya. Dan hitunglah
(dzikir dzikir tersebut) dengan ruas ruas jari tangan, karena jari jari tangan
tersebut akan ditanya dan dijadikan berbicara (bersaksi dihadapan Allah pada
hari Kiamat). Dan janganlah kalian lalai dan melupakan rahmat Allah. (H.R
Imam at Tirmidzi dan Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh al Albani).
Hadits
ini menunjukkan keutamaan menghitung bilangan dzikir dengan dengan jari jari
tangan. Sesungguhnya jari jari tangan dan anggota badan yang lainnya akan
menjadi saksi atas amal yang dilakukan oleh seorang hamba. Allah berfirman : “Yauma tasyhadu ‘alaihim alsinatuhum wa aidiihim wa arjuluhum bimaa
kaanuu ya’maluun”. Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi
saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Q.S an Nuur 24).
Jari
jari tangan yang dimaksud adalah jari jari tangan kanan dan inilah yang
dicontohkan oleh Rasulullah. Dari Abdullah bin Amr bin al ‘Ash, sesungguhnya
dia berkata : “Aku melihat Rasulullah
Salallahu ‘alaihi Wasallam menghitung tasbih (dzikir) dengan tangan kanan
beliau”. (H.R at Tirmidzi, Abu Dawud dan yang lainnya, dishahihkan oleh
Syaikh al Albani).
Ini
juga semakna dengan keumuman hadits dari Aisyah : “Bahwa beliau Rasulullah menyukai menggunakan tangan kanan dalam
perkara yang baik baik”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Memang
ada diantara ulama yang membolehkan menghitung bilangan dzikir dengan subhah
atau yang semisalnya, karena subhah ini
hanya sarana atau alat untuk menghitung saja. Namun demikian ketahuilah bahwa menghitung dengan menggunakan jari jari
tangan kanan tentu lebih utama karena dicontohkan Rasulullah Salallahu ‘Alaihi
Wasallam.
Insya
Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam (741)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar