BERHUTANG
ADAKAH MANFAATNYA ?
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Sebagian
besar manusia mengambil pinjaman atau berhutang
untuk berbagai kebutuhannya. Ada yang
mengambil pinjaman untuk keperluan yang sangat mendesak tapi barangkali ada
juga untuk memenuhi keinginan yang lain dan tidak terlalu penting.
Apalagi
di zaman sekarang, sungguh kesempatan berhutang betul betul
mudah. Sangatlah banyak lembaga keuangan ataupun perorangan yang setiap
saat menawarkan pinjaman. Dengan agunan atau bukan dan juga dengan berbagai
syarat yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peminjam.
Manfaat mengambil pinjaman. (?)
Lalu
adakah manfaat mengambil pinjaman atau berhutang. Secara zhahir kelihatan
bermanfaat. Bayangkan pada suatu waktu seseorang membutuhkan uang secara tiba
tiba untuk kebutuhan yang mendesak maka jalan keluarnya adalah mengambil
pinjaman.
Bahkan
ada sebagian orang yang berkata : Andaikata saya tidak mengambil pinjaman tentu
saya tidak bisa memiliki rumah dan kendaraan ataupun menyekolahkan anak. Ada
pula yang berkata : Jika saya tidak mengambil pinjaman tentu penyakit saya
tidak bisa sembuh karena ketiadaan uang untuk berobat.
Ada
pula yang berkata : Sekiranya saya tidak berani berhutang maka tentu bisnis
saya tidak akan berkembang menjadi seperti sekarang ini.
Namun
demikian seorang muslim sangatlah tidak dianjurkan untuk berandai andai.
Seperti salah satu perkataan diatas yang menyebutkan bahwa andaikata saya tidak
berani mengambil pinjaman tentu saya tidak bisa memiliki rumah. Ketahuilah
bahwa banyak orang yang mendapatkan jalan untuk memiliki rumah tanpa berhutang
dan berapa banyak pula orang yang memiliki hutang tapi tidak bisa memiliki rumah atau yang
lainnya.
Seseorang
yang suka berandai andai sebenarnya telah membuka salah satu pintu syaithan
untuk menggoda dan menipu dirinya. Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Ahrish ‘ala maa yanfa’uka, wasta’in billahi, walaa ta’jaz, wain ashabaka
syai-un falaa taqul : Lau anni fa’altu kaana kadzaa wa kadzaa. Walakin
Qul : qadarullahi wa maa syaa-a fa’ala, fainna lau taftahu ‘amalasy
syaithaan” .
Lakukanlah perbuatan yang bermanfaat untuk
dirimu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jika
engkau ditimpa sesuatu janganlah berkata : Seandainya aku lakukan begini
dan begitu, akan tetapi katakanlah : Semuanya adalah ketentuan Allah yang
melakukan segala keinginan-Nya, karena kata seandainya akan membuka tipu
daya syaithan. (H.R Imam Muslim).
Berhutang tidak dilarang dalam Islam.
Dalam
syariat Islam, mengambil pinjaman atau berhutang adalah perkara mubah, tidak
dilarang. Bahkan dalam surat al Baqarah 282 disebutkan tentang pencatatan dan
saksi dalam utang piutang. Allah berfirman : “Wahai orang orang yang beriman !. Apabila kamu melakukan utang piutang
untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya. … Dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi laki laki diantara kamu”.
Rasulullah
pun pernah berhutang yaitu sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Aisyah : Bahwa Nabi pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran
tunda sampai waktu yang ditentukan, yang beliau menggadaikan baju besinya. (H.R
Imam Bukhari).
Rasulullah mengajarkan doa berlindung
dari sesuatu yang tidak baik.
Memang
berhutang adalah perbuatan yang mubah
artinya boleh boleh saja tetapi secara asal tidaklah dianjurkan berhutang
kecuali untuk kebutuhan yang sangat mendesak.
Lihatlah
bagaimana Rasulullah menyuruh kita
berlindung dari segala sesuatu yang tidak baik bahkan bisa membahayakan.
Pertama : Rasulullah mengajarkan doa berlindung dari syaithan. Kenapa,
karena syaithan itu tidak baik bahkan terus menerus memusuhi manusia dan
mengajak kepada keburukan. “Aku berlindung
kepada Allah Yang Mahaagung, dengan wajah-Nya yang mulia, kekuasaan-Nya yang
terdahulu dari godaan setan yang terkutuk”. (Doa masuk masjid : H.R Abu Dawud).
Kedua : Rasulullah mengajarkan doa berlindung dari
empat hal. Doa ini beliau ajarkan untuk dibaca pada tahyat akhir sebelum salam
:“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati dan dari
keburukan fitnah Dajjal” . (H.R Imam Muslim).
Selain
itu, beliau mengajarkan pula doa untuk berlindung dari hutang. “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari dosa
dan hutang”. (H.R Imam Bukhari)
Lalu
ada pertanyaan kenapa Rasulullah mengajarkan doa berlindung dari syaithan,
berlindung dari empat hal. Jawabannya adalah : Karena semuanya tidak baik, harus
dijauhi sehingga perlu berdoa dan berlindung kepada Allah Ta’ala dari segala sesuatu
tidak baik itu.
Begitupun
berdoa untuk berlindung dari hutang, maknanya adalah berhutang itu sesuatu yang
tidak baik dan sangat dianjurkan untuk dihindari sebisa bisanya.
Keadaan manusia dengan hutangnya.
Berikut
ini adalah beberapa penjelasan dan peringatan Rasulullah tentang keadaan orang
yang berhutang serta kerugian yang mungkin menimpanya, diantaranya adalah :
Pertama : Dosa hutang yang mati syahid tidak
diampuni.
Rasulullah
bersabda : “Yughfaru lisy syahiidi kullu
dzanbin illaad daina” Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali
hutang. (H.R Imam Muslim).
Selain
itu diriwayatkan pula dari Abu Qatadah
radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para
sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa Jihad di jalan Allah dan iman
kepada-Nya adalah amalan yang paling utama.
Kemudian
berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus
dariku?” Maka sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepadanya : “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam
keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri”. Kemudian
Rasulullah bersabda: “Kecuali hutang (tidak akan diampuni/dihapuskan oleh
Allah, pent), karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu
kepadaku.” (H.R Imam Muslim, at Tirmidzi dan an-Nasa’i, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Lalu
bagaimana kalau dia bukan termasuk orang yang mati syahid kemudian sengaja
mengambil hutang yang tidak mau membayar pada hal dia mampu, maka tentu lebih
membahayakan lagi bagi dirinya.
Kedua : Jiwa orang mukmin tergantung pada
utangnya.
Rasulullah
bersabda : “Nafsul mu’mini mu’allaqatun
bidainihi hatta yuqdha ‘anhu”. Jiwa orang mukmin bergantung dengan utangnya
hingga dia membayarnya (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Ketiga : Rasulullah enggan menshalatkan jenazah
orang yang berhutang.
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah
bertanya kepada sahabat sebelum menshalatkan satu jenazah apakah dia memiliki
hutang. Kalau dia memiliki hutang maka Rasulullah tidak menshalatkannya kecuali
ada yang mau menanggung hutangnya.
Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah, maka
beliau bertanya : "Apakah dia memiliki hutang?". Mereka
mengatakan : Tidak. Maka Nabi pun menshalatkannya. Lalu didatangkan jenazah yang
lain, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata : "Apakah
ia memiliki hutang ?". Mereka mengatakan : Iya. Nabi berkata :
"Shalatkanlah saudara kalian". Abu Qatadah berkata, "Aku yang menanggung
hutangnya wahai Rasulullah". Maka Nabi pun menshalatkannya" (H.R Imam
Bukhari).
Keempat : Orang
yang mati dalam keadaan berhutang
tertunda masuk surga.
Hal
ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak
Rasulullah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang
rohnya berpisah dari jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas
dari tiga hal, niscaya ia akan masuk surga, yaitu: (1) Bebas dari sombong. (2)
Bebas dari khianat, dan (3) Bebas dari tanggungan
hutang.” (H.R
Ibnu Majah dan at Tirmidzi,
dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Kelima :
Pahala orang yang berhutang menjadi tebusan hutangnya.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda: “Man maata wa ‘alaihi
diinaarun au dirhamun qudhiya min hasanatihi laisa tsumma diinaarun wa laa
dirhamun”. Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu
dinar atau satu dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari
kebaikannya, karena di sana tidak ada
lagi dinar dan tidak (pula) dirham.. (H.R
Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Keenam : Bisa menjadi
pendusta dan suka inkar janji.
Dalam satu hadis diriwayatkan bahwa
Rasulullah berdoa agar dilepaskan dari
hutang : “Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari dosa dan hutang.”
Lalu beliau ditanya : Mengapa engkau
sering meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah ? Rasulullah menjawab: “Jika seseorang berhutang, apabila berbicara dia dusta, apabila
berjanji dia mengingkari.” (H.R Imam Bukhari).
Demikianlah
sedikit gambaran tentang berhutang yang ternyata berada diantara manfaat dan mudharat. Tinggal
bagaimana kita menimbang dan mengambil sikap apakah perlu berhutang atau yang
lebih baik berusaha menghindarinya sejauh mungkin.
Wallahu A’lam. (767).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar