Kamis, 25 Agustus 2016

BERHUTANG ADAKAH MANFAATNYA ?



BERHUTANG ADAKAH MANFAATNYA ?

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah.
Sebagian besar manusia  mengambil pinjaman atau berhutang untuk berbagai kebutuhannya.  Ada yang mengambil pinjaman untuk keperluan yang sangat mendesak tapi barangkali ada juga untuk memenuhi keinginan yang lain dan  tidak terlalu penting.
Apalagi di zaman sekarang, sungguh kesempatan berhutang  betul betul  mudah. Sangatlah banyak lembaga keuangan ataupun perorangan yang setiap saat menawarkan pinjaman. Dengan agunan atau bukan dan juga dengan berbagai syarat yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peminjam.

Manfaat mengambil pinjaman. (?)
Lalu adakah manfaat mengambil pinjaman atau berhutang. Secara zhahir kelihatan bermanfaat. Bayangkan pada suatu waktu seseorang membutuhkan uang secara tiba tiba untuk kebutuhan yang mendesak maka jalan keluarnya adalah mengambil pinjaman.

Bahkan ada sebagian orang yang berkata : Andaikata saya tidak mengambil pinjaman tentu saya tidak bisa memiliki rumah dan kendaraan ataupun menyekolahkan anak. Ada pula yang berkata : Jika saya tidak mengambil pinjaman tentu penyakit saya tidak bisa sembuh karena ketiadaan uang untuk berobat.

Ada pula yang berkata : Sekiranya saya tidak berani berhutang maka tentu bisnis saya tidak akan berkembang menjadi seperti sekarang ini.

Namun demikian seorang muslim sangatlah tidak dianjurkan untuk berandai andai. Seperti salah satu perkataan diatas yang menyebutkan bahwa andaikata saya tidak berani mengambil pinjaman tentu saya tidak bisa memiliki rumah. Ketahuilah bahwa banyak orang yang mendapatkan jalan untuk memiliki rumah tanpa berhutang dan berapa banyak pula orang yang memiliki hutang  tapi tidak bisa memiliki rumah atau yang lainnya.

Seseorang yang suka berandai andai sebenarnya telah membuka salah satu pintu syaithan untuk menggoda dan menipu dirinya. Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ahrish ‘ala maa yanfa’uka, wasta’in billahi, walaa ta’jaz, wain ashabaka syai-un falaa taqul : Lau anni fa’altu kaana kadzaa wa kadzaa. Walakin Qul : qadarullahi wa maa syaa-a fa’ala, fainna lau taftahu ‘amalasy syaithaan” .

Lakukanlah perbuatan yang bermanfaat untuk dirimu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu janganlah berkata : Seandainya aku lakukan begini dan begitu, akan tetapi katakanlah : Semuanya adalah ketentuan Allah yang melakukan segala keinginan-Nya, karena kata seandainya akan membuka tipu daya syaithan. (H.R Imam Muslim).

Berhutang tidak dilarang dalam Islam.
Dalam syariat Islam, mengambil pinjaman atau berhutang adalah perkara mubah, tidak dilarang. Bahkan dalam surat al Baqarah 282 disebutkan tentang pencatatan dan saksi dalam utang piutang. Allah berfirman : “Wahai orang orang yang beriman !. Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya. … Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki laki diantara kamu”. 

Rasulullah pun pernah berhutang yaitu sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah : Bahwa Nabi pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran tunda sampai waktu yang ditentukan, yang beliau menggadaikan baju besinya. (H.R Imam Bukhari).

Rasulullah mengajarkan doa berlindung dari sesuatu yang tidak baik.
Memang  berhutang adalah perbuatan yang mubah artinya boleh boleh saja tetapi secara asal tidaklah dianjurkan berhutang kecuali untuk kebutuhan yang sangat mendesak.
Lihatlah bagaimana  Rasulullah menyuruh kita berlindung dari segala sesuatu yang tidak baik bahkan bisa membahayakan.

Pertama : Rasulullah  mengajarkan doa berlindung dari syaithan. Kenapa, karena syaithan itu tidak baik bahkan terus menerus memusuhi manusia dan mengajak kepada keburukan. “Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung, dengan wajah-Nya yang mulia, kekuasaan-Nya yang terdahulu dari godaan setan yang terkutuk”. (Doa masuk masjid : H.R Abu Dawud).

Kedua : Rasulullah mengajarkan doa berlindung dari empat hal. Doa ini beliau ajarkan untuk dibaca pada tahyat akhir sebelum salam :“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati dan dari keburukan  fitnah Dajjal”  . (H.R Imam Muslim).

Selain itu, beliau mengajarkan pula doa untuk berlindung dari hutang. “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang”. (H.R Imam Bukhari)
Lalu ada pertanyaan kenapa Rasulullah mengajarkan doa berlindung dari syaithan, berlindung dari empat hal. Jawabannya adalah : Karena semuanya tidak baik, harus dijauhi sehingga perlu berdoa dan berlindung kepada Allah Ta’ala dari segala sesuatu tidak baik itu. 

Begitupun berdoa untuk berlindung dari hutang, maknanya adalah berhutang itu sesuatu yang tidak baik dan sangat dianjurkan untuk dihindari sebisa bisanya. 

Keadaan manusia dengan hutangnya.
Berikut ini adalah beberapa penjelasan dan peringatan Rasulullah tentang keadaan orang yang berhutang serta kerugian yang mungkin menimpanya,  diantaranya adalah  :

Pertama : Dosa hutang yang mati syahid tidak diampuni. 
Rasulullah bersabda : “Yughfaru lisy syahiidi kullu dzanbin illaad daina” Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali hutang. (H.R Imam Muslim).

Selain itu  diriwayatkan pula dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa Jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling utama.
Kemudian berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepadanya : “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri”. Kemudian Rasulullah bersabda: “Kecuali hutang (tidak akan diampuni/dihapuskan oleh Allah, pent), karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (H.R Imam Muslim, at Tirmidzi dan an-Nasa’i,   dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).

Lalu bagaimana kalau dia bukan termasuk orang yang mati syahid kemudian sengaja mengambil hutang yang tidak mau membayar pada hal dia mampu, maka tentu lebih membahayakan lagi bagi dirinya.

Kedua : Jiwa orang mukmin tergantung pada utangnya. 
Rasulullah bersabda : “Nafsul mu’mini mu’allaqatun bidainihi hatta yuqdha ‘anhu”. Jiwa orang mukmin bergantung dengan utangnya hingga dia membayarnya (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Ketiga : Rasulullah enggan menshalatkan jenazah orang yang berhutang.
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah bertanya kepada sahabat sebelum menshalatkan satu jenazah apakah dia memiliki hutang. Kalau dia memiliki hutang maka Rasulullah tidak menshalatkannya kecuali ada yang mau menanggung hutangnya.

Bahwasanya Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah, maka beliau bertanya : "Apakah dia memiliki hutang?". Mereka mengatakan : Tidak. Maka Nabi pun menshalatkannya. Lalu didatangkan jenazah yang lain, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata : "Apakah ia memiliki hutang ?". Mereka mengatakan : Iya. Nabi berkata : "Shalatkanlah saudara kalian". Abu Qatadah berkata, "Aku yang menanggung hutangnya wahai Rasulullah". Maka Nabi pun menshalatkannya" (H.R Imam Bukhari).

Keempat : Orang yang mati dalam keadaan berhutang  tertunda  masuk surga.
Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya ia akan masuk surga, yaitu: (1) Bebas dari sombong. (2) Bebas dari khianat, dan (3) Bebas dari tanggungan hutang.”  (H.R  Ibnu Majah dan at Tirmidzi,  dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Kelima : Pahala  orang yang  berhutang menjadi tebusan hutangnya.
Dalam sebuah hadits  yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Man maata wa ‘alaihi diinaarun au dirhamun qudhiya min hasanatihi laisa tsumma diinaarun wa laa dirhamun”. Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu dinar atau satu dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya,  karena di sana tidak ada lagi dinar dan tidak (pula) dirham.. (H.R  Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Keenam : Bisa menjadi pendusta dan suka inkar janji.
 Dalam satu hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah   berdoa agar dilepaskan dari hutang : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang.”  Lalu beliau ditanya : Mengapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah ? Rasulullah menjawab: “Jika seseorang berhutang, apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mengingkari.” (H.R Imam Bukhari).
 
Demikianlah sedikit gambaran tentang berhutang yang ternyata  berada diantara manfaat dan mudharat. Tinggal bagaimana kita menimbang dan mengambil sikap apakah perlu berhutang atau yang lebih baik berusaha menghindarinya sejauh mungkin. 

Wallahu A’lam. (767).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar