ENGKAU TAAT ENGKAU SELAMAT DI DUNIA DAN AKHIRAT
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Muqaddimah
Pada zaman kita ini ternyata
semakin banyak jenis manusia yang suka bahkan sibuk mempertanyakan tentang
ketetapan Allah berupa perintah dan larangan yang diturunkan melalui Rasul-Nya.
Diantara ketetapan atau
peraturan Allah yang sering mereka
pertanyakan adalah (1) Kenapa Allah tidak adil dalam pembagian waris seperti
anak laki laki mendapat dua bagian dari anak perempuan. (2) Kenapa Allah kejam
dalam menghukum seperti hukum rajam dan potong tangan. (3) Dan yang lebih
celaka lagi, ada pula diantara manusia bukan sekedar bertanya tapi malah punya
pikiran rusak yaitu ingin merevisi al
Qur an yang katanya untuk disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Na’udzubillahi
min dzaalik.
Mempertanyakan dengan mendewakan akal dan hawa nafsu.
Manusia yang suka mempertanyakan
ketetapan atau hukum-hukum Allah umumnya adalah kaum rasionalis atau pendewa
akal dan pengekor hawa nafsunya yang cenderung kepada
keburukan.
Syaikh Ali bin Hasan al Halaby
berkata tentang keanehan kaum rasionalis atau pendewa akal.
Pertama : Jika
seseorang pendewa akal, mengalami
sakit, dia pergi ke dokter. Dia mengeluhkan sakitnya dia serahkan dirinya
kepada dokter dengan kepasrahan yang sempurna, walaupun dokter membedah
tubuhnya.
Kedua : Setelah
diperiksa dan dokter menyebutkan hasil diagnosanya, diberi resep obat, maka
langsung diambil resepnya tanpa menanyakan sedikitpun susunan kimia obatnya.
Ketiga : Jika
disuruh dokter minum obat tiga kali sehari maka dilakukan tanpa dibantah
sedikitpun.
Subhanallah, hukum atau perintah
dokter, bisa salah bisa benar, dia terima tanpa dibantah bahkan tidak
menggunakan akalnya sedikitpun.
Syaikh melanjutkan : Sedangkan terhadap
hukum Allah yang diwahyukan kepada RasulNya maka manusia pendewa akal ini sering dan suka membantahnya, membahasnya,
menelitinya bahkan menolaknya. Lalu
manakah dua hukum diatas yang lebih wajib diterima secara akal.
Sesungguhnya engkaulah yang pasti akan ditanya wahai manusia
Manusia yang suka mempertanyakan
itu merasa seolah olah mereka lebih tahu tentang kemashlahatan bagi manusia
dibanding Khaliq yang telah menciptakan langit dan bumi beserta semua yang ada
diantara keduanya.
Ketahuilah saudaraku bahwa yang
akan ditanya bukan Allah Ta’ala tetapi kita manusia ini semuanya. Sungguh Allah
Ta’ala tidak akan ditanya tentang apapun perbuatan-Nya di langit dan dibumi. Allah
berfirman : “Laa yus-aluu ‘ammaa yaf’alu wa
hum yus-aluun”. Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan tetapi
merekalah yang akan ditanya. (Q.S
al Anbiyaa’ 23)
Tentang ayat ini, Syaikh as Sa’di
berkata : Yakni mereka para makhluk yang akan ditanyai tentang tindak tanduk
dan tutur kata mereka lantaran ketidak
berdayaan dan kekerdilan mereka. Pasalnya, mereka adalah para hamba Allah.
Perbuatan dan gerak gerik mereka telah tersuratkan. Tidak ada hak kewenangan penanganan dan pengaturan yang mereka miliki
ataupun dimiliki oleh pihak lain sekecil biji gandum sekalipun. (Tafsir
Karimir Rahman).
Belajar dari ketaatan para Nabi.
Seharusnya manusia pendewa akal itu
belajar pada kisah para Nabi yang diselamatkan Allah Ta’ala karena taat kepada-Nya. Diantara kisahnya
adalah :
Pertama : Dari Nabi Nuh.
Dikisahkan bahwa Nabi Nuh ‘alahis
salam berdakwah 950 tahun lamanya. Namun sedikit sekali manusia yang mau
mengikuti kebenaran yang diajarkannya terutama untuk mentauhidkan Allah. Lalu
Nabi Nuh berdoa dan diperintahkan untuk membuat perahu. Allah berfirman : “Dia (Nuh) berdoa : Ya Rabb-ku, tolonglah
aku karena mereka mendustakan aku. Lalu Kami wahyukan kepadanya : Buatlah kapal
dibawah pengawasan dan petunjuk Kami. (Q.S al Mu’minun 26-27).
Pada waktu diperintahkan membuat
perahu Nabi Nuh tidak menyampaikan pertanyaan apalagi bantahan tapi langsung
taat untuk melakukan perintah Allah. Pada hal Nabi Nuh tidak tahu persis apa
maksud Allah dengan perintah membuat perahu itu. Dengan ketaatannya itu maka akhirnya
Nabi Nuh bersama kaumnya yang beriman selamat.
Kedua : Dari Nabi Musa.
Pada saat Nabi Musa dan kaumnya
terdesak ke pinggir pantai dikejar kejar oleh Fir’aun dan pasukannya lalu Allah
perintahkan Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya kelaut. Allah berfirman : “Fa auhainaa ilaa muusaa anidhrib bi
‘ashakal bahra, fan falaqa fa kaana kullu firqin kaththaudil ‘azhiim”. Lalu Kami wahyukan kepada Musa :
Pukullah laut itu dengan tongkatmu. Maka terbelahlah lautan itu dan setiap
belahan seperti gunung yang besar. (Q.S asy Syu’araa 63).
Ketahuilah bahwa ketika Musa
diperintahkan untuk memukul lautan dengan tongkatnya sungguh tidaklah Nabi Musa
mempertanyakan kepada Allah kenapa ya Allah, engkau suruh aku memukul laut dengan
tongkatku apa manfaatnya ya Allah. Sungguh aku berada dalam bahaya besar.
Dan juga tidaklah Allah memberi keterangan sebelumnya kepada
Musa apa manfaat memukul laut dengan tongkatnya. Tapi Nabi Musa dalam posisi
penuh ketaatan kepada Allah lalu dipukul laut itu dengan tongkatnya sehingga
terbelah dan Nabi Musa berserta kaumnya selamat dari makar Fir’aun.
Selain itu tentang ketaatan juga
kita belajar dari Hajar ibundanya Nabi Ismail. Imam Bukhari meriwayatkan dalam Kitab
Shahihnya : Kemudian Nabi Ibrahim membawa Hajar dan anaknya Ismail menuju
Makkah. Ketika itu Hajar masih menyusui Ismail.
Hingga akhirnya Ibrahim menempatkan
keduanya ditempat yang nantinya dibangun Baitullah, tepatnya dibawah pohon
besar yang berada diatas bakal sumur zamzam dibagian atas bakal Masjidil Haram.
Pada saat itu di Makkah tidak ada (penghuni) seorang pun dan juga tidak ada
air. Ibrahim meninggalkan keduanya di sana dan meletakkan di sisi mereka geribah
yang didalamnya ada kurma dan bejana
yang didalamnya ada air.
Setelah itu, Ibrahim berangkat maka
Hajar mengejarnya seraya berkata : Wahai Ibrahim hendak kemana engkau pergi ?.
Apakah engkau akan meninggalkan kami sedang di lembah ini tidak terdapat
seorang manusia pun dan tidak pula ada makanan apa pun ?. Hajar berulang ulang
mengatakannya. Akhirnya Hajar bertanya kepada Ibrahim : Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan ini ? . Ya jawab Ibrahim. Lalu
Hajar berkata : Kalau begitu kami tidak akan disia siakan Allah Ta’ala.
Begitu hebatnya ketaatan Hajar
terhadap perintah Allah maka akhirnya Allah Ta’ala betul betul tidak mensia
siakannya. Allah memberinya air yang berlimpah berupa sumur zamzam. Akhirnya Hajar dan anaknya Ismail bisa hidup dengan selamat di Makkah. (Lihat
Kitab Qishashul Anbiyaa’ oleh Imam Ibnu Katsir)
Oleh karena itu tiada cara yang
memberikan keselamatan bagi manusia kecuali taat. Selalu dalam posisi sami’naa
wa atha’naa. Insya Allah selamat fii dun-ya wal aakhirah.
Insya Allah bermanfaat bagi kita
semua. Wallahu A’lam. (486)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar