ISLAM MELARANG NIKAH LAIN AGAMA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah
Sudah sejak lama banyak terjadi
pernikahan lain agama dalam masyarakat kita. Mereka melakukan dengan berbagai
alasan dan berbagai sebab
dan tentu juga dengan berbagai cara yang mereka inginkan atau yang diinginkan
oleh pihak yang berkepentingan. Pernikahan ini bisa terjadi terpaksa, dibohongi atau mungkin juga karena
sudah sulit dipisahkan, karena ketidak
pedulian ataupun karena ketidak tahuan
tentang ketentuan agama maupun negara.
Fenomena ini telah mengundang
berbagai silang pendapat khususnya dikalangan cendekiawan. Bahkan orang awam yang tidak punya ilmu
tentang hal inipun juga
sering ikut berpendapat.
Sering kita mendengar berbagai
komentar ataupun
pendapat tentang nikah lain agama,
yang tidak didasari dalil-dalil syar’i dan hanya dengan menggunakan
keterbatasan akal semata. Ini ternyata telah menambah ketidak jelasan dan kebingungan sebagian orang. Pada gilirannya
bisa menimbulkan pemikiran yang keliru
dan akhirnya cenderung membenarkan pernikahan lain agama dengan dalil akal, hak
azasi, demi
kemashlahatan dan yang
lainnya.
Islam melarang nikah lain agama secara tegas.
Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Semua sudah diatur
dengan jelas termasuk urusan nikah lain agama. Beberapa dalil yang tegas tentang hal
ini, diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama : Dalil dari
al Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “Wala tankihul musyrikaati hatta yu’minna.” Dan janganlah
kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman (Q.S. al Baqarah
221).
Syaikh as Sa’di berkata bahwa ini
berlaku umum pada seluruh wanita musyrik. Lalu dikhususkan oleh ayat dalam
surat al Maaidah 5 tentang bolehnya menikahi wanita ahlul kitab sebagaimana
firman Allah : “Wal muhshanatu
minal mukminaati wal muhshanatu minal
ladzina uutul kitaba min qablikum.” Dan (dihalalkan bagi kamu menikahi)
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara perempuan-perempuan yang
beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya diantara
perempuan-perempuan yang diberi kitab sebelum kamu. (Q.S al Maaidah 5).
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman hendaklah kamu uji keimanan mereka. Allah lebih mengetahui keimanan mereka. Maka
jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah
kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka
tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal
pula bagi mereka. (Q.S al Mumtahanah 10)”
Imam Ibnu Katsir berkata : Ayat
inilah yang mengharamkan pernikahan wanita muslim dengan lelaki musyrik.
Imam asy Syaukani berkata : Dalam
firman Allah ini terdapat dalil bahwa wanita mukmin tidak halal (dinikahi)
orang kafir.
Kedua : Dalil dari
as Sunnah.
Umat Islam diperintahkan agar menikahi wanita yang beragama (Islam)
dan shalihah.
Rasulullah bersabda : “Tunkahu mar’atu liarba’ limaliha,
walihasabiha, walijamaliha, walidiiniha. Fazhfar bidzaatid diin, taribat
yadaaka.” Wanita
itu dinikahi karena empat hal : karena harta, keturunan, kecantikan dan
agamanya. Pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung. (H.R
Bukhari dan Muslim).
Rasulullah juga bersabda : Dunia
ini adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan adalah wanita shalihah. (H.R Muslim)
Ketiga : Perkataan para
sahabat
Pada masa kekhalifahan Umar bin
Khathab, beliau
melarang pemuda-pemuda Islam menikah dengan wanita ahli kitab. Kata Umar,
kebolehan menikahi wanita ahli kitab adalah agar mereka dapat ditarik masuk
Islam tapi kenyataannya tidak demikian. Khalifah juga melihat ada kecendrungan
para pemuda menikahi wanita ahli kitab sehingga wanita muslimah ada yang kurang
mendapat perhatian.
Ibnu Umar ketika ditanya tentang
seorang muslim yang menikah dengan wanita Nasrani atau Yahudi, beliau berkata :
“Saya tidak
mengetahui kemusyrikan yang lebih besar dari kemusyrikan seorang perempuan yang
mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa”.
Keempat : Perkataan ulama salaf dan khalaf.
Imam ath Thabari berkata : Allah
mengharamkan wanita-wanita mukmin untuk dinikahkan dengan laki-laki musyrik
mana saja, baik ahli kitab maupun tidak.
Imam al Qurtubi berkata : Jangan
kamu nikahkan wanita muslimah dengan laki-laki musyrik. Ulama telah bersepakat
bahwa orang musyrik tidak boleh menikahi wanita mukmin karena hal itu
merendahkan Islam.
Imam Ibnul Jauzi berkata :
Laki-laki non muslim haram menikahi wanita muslimah secara mutlak. Ketentuan
ini disepakati oleh seluruh ahli hukum Islam.
Imam Ibnu Qudamah al Maqdisi
berkata : Dan tidak halal bagi muslimah nikah dengan lelaki kafir ahli kitab
ataupun bukan kitabi. Allah berfirman (tentang hal ini) dalam al Qur’an surat
al Baqarah ayat 221 dan surat al Mumtahanah ayat 10 tersebut diatas.
Syaikh Abu Bakar al Jazairy
berkata : Tidak halal bagi muslimah menikah dengan orang kafir secara mutlak
baik ahli kitab maupun bukan. Beliau berdalil dengan surat al Mumtahanah ayat
10.
Fatwa Majlis Ulama
Indonesia tentang nikah lain agama
Fatwa MUI tahun 1980, menegaskan
bahwa : Perkawinan
wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram hukumnya. Seorang
laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita non muslim.
Tentang perkawinan antara
laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab terdapat perbedaan perdapat. Setelah
mempertimbangkan mafsadat dan mudharatnya maka MUI memfatwakan bahwa perkawinan
tersebut hukumnya haram. Ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa MUI tahun
2005.
Nikah lain agama tidak
bermanfaat.
Sungguh pernikahan lain agama
tidak akan memberi manfaat sedikitpun. Paling tidak ada tiga hal yang mestinya
menjadi perhatian bagi
yang akan melakukan nikah lain agama ataupun bagi fasilitatornya.
Pertama : Melanggar hukum agama.
Allah dan Rasulnya telah melarang
dengan tegas pernikahan lain agama yang telah dijelaskan dalam al Qur’an serta
hadits yang shahih dengan
pemahaman sahabat.
Begitu pula dengan pendapat para
ulama-ulama salaf dan khalaf, sebagaimana telah disebutkan diatas.
Ketahuilah, bahwa jika Allah dan
Rasulnya telah menetapkan larangan terhadap sesuatu pastilah disitu ada
mudharatnya baik yang bisa kita ketahui, belum kita ketahui ataupun tidak kita
ketahui karena keterbatasan ilmu dan akal kita. Dalam hal ini kita harus dalam
posisi sami’naa wa
atha’naa.
Kedua : Melanggar hukum Negara.
Pemerintah telah menetapkan
aturan yang jelas tentang perkawinan termasuk perkawinan lain agama yaitu
dengan UU No 1/1974 dan insya Allah disandarkan kepada Al Qur’an dan as Sunnah
serta dengan tujuan kemashlahatan.
Adalah merupakan kewajiban kita
untuk mengikuti apa yang telah ditetapkan Ulil Amri atau pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam firman Allah : “Yaa aiyuhal ladzina amanuu athi’ullaha wa athi’ur
rasula wa ulil amri minkum” Wahai orang-orang yang beriman. Taatlah kepada
Allah dan ta’atlah kepada Rasul dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara
kamu. (Q.S an Nisaa’ 59).
Memang ketaatan kepada pemerintah
tidaklah mutlak. Tapi sepanjang tidak mengajak bermaksiat kepada Allah
maka menjadi kewajiban untuk diikuti.
Ketiga : Tidak akan
mencapai tujuan pernikahan yang hakiki
Tidak ada khilaf bahwa
diantara tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan, kedamaian,
ketenangan, rahmat dan keberkahan. Dalam bahasa agama sering disebut dengan istilah sakinah,
mawaddah,
warahmah. Untuk mencapai kebahagiaan dalam perkawinan adalah sebagaimana
Rasulullah bersabda : Fazhfar bizzatiddiin, pilihlah wanita yang beragama.
Dalam menyikapi problematika
pernikahan lain agama, tidak ada pilihan bagi seorang muslim kecuali bersandar
kepada apa yang dikatakan Allah dan Rasulnya serta para sahabat dan ulama yang
mengikutinya.
Sungguh sangatlah tidak baik jika dalam memahami
masalah nikah lain agama dengan bersandar
kepada pendapat orang
orang yang mengikuti akalnya, meskipun diantara mereka ada yang memiliki gelar
Doktor bahkan Profesor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar