Sabtu, 19 Desember 2015

AGAR INFAK BERNILAI TINGGI



AGAR INFAK BERNILAI TINGGI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Suatu amal shalih yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam adalah mengeluarkan sebagian harta untuk keperluan yang diridhai Allah Ta’ala. Diantaranya adalah berinfak di jalan Allah. Allah berjanji akan membalasnya dengan berlipat ganda sampai 700 kali lipat bahkan bisa lebih dari itu.

Allah berfirman : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”. (Q.S al Baqarah 261).

Demikian agungnya perbuatan berinfak ini sampai sampai Allah Ta’ala menyuruh orang orang yang beriman untuk berinfak bukan saja di waktu lapang bahkan juga diwaktu sempit agar mereka mendapat pahala yang besar disisi Allah. Allah jadikan pula berinfak sebagai salah satu tanda orang yang bertakwa.

Allah berfirman : “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S Ali Imran 134).

Abu Dzar al Ghifari pernah bertanya : Wahai Rasulullah sedekah apa yang paling utama. Beliau bersabda : “Semampunya orang yang berkekurangan dan sembunyi sembunyi kepada orang fakir”  (H.R Imam Ahmad). 
  
Allah Ta’ala telah berjanji akan memberi ganjaran yang besar terhadap amal shalih seorang hamba. Namun demikian ketahuilah saudaraku bahwa setiap amal yang dilakukan seorang hamba bisa mendapat nilai tinggi, sedang, rendah bahkan bisa pula tidak dapat apa apa karena terhapus tersebab riya. 

Allah berfirman : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S al Baqarah 264).

Seorang hamba tentulah menginginkan nilai paling utama dan paling tinggi dari setiap amal shalih yang dilakukannya. Termasuk pula dalam berinfak dengan sebagian harta yang dianugerahkan Allah kepadanya. 

Diantara cara dan bentuk bentuk infak yang akan memberi nilai tinggi, Wallahu A’lam adalah :

Pertama : Landasannya haruslah ikhlas karena mencari wajah Allah.
Puncak nilai infak tertinggi bukanlah pada tingkat jumlah tetapi pada tingkat keikhlasannya. Semakin tinggi keikhlasan maka semakin tinggi pula nilainya disisi Allah. Orang bijak berkata : Infak yang sedikit bisa mengalahkan infak yang banyak jika keikhlasannya terjaga.

Menjaga keikhlasan dalam  berinfak ada pada tiga keadaan yaitu (1) Sebelum berinfak. (2) Pada saat sedang berinfak dan  (3) Setelah berinfak, yaitu sampai kapanpun tidak dicampuri oleh riya’ dan sum’ah.

Nampaknya yang paling berat adalah menjaga keikhlasan setelah berinfak. Agak sering terjadi, seseorang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dalam jumlah sangat besar lalu 20 atau 30 tahun kemudiaan disebut sebut baik karena ingin membanggakan diri atau tujuan lainnya. Jika ini terjadi maka sangat membahayakan kepada keutuhan pahala infaknya itu.

Kedua : Infak yang terus menerus meskipun sedikit.
Suatu infak yang terus menerus dilakukan  ternyata juga memberikan nilai yang tinggi karena dicintai Allah Ta’ala meskipun sedikit. Rasulullah bersabda : “Ahabbu a’mali ilallahi ta’ala adwamu wa in qalla” Amalan yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah (amalan) yang dikerjakan secara kontinyu (terus menerus) sekalipun sedikit. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa setiap pagi, Allah Ta’ala  mengutus dua malaikatnya untuk turun ke bumi. Kedua malaikat ini mempunyai tugas khusus, yaitu mendo’akan hamba-hamba-Nya agar rejekinya melimpah, atau sebaliknya. Doa kedua malaikat tadi disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari : “Ya Allah ! berikanlah rejeki melimpah kepada orang yang selalu meng-infakkan hartanya, dan bagi yang pelit (berilah) kebangkrutan.

 Ketiga : Berinfak dalam keadaan masih sehat dan banyak keinginan.

Diantara infak yang bernilai tinggi adalah infak yang dikeluarkan pada saat seseorang masih sehat, kuat, banyak keinginan serta takut miskin.
Rasulullah pernah ditanya : Sedekah apa yang paling utama ?. Beliau menjawab :

 “Engkau bersedekah disaat engkau dalam keadaan sehat dan bakhil. Engkau mengharapkan kekekalan (panjang umur) dan takut fakir. Jangan kamu menangguhkannya sehingga roh sudah di kerongkongan kemudian kamu mengatakan : Ini buat si Fulan sekian, buat si Fulan sekian, padahal memang sudah menjadi haknya si Fulan”  (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Keempat : Berinfak dengan harta yang dicintai.

Ini memang suatu yang berat bagi sebagian orang kecuali yang mendapat petunjuk dari Allah Ta’ala. Bahkan  berinfak dengan  harta yang dicintainya benar benar merupakan kebaikan. Allah berfirman : Lan tanaalul birra hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuun, wa maa tunfiquu min syai-in fa innallaha bihii ‘aliim” Benar benar kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh Allah Maha Mengetahui. (Q.S Ali Imran 92).

Sungguh begitu hebatnya semangat para sahabat untuk mendapatkan pahala yang bernilai tinggi yaitu berinfak dengan harta yang mereka cintai yaitu sebagai pengamalan ayat 92 surat Ali Imran tersebut. Tentang hal ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafirnya.   

Imam Ibnu Katsir berkata :  Imam Ahmad meriwayatkan dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah, ia pernah mendengar Anas bin Malik berkata : Abu Thalhah adalah orang yang paling kaya diantara orang orang Anshar di Madinah. Harta yang paling dia senangi adalah Bairuha’ (yaitu suatu kebun) yang berhadapan dengan masjid (Nabawi). Dan Rasulullah (pernah) memasukinya dan meminum air yang segar darinya.

Kata Anas ketika ayat ini turun Abu Thalhah berkata : Ya Rasulullah sesungguhnya Allah berfirman : Kamu sekali kali tidak tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai” Sesungguhnya harta kekayaan yang paling aku sukai adalah Bairuha’ dan aku bermaksud untuk menyedekahkannya yang dengannya aku berharap mendapat kebaikan dan simpanan disisi Allah. Maka manfaatkanlah kebun itu ya Rasulullah seperti apa yang ditunjukkan Allah kepada engkau. 

Maka Nabi bersabda : Bagus, bagus, yang demikian itu adalah harta yang menguntungkan, harta yang menguntungkan. Dan aku telah mendengar apa yang engkau katakan. Aku berpendapat hendaklah kebun itu engkau berikan kepada kaum kerabatmu. Abu Thalhahpun berkata : Aku akan laksanakan ya Rasulullah. Kemudian Abu Thalhah membagi bagikannya kepada sanak kerabatnya dan anak anak pamannya.

Imam Ibnu Katsir juga berkata : Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan bahwa Umar pernah berkata : Ya Rasulullah aku belum pernah sama sekali mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku daripada bagian yang aku peroleh ada di Khaibar. Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku terhadap harta tersebut. Maka beliau bersabda : “Habbisil ashla wa sabbilits tsamarah” Pertahankan pokoknya dan dermakan buahnya (di jalan Allah).

Demikianlah sebagian cara dan bentuk infak yang memberikan nilai tinggi bagi yang mengamalkannya. Wallahu A’lam. (507)









Tidak ada komentar:

Posting Komentar