AGAR INFAK BERNILAI TINGGI
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Suatu amal shalih yang sangat
dianjurkan dalam syariat Islam adalah mengeluarkan sebagian harta untuk
keperluan yang diridhai Allah Ta’ala. Diantaranya adalah berinfak di jalan
Allah. Allah berjanji akan membalasnya dengan berlipat ganda sampai 700 kali
lipat bahkan bisa lebih dari itu.
Allah berfirman : “Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”. (Q.S
al Baqarah 261).
Demikian agungnya perbuatan berinfak ini sampai sampai Allah
Ta’ala menyuruh orang orang yang beriman untuk berinfak bukan saja di waktu
lapang bahkan juga diwaktu sempit agar mereka mendapat pahala yang besar disisi
Allah. Allah jadikan pula berinfak sebagai salah satu tanda orang yang
bertakwa.
Allah berfirman : “(Yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S Ali Imran 134).
Abu Dzar al Ghifari pernah bertanya
: Wahai Rasulullah sedekah apa yang paling utama. Beliau bersabda : “Semampunya orang yang berkekurangan dan sembunyi sembunyi
kepada orang fakir” (H.R Imam
Ahmad).
Allah Ta’ala telah berjanji akan memberi ganjaran yang besar
terhadap amal shalih seorang hamba. Namun demikian ketahuilah saudaraku bahwa
setiap amal yang dilakukan seorang hamba bisa mendapat nilai tinggi, sedang,
rendah bahkan bisa pula tidak dapat apa apa karena terhapus tersebab riya.
Allah berfirman : Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir. (Q.S al Baqarah 264).
Seorang hamba tentulah menginginkan
nilai paling utama dan paling tinggi dari setiap amal shalih yang dilakukannya.
Termasuk pula dalam berinfak dengan sebagian harta yang dianugerahkan Allah
kepadanya.
Diantara cara dan bentuk bentuk
infak yang akan memberi nilai tinggi, Wallahu A’lam adalah :
Pertama : Landasannya haruslah ikhlas karena mencari wajah Allah.
Puncak nilai infak tertinggi
bukanlah pada tingkat jumlah tetapi pada tingkat keikhlasannya. Semakin tinggi keikhlasan
maka semakin tinggi pula nilainya disisi Allah. Orang bijak berkata : Infak
yang sedikit bisa mengalahkan infak yang banyak jika keikhlasannya terjaga.
Menjaga keikhlasan dalam berinfak ada pada tiga keadaan yaitu (1)
Sebelum berinfak. (2) Pada saat sedang berinfak dan (3) Setelah berinfak, yaitu sampai kapanpun
tidak dicampuri oleh riya’ dan sum’ah.
Nampaknya yang paling berat adalah
menjaga keikhlasan setelah berinfak. Agak sering terjadi, seseorang yang
menginfakkan hartanya di jalan Allah dalam jumlah sangat besar lalu 20 atau 30
tahun kemudiaan disebut sebut baik karena ingin membanggakan diri atau tujuan
lainnya. Jika ini terjadi maka sangat membahayakan kepada keutuhan pahala
infaknya itu.
Kedua : Infak yang terus menerus meskipun sedikit.
Suatu infak yang terus menerus
dilakukan ternyata juga memberikan nilai
yang tinggi karena dicintai Allah Ta’ala meskipun sedikit. Rasulullah bersabda
: “Ahabbu a’mali ilallahi ta’ala adwamu
wa in qalla” Amalan yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah (amalan) yang
dikerjakan secara kontinyu (terus menerus) sekalipun sedikit. (H.R Imam Bukhari
dan Imam Muslim).
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa setiap
pagi, Allah Ta’ala mengutus dua
malaikatnya untuk turun ke bumi. Kedua malaikat ini mempunyai tugas khusus,
yaitu mendo’akan hamba-hamba-Nya agar rejekinya melimpah, atau sebaliknya. Doa
kedua malaikat tadi disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari : “Ya Allah ! berikanlah rejeki melimpah kepada orang yang
selalu meng-infakkan hartanya, dan bagi yang pelit (berilah) kebangkrutan.
Ketiga : Berinfak dalam keadaan masih sehat dan banyak keinginan.
Diantara infak yang
bernilai tinggi adalah infak yang dikeluarkan pada saat seseorang masih sehat,
kuat, banyak keinginan serta takut miskin.
Rasulullah pernah
ditanya : Sedekah apa yang paling utama ?. Beliau menjawab :
“Engkau
bersedekah disaat engkau dalam keadaan sehat dan bakhil. Engkau mengharapkan
kekekalan (panjang umur) dan takut fakir. Jangan kamu menangguhkannya sehingga roh
sudah di kerongkongan kemudian kamu mengatakan : Ini buat si Fulan sekian, buat
si Fulan sekian, padahal memang sudah menjadi haknya si Fulan” (H.R Imam
Bukhari dan Imam Muslim).
Keempat : Berinfak dengan harta yang dicintai.
Ini memang suatu
yang berat bagi sebagian orang kecuali yang mendapat petunjuk dari Allah
Ta’ala. Bahkan berinfak dengan harta yang dicintainya benar benar merupakan
kebaikan. Allah berfirman : “Lan tanaalul birra hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuun, wa maa
tunfiquu min syai-in fa innallaha bihii ‘aliim” Benar benar kamu tidak akan
memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun
yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh Allah Maha Mengetahui. (Q.S
Ali Imran 92).
Sungguh begitu hebatnya semangat para sahabat untuk
mendapatkan pahala yang bernilai tinggi yaitu berinfak dengan harta yang mereka
cintai yaitu sebagai pengamalan ayat 92 surat Ali Imran tersebut. Tentang hal
ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafirnya.
Imam Ibnu Katsir
berkata : Imam Ahmad meriwayatkan dari
Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah, ia pernah mendengar Anas bin Malik berkata
: Abu Thalhah adalah orang yang paling kaya diantara orang orang Anshar di
Madinah. Harta yang paling dia senangi adalah Bairuha’ (yaitu suatu kebun) yang
berhadapan dengan masjid (Nabawi). Dan Rasulullah (pernah) memasukinya dan
meminum air yang segar darinya.
Kata Anas ketika ayat
ini turun Abu Thalhah berkata : Ya Rasulullah sesungguhnya Allah berfirman : Kamu
sekali kali tidak tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum
kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai” Sesungguhnya harta
kekayaan yang paling aku sukai adalah Bairuha’ dan aku bermaksud untuk
menyedekahkannya yang dengannya aku berharap mendapat kebaikan dan simpanan
disisi Allah. Maka manfaatkanlah kebun itu ya Rasulullah seperti apa yang
ditunjukkan Allah kepada engkau.
Maka Nabi bersabda : Bagus, bagus, yang demikian itu adalah
harta yang menguntungkan, harta yang menguntungkan. Dan aku telah mendengar apa
yang engkau katakan. Aku berpendapat hendaklah kebun itu engkau berikan kepada
kaum kerabatmu. Abu Thalhahpun berkata : Aku akan laksanakan ya Rasulullah.
Kemudian Abu Thalhah membagi bagikannya kepada sanak kerabatnya dan anak anak pamannya.
Imam Ibnu Katsir juga berkata : Dalam kitab Shahih Bukhari
dan Shahih Muslim disebutkan bahwa Umar pernah berkata : Ya Rasulullah aku
belum pernah sama sekali mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku daripada bagian yang aku peroleh
ada di Khaibar. Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku terhadap harta
tersebut. Maka beliau bersabda : “Habbisil ashla wa sabbilits tsamarah”
Pertahankan pokoknya dan dermakan buahnya (di jalan Allah).
Demikianlah sebagian cara dan bentuk infak yang memberikan nilai
tinggi bagi yang mengamalkannya. Wallahu A’lam. (507)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar