TIDAK BERBICARA JIKA TIDAK TAHU
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Pada zaman kita ini sangatlah
banyak orang yang suka berbicara tentang segala hal. Terkadang mereka berani
berbicara tentang sesuatu yang sebenarnya mereka tidak tahu. Kalaupun tahu mungkin
hanya sekedar kulit paling luar saja. Isinya atau bagian dalamnya tidak jelas.
Akibatnya sering muncul perkataan yang aneh, lucu. Bisa juga pembicaraannya
tidak nyambung bahkan berseberangan dengan kebenaran yang dibawa oleh al Qur an
as Sunnah berdasar pemahaman salafush shalih.
Apalagi kalau mereka berbicara
tentang kaidah kaidah agama yang mereka tidak mengetahui. Ini akan membahayakan
bukan hanya dirinya tapi bisa membahayakan bahkan menyesatkan orang lain.
Semuanya akan berujung kepada bahaya di dunia dan bahaya yang lebih besar lagi
di akhirat.
Semua perkataan dan perbuatan pasti harus dipertanggung jawabkan.
Memang ada manusia yang mau
berbicara tentang agama yang sebenarnya dia tidak tahu. Sering kita saksikan
orang orang yang menjawab pertanyaan tentang permasalahan agama dengan enteng
tanpa didasari dengan ilmu yang cukup. Terkadang pula mereka mengandalkan akal
dan hawa nafsunya. Terkadang pula memberi jawaban yang diada akan karena takut
jika dikatakan sebagai orang yang tidak berilmu. Padahal sebenarnya memang
demikian keadaannya.
Ketahuilah bahwa sangatlah tercela
jika seseorang berbicara untuk sesuatu yang tidak diketahuinya tentang syariat
ini. Sungguh semuanya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Ta’ala. Perhatikanlah
firman-Nya :
Pertama : “Wa laa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wal
fu-aada kullu ulaa-ika kaanaa ‘anhu mas-uulaa”. Dan janganlah kamu
mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan
hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S
al Isra’ 36).
Kedua : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut sebut oleh
lidahmu secara dusta. Ini halal ini haram, untuk mengada adakan kebohongan
terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada adakan kebohongan terhadap
Allah tidak akan beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit dan
mereka (Q.S an Nahal 116-117)
Para sahabat dan ulama salaf sangat berhati hati dalam berbicara dan
berfatwa.
Syaikh DR. Abdurrahman as Sudais,
dalam salah satu khutbah beliau di Masjidil Haram, menukil beberapa perkataan
sahabat dan ulama salaf yang menunjukkan betapa takut dan berhati hatinya
mereka berbicara untuk suatu yang tidak diketahui secara jelas. Diantaranya
adalah :
Pertama : Abu Bakar ash Shiddiq berkata : Langit mana yang
meneduhiku dan bumi mana yang menanggungku jika aku berbicara tentang
Kitabullah sesuatu yang tidak aku ketahui.
Kedua : Umar bin Khaththab. Jika beliau menghadapi suatu masalah
yang belum dia ketahui hukumnya maka beliau mengumpulkan sahabat sahabat senior
dan meminta pendapat mereka.
Ketiga : Ibnu Mas’ud berkata : Sesungguhnya orang orang yang
memberikan fatwa (jawaban) kepada manusia tentang semua yang mereka tanyakan
adalah orang yang kurang akalnya.
Beliau juga berkata : Barangsiapa
diantara kalian ditanya tentang sesuatu
ilmu yang ada padanya, maka berkatalah dengan ilmu itu. Apabila tidak ada
(ilmu) padanya maka berkatalah : Allahu a’lam, karena diantara ilmu adalah kamu mengatakan untuk sesuatu yang tidak kamu ketahui, Allahu a’lam.
Keempat : Semoga Allah merahmati Imam asy Sya’bi. Ketika ditanya
suatu masalah dia berkata : Aku tidak tahu. Lalu teman temannya berkata :
Sesungguhnya kami merasa malu karena seringkali engkau ditanya namun engkau
berkata : Aku tidak tahu.
Mendengar ucapan teman temannya ini
maka Imam asy Sya’bi berkata : Akan tetapi malaikat tidak malu berkata : “ …Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami”. (Q.S al Baqarah
32).
Kelima : Imam Malik bin Annas. Beliau adalah Imam negeri hijrah
yaitu Madinah. Ada seorang dari negeri yang jauh datang kepadanya. Lalu orang
ini mengajukan empat puluh pertanyaan. Namun yang dijawab hanya empat
pertanyaan saja. Untuk tiga puluh enam pertanyaan lainnya, Imam Malik berkata :
Allahu a’lam.
Maka orang tersebut bersebut
berkata : Engkau adalah Imam Malik bin Anas. Kepada engkau kendaraan kendaraan
dipersiapkan dan kepada engkau pula perjalanan dari segala arah menuju,
sementara engkau menjawab : Allahu a’lam. Apa yang akan saya katakan kepada
penduduk negeriku (yang telah menitipkan 40 pertanyaan) jika aku kembali kepada
mereka ?.
Imam Malik berkata : Katakanlah
kepada mereka : Sesungguhnya Malik mengatakan : Allahu A’lam.
Keenam : Khatib al Baghdadi berkata : Orang yang suka memberi
fatwa, berlomba lomba untuknya dan berusaha keras melakukannya, jarang
mendapatkan taufik dan dia kacau dalam perkaranya.
Namun jika dia tidak menyukainya,
tidak memilihnya, tidak memperluasnya dan mampu mengalihkan masalah ini kepada
yang lainnya, maka pertolongan Allah Ta’ala kepadanya lebih banyak dan
keshalihan dalam fatwa dan jawabannya lebih dominan.
Selanjutnya Syaikh as Sudais dalam
khutbahnya berkata : Wahai kaum muslimin !. Jika para sahabat dan para imam
tersebut, meskipun mereka adalah orang orang besar (dan berilmu) mereka menempuh
jalan wira’i dan hati hati dalam berfatwa. Lalu bagaimana dengan keadaan kita
sekarang ?
(Lihat Kitab Kumpulan Khutbah DR.
Abdurahman as Sudais di Masjidil Haram).
Secara khusus Syaikh DR. Abdurahman
as Sudais berkata bahwa : Inilah Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam sering
ditanya tentang sesuatu yang wahyu belum turun kepada beliau. Ternyata beliau
tidak segera menjawab. Akan tetapi beliau menunggu datangnya wahyu. Ayat ayat :
Yas-aluunak (mereka bertanya) dalam al Qur-an sangatlah banyak.
Kiranya sikap Rasulullah dan sikap serta perkataan
para sahabat dan ulama ulama tersebut diatas memberikan pemahaman kepada kita
untuk senantiasa tidak berbicara sesuatu tentang agama ini sekiranya kita tidak
tahu.
Insya Allah bermanfaat bagi kita
semua. Wallahu A’lam. (512)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar