NASEHAT KEPADA YANG TERPAKSA BERHUTANG
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Berhutang atau mengambil pinjaman dalam
syariat Islam adalah sesuatu yang sifatnya mubah atau boleh saja. Tidak
dilarang.
Rasulullah pun pernah berhutang yaitu
sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah : “Bahwa Nabi pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran
tunda sampai waktu yang ditentukan, yang beliau menggadaikan baju besinya”.
(H.R Imam Bukhari).
Sebagian
besar manusia mengambil pinjaman atau
berhutang untuk berbagai kebutuhannya. Ada
yang mengambil pinjaman untuk keperluan yang sangat mendesak, untuk tambahan
modal usaha, tapi barangkali ada juga untuk memenuhi keinginan yang lain dan
tidak terlalu penting.
Apalagi
di zaman sekarang, sungguh kesempatan berhutang
betul betul mudah. Sangatlah
banyak lembaga keuangan ataupun perorangan yang setiap saat menawarkan
pinjaman. Dengan agunan atau bukan dan juga dengan berbagai syarat yang bisa
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peminjam.
Secara
asal berhutang itu adalah sesuatu yang tidak baik. Kecuali dalam keadaan terpaksa,
untuk kebutuhan yang sangat penting seperti kebutuhan biaya hidup yang sangat
mendesak, untuk biaya berobat dan yang lainnya yang sifatnya darurat.
Rasulullah mengajarkan doa untuk berlindung dari hutang. “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari dosa
dan hutang”. (H.R Imam Bukhari).
Perhatikanlah
bahwa Rasulullah juga mengajarkan doa berlindung dari empat hal yang tidak
baik. Doa ini beliau ajarkan untuk dibaca pada tahyat akhir sebelum salam :“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati dan dari
keburukan fitnah Dajjal” . (H.R Imam Muslim)
Jika Rasulullah berdoa untuk berlindung dari sesuatu,
tandanya sesuatu itu tidak baik. Jika beliau berdoa meminta sesuatu, bermakna
bahwa sesuatu itu baik. Bukankah beliau lebih mengetahui dari kita tentang baik
dan buruk bahkan beliaulah panutan kita dalam hal menentukan mana yang baik dan
mana yang buruk secara syariat.
Oleh
karena itu seseorang yang berhutang
haruslah menjaga adab adabnya agar tidak terkena akibat buruk tersebab
berhutang. Ada sedikit nasehat bagi yang terpaksa berhutang, diantaranya adalah :
Pertama : Hendaklah mencatat hutang
piutang.
Allah berfirman : "Wahai orang-orang yang beriman !. Apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." (QS
Al-Baqarah: 282).
Syaikh as Sa’di berkata :
Bahwasanya penulisan antara kedua belah pihak yang bermuamalah adalah diantara
amal amal yang paling utama dan tindakan kebaikan bagi keduanya. Dalam
pencatatan itu mengandung pemeliharaan hak hak keduanya dan melepaskan tanggung
jawab dari keduanya seperti yang diperintahkan Allah Ta’ala. (Tafsir Taisir
Karimir Rahman)
Kedua :
Jangan berhutang dengan niat tidak akan melunasi.
Memang ada diantara manusia yang sulit untuk mau membayar hutang meskipun dia mampu. Bahkan
ada yang memang tidak punya niat untuk membayar. Orang seperti
ini mendapat predikat sebagai pencuri. Rasulullah bersabda : Siapa yang berhutang lalu tidak mau
melunasinya maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam keadaan
sebagai pencuri. (H.R Ibnu Majah, Syaikh al Albani berkata ini Hadits Hasan Shahih).
Imam al Munawi berkata : Orang yang seperti ini (tidak mau
membayar hutang) akan dikelompokkan bersama golongan pencuri dan akan diberi
balasan sebagaimana mereka yang mencuri (Faidul Qadir)
Ketahuilah bahwa Imam adz Dzahabi mengelompokkan perbuatan
mencuri sebagai salah satu dosa besar (Kitab al Kaba-ir)
Ketiga : Jangan berlalai lalai mengembalikan hutang.
Ada beberapa hadits
yang merupakan peringatan bagi orang yang berutang tapi lalai dalam pengembalian,
diantaranya adalah sabda Rasulullah Rasul : “Yughfaru
lisy syahiidi kullu dzanbin illaad daina” Diampuni semua dosa orang yang
mati syahid kecuali hutang. (H.R Imam Muslim).
Lalu bagaimana kalau dia bukan termasuk orang yang mati
syahid kemudian sengaja berlalai membayar hutang pada hal dia mampu, maka tentu akan buruklah keadaannya di akhirat kelak.
Rasulullah bersabda : “Nafsul
mu’mini mu’allaqatun bidainihi hatta yuqdha ‘anhu”. Jiwa orang mukmin
bergantung dengan utangnya hingga dia membayarnya (H.R at Tirmidzi, dishahihkan
oleh Syaikh al Albani).
Jika waktu untuk membayar
belum sampai dan yang berhutang memiliki
kemampuan maka sangatlah baik untuk bersegera membayar hutang apalagi kalau
waktunya sudah sampai. Jika belum mampu maka bersegeralah menemui pemberi
hutang untuk menyampaikan udzur dan permohonan maaf.
Rasulullah bersabda : "Menunda-nunda (membayar hutang) bagi
orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman." (HR Bukhari, Muslim,
Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi).
Ketahuilah
wahai saudaraku, Rasulullah telah memberikan
peringatan yang tegas kepada umatnya agar tidak berlaku zhalim sebab
akan mendatangkan mudharat bagi pelakunya. Beliau bersabda :
“Ittaquzh zhulma. Fainna zhulma zhulumaatun yaumal qiyaamah….” Takutlah
kalian terhadap kezhaliman karena kezhaliman merupakan kegelapan pada hari
Kiamat kelak … ( H.R Imam Muslim).
Ulama kita
menerangkan, dengan berpatokan pada hadits di atas bahwa kezhaliman merupakan
sebab kegelapan bagi pelakunya hingga ia tidak mendapatkan arah atau jalan yang
akan dituju pada hari kiamat atau menjadi sebab kesempitan dan kesulitan bagi
pelakunya. (Syarah Shahih Muslim).
Kelima : Jangan mempersulit dan
ditagih dulu dalam pembayaran utang.
Sangatlah dianjurkan untuk berlaku
baik kepada pemberi hutang ketika
melakukan pembayaran. Jangan mempersulit dengan berbagai alasan. Jangan
menunggu ditagih dulu jika waktunya telah sampai. Bukankah dia telah berbuat baik dengan memberikan hutang
kepadamu dan telah engkau menggunakannya untuk memenuhi kebutuhanmu. Ingatlah
betapa sopannya engkau pada saat meminta pinjaman kepadanya lalu pada saat
membayar engkau mempersulit.
Rasulullah bersabda : "Allah 'Azza wa jalla akan memasukkan
ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, dan melunasi
utang." (H.R an-Nasa'i, dan Ibnu
Majah).
Rasulullah bersabda : "Sebaik-baik orang adalah yang paling
baik dalam pembayaran utang”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Keenam : Tidak berbohong kepada yang memberi utang.
Rasulullah telah mengingat keadaan
yang bisa terjadi bagi seorang yang berhutang. Beliau bersabda : "Sesungguhnya, ketika seseorang berhutang,
maka bila berbicara ia akan dusta dan bila berjanji ia akan ingkar."
(H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Oleh sebab itu jangan sampai
berbohong kepada pemberi hutang. Sungguh berbohong adalah salah satu dosa besar
yang hanya bisa diampuni dengan sebenar benar taubat atau taubat nasuha. (Lihat
al Kaba-ir, Imam adz Dzahabi).
Ketahuilah bahwa berbohong dan ingkar janji adalah termasuk
tanda orang munafik yang akan menempati kapling neraka paling bawah. Allah Ta’ala
berfirman : “Innal munaafiqiina fid
darkil asfali minan naari walan tajida lahum nashiiraa”. Sungguh, orang
orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.
Dan kamu tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka. (Q.S an Nisa’
145)
Ketujuh : Jangan lupa mendoakan
orang yang telah memberi hutang.
Pada hakikatnya pemberi hutang
telah berbuat kebaikan kepada yang berhutang untuk memenuhi kebutuhannya yang
mendesak. Oleh karena itu sangatlah terpuji jika dia mendoakan kebaikan bagi
pemberi hutang.
Rasulullah bersabda : "Barang siapa telah berbuat kebaikan
kepadamu, balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak menemukan apa yang dapat
membalas kebaikannya itu, maka berdoalah untuknya sampai engkau menganggap
bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya." (H.R an-Nasa'i
dan Abu Dawud).
Demikianlah sedikit nasehat bagi
yang terpaksa berhutang. Insya Allah ada manfaatnya. Wallahu A’lam. (805)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar