PENGHALANG MANUSIA UNTUK BERSYUKUR
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Perintah bersyukur.
Sungguh bersyukur atas segala
nikmat yang diberikan Allah Ta’ala
adalah kewajiban setiap hamba. Allah Ta’ala
berfirman : “Fadzkuruunii adzkurkum wasykuruulii wa laa takfuruun”. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya
Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu kufur
terhadap (nikmat)-Ku. (Q.S al Baqarah 152).
Syaikh
Abdurrahman Nashir as-Sa’di rahimahullah
berkata : Yakni bersyukurlah kalian terhadap nikmat yang telah Allah berikan
kepada kalian dan juga terhadap tercegahnya adzab dari kalian. Di dalam syukur
harus terkandung pengakuan dan kesadaran bahwa nikmat itu semata-mata dari
Allah semata, dzikir dan pujian yang diucapkan melalaui lisannya serta ketaatan
anggota badannya untuk semakin tunduk dan patuh dalam melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya”.
Keutamaan bagi yang bersyukur
Allah
berfirman : “Waidz ta-adzdzana rabbukum la-in
syakartum la aziidannakum wa la-in kafartum inna ‘adzaabii lasyadiid” Dan
(ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya
Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku)
maka pasti adzab-Ku sangat pedih. (Q.S Ibrahim 7).
Iman Ibnu Katsir dalam kitab
tafsirnya menjelaskan bahwa maksud ayat
ini adalah perintah untuk bersyukur dan
diiringi dengan ancaman jika tidak bersyukur. Ancaman Allah adalah kalau
tidak bersyukur maka akan diberi azab yang pedih yaitu (1) Di dunia bisa
berbentuk diambilnya nikmat tersebut atau diambil berkahnya. (2) Diakhirat akan
diazab karena tidak mau bersyukur.Jadi terhadap nikmat nikmat Allah, kita diperintahkan untuk bersyukur kepada-Nya.
Lalu apa makna
bersyukur itu. Syaikh as Sa’di berkata : Adapun
makna bersyukur adalah bahwa : (1) Hati kita mengenal bahwa semua nikmat itu
datang hanya dari Allah Ta’ala. (2) Menyebutnya dengan lisan dengan memujinya
dan (3) Menggunakan nikmat itu untuk mencari ridha-Nya. (Tafsir Taisir Karimir
Rahman).
Allah ridha kepada yang bersyukur.
Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala juga
mengabarkan bahwa sesungguhnya orang yang bersyukur akan mendapatkan ridha-Nya. Allah berfirman : “In takfuruu fainnallaha ghaniyun ankum,
wa laa yardhaa li’ibaadihil kufra, wa in tasykuruu yardhahu lakum”. Jika
kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak
meridhai kekafiran bagi hamba-Nya. Dan jika kamu bersyukur niscaya dia meridhai
bagimu kesyukuranmu itu. (Q.S az Zumar 7).
Sedikit manusia yang bersyukur.
Bersyukur
adalah perintah Allah Ta’ala dan juga
akan mendatangkan kebaikan yang banyak bagi hamba hamba yang melakukannya.
Namun demikian ternyata
sedikit sekali manusia yang bersyukur.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat al
A’raf 10 : “Wa laqad makkannaakum fil
ardhi wa ja’alnaa lakum fiihaa ma’aayisya, qaliilan maa maa tasykuruun”. Dan
sungguh Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber)
penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.
Allah
Ta’ala berfirman: “Wa
huwal ladzii ansya-alakumus sam’a wal abshaara wal af-idatun, qaliilan maa
tasykuruuun”. Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan
dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur. (Q.S al Mu’minun 78)
Penghalang manusia untuk bersyukur.
Kebanyakan manusia terhalang untuk
bersyukur kepada Allah Ta’ala karena berbagai sebab, diantaranya adalah :
Pertama : Tidak mengetahui atau tidak
mau tahu nikmat itu datang dari mana.
Sungguh
Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa tidak ada pemberi nikmat kecuali
Dia saja. Allah berfirman : “Wamaa bikum min ni’matin fa minallahi” Dan
segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. (Q.S an Nahl
53)
Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata : Syukur itu menurut asalnya adalah adanya pengakuan akan nikmat yang
telah Allah berikan dengan cara tunduk kepada-Nya, merasa hina di hadapan-Nya
dan mencintai-Nya. Maka barangsiapa yang tidak merasakan bahwa itu adalah suatu
kenikmatan maka dia tidak akan mensyukurinya.
Barangsiapa
yang mengetahui itu adalah nikmat namun dia tidak mengetahui dari mana nikmat
itu berasal, dia juga tidak akan mensyukurinya. Barangsiapa yang mengetahui itu
adalah suatu nikmat dan mengetahui pula dari mana nikmat itu berasal, namun dia
mengingkarinya sebagaimana orang yang mengingkari Allah yang memberi nikmat,
maka dia telah kafir.
Barangsiapa
yang mengetahui itu adalah suatu nikmat dan dari mana nikmat itu berasal,
mengakuinya dan tidak mengingkarinya, akan tetapi ia tidak tunduk kepada-Nya
dan tidak mencintai-Nya atau ridha kepada-Nya, maka ia tidak mensyukurinya.
Barangsiapa yang mengetahui itu adalah nikmat dan dari mana nikmat itu berasal,
mengakuinya, tunduk kepada yang memberi nikmat, mencintai-Nya dan meridhai-Nya,
dan menggunakan dalam kecintaan dan ketaatan kepada-Nya, maka inilah baru
disebut sebagai orang yang bersyukur.
Kedua : Tidak mau
puas dengan nikmat yang telah ada.
Allah Ta’ala telah memberi nikmat yang
sangat banyak. Allah berfirman :
Wain ta’uddu ni’matallahi laa tuhsuuhaa, innal insaana lazhaluumun kaffar” Dan
jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya,
sungguh manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). Q.S Ibrahim 34.
Jadi
memang ada manusia yang mengikari nikmat Allah karena selalu merasa nikmat
Allah masih kurang baginya, tidak pernah puas dan tidak merasa cukup, tidak
qana’ah.
Pada
hal Rasulullah telah mengingatkan dalam sabdanya : “Wakum qani’an takun asykarannasi”. Dan jadilah kalian
orang yang
qana’ah niscaya engkau menjadi manusia yang bersyukur. (H.R Ibnu Majah,
dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Ketiga : Selalu melihat orang yang
diatas dalam urusan dunia.
Ini
juga merupakan salah satu penghalang untuk bersyukur. Dia selalu membandingkan dirinya
dengan orang lain dalam hal harta dunia. Sungguh Rasulullah telah mengingatkan,
dalam sabdanya : “Unzuruu ilaa man asfala
minkum. Walaa tanzuru ila man huwa fauqakum. Fahuwa ajdaaru alla
tardaru ni’matallah” . Lihatlah kepada orang
yang berada di bawahmu dan janganlah kalian melihat orang yang di atasmu,
karena hal itu akan lebih menjadikan kamu tidak meremehkan nikmat Allah (H.R. Iman Muslim).
Seorang
hamba yang selalu memperhatikan orang lain hidup (kelihatannya) bahagia.
Memiliki harta dunia maka timbul perasaan kekurangan sehingga menjadi
penghalang baginya untuk bersyukur.
Memang
kita harus melihat yang diatas namun
bukan dalam urusan dunia tapi untuk urusan akhirat. Kita sering melihat
saudara kita sangat taat dan rajin beribadah maka ini harus kita perhatikan, kita
inginkan dan kita contoh. Ini namanya fastabiqul khairat.
Keempat : Merasa nikmat itu sebagai
hasil kepandaian dan usahanya sendiri.
Allah
telah menerangkan tentang kisah Qarun yaitu seorang hamba yang tidak mau
bersyukur atas nikmat yang diterimanya. Sungguh dia telah mengingkari bahwa
nikmat itu datang dari Allah Ta’ala. Dia
merasa bahwa nikmat itu adalah karena kepandaiannya mengumpulkan harta.
Perhatikanlah firman Allah dalam surat al
Qashash 78. “Dia (Qorun) berkata : Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.
Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah sungguh telah membinasakan
umat-umat sebelumnya yang lebih kuat darinya dan lebih banyak mengumpulkan
harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang
dosa-dosa mereka”.
Kelima : Melupakan kesusahan dan kesulitan di masa
lalu.
Jika pada
satu saat mendapat banyak nikmat lalu sebagian manusia melupakan kesusahan dan
kesulitannya dimasa lalu. Akibatnya mereka lalai atau tidak mau bersyukur.
Perhatikanlah kisah tiga orang Bani Israil yang diceritakan oleh Rasulullah dan
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam satu hadits yang cukup panjang.
Ada yang
belang, botak dan buta. Ternyata setelah Allah beri anugerah dan kebaikan kepada ketiganya maka yang bersyukur hanyalah satu orang yaitu yang buta sedangkan
yang dua lainnya tidak mau bersyukur. Kenapa dua orang diantara mereka
terhalang untuk bersyukur ?. Karena mereka melupakan penderitaan dan
penyakitnya dimasa lalu.
Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (811)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar