PIDATO ABU
BAKAR SETELAH DIBAI’AT SEBAGAI KHALIFAH
Oleh : Azwir B. Chaniago
Setelah Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa sallam wafat,
dan jenazah beliau sedang dalam proses menjelang pemakaman, kaum Anshar, berkumpul di Saqifah bani
Saa’idah. Mereka membicarakan kemungkinan dukungan kepada Sa’ad bin Ubaidah seorang
sahabat Anshar sebagai pimpinan umat Islam menggantikan Nabi.
Peristiwa
tersebut didengar oleh Umar bin Khaththab. Umar lalu memberitahukan kepada Abu
Bakar ash-Shiddiq. Lalu, Umar dan Abu Bakar ash Shiddiq mengajak Abu Ubaidah menuju ke Saqifah bani Saa’idah. Sesampainya
di sana, jumlah sahabat semakin banyak. Lalu di depan sahabat itulah Abu Bakar memberikan arahan agar umat memilih Umar atau Abu Ubaidah. Tapi
keduanya menolaknya.
Bahkan
Umar dan Abu Ubaidah bersepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah lalu membai’at Abu
Bakar. Setelah itu barulah Basyir bin
Sa’ad yang berasal dari kaum Anshar, menjabat tangan Abu Bakar dan langsung
membaiatnya. Lalu orang orang membaiat
Abu Bakar, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar dan tokoh Islam lainnya.
Abu Bakar tidak lagi sanggup menolak amanah yang diberikan umat kepadanya.
Satu
hal yang penting dan sangat baik untuk
kita ambil pelajaran adalah makna pidato Abu Bakar ash Shiddiq setelah diangkat
sebagai Khalifah, pemimpin kaum muslimin. Pidato yang begitu singkat tetapi
memiliki makna yang dalam sehingga bermanfaat bagi sahabat dan juga orang orang
sesudahnya termasuk kita di zaman ini.
Isi pidato beliau
adalah : “Amma ba’du. Wahai sekalian
manusia, sungguh aku telah diberi beban atas kalian (menjadi khalifah) PADAHAL
AKU BUKAN ORANG TERBAIK DIANTARA KALIAN padahal aku bukan orang terbaik diantara
kalian. Akan tetapi al Qur an telah turun dan rasulullah telah mengajarkan
sunnah maka beliau mengajari kami sehingga kami pun mengetahui.
Ketahuilah
bahwa orang yang paling cerdas adalah (yang memiliki) takwa dan orang yang
paling bodoh adalah (orang berbuat) kefajiran (keburukan dan dosa). Orang yang
kuat diantara kalian adalah orang yang lemah yang telah aku barikan kepadanya
haknya. Dan orang yang lemah diantara kalian menurutku adalah orang yang kuat
yang telah aku ambil haknya.
Wahai
sekalian manusia, aku hanyalah mengikuti (Rasulullah). Ittiba’ bukan yang
membuat perkara baru (bid’ah). Jika aku berbuat kebaikan maka bantulah aku dan
jika aku melakukan pelanggaran maka luruskanlah aku. (Lihat ath
Thabaqat Kubra).
Inilah
pidato yang mengagumkan dan kita dapat mengambil faedah darinya, diantaranya
adalah :
Pertama :
Betapa hebatnya sikap tawadhu’ beliau. Beliau dengan rendah hati mengatakan
bahwa dia bukanlah orang yang terbaik di antara para sahabat. Padahal sahabat sepakat bahwa beliaulah orang terbaik
setelah Rasulullah. Namun demikian beliau tidak membanggakan diri meskipun
memang tidak ada orang yang lebih mulia dan lebih dekat kepada Rasulullah
selain beliau.
Imam Hasan al Bashri berkata :
Demi Allah, Abu Bakar orang yang terbaik setelah Rasulullah dan hal itu tidak
seorang pun yang mengingkarinya. Tetapi beliau tidaklah akan mengangkat dirinya
bahkan merendahkan diri.
Kedua :
Dalam pidato tersebut beliau memberikan tausiah bahwa : Orang yang cerdas
adalah orang yang menjadikan akhirat
sebagai tujuannya dan takwa, kata beliau, adalah sebaik baik bekal menuju
negeri akhirat.
Selain itu beliau mengingatkan
pula bahwa : Orang yang paling bodoh adalah orang yang tidak mengetahui hakikat
hidup di dunia. Memang tidak ada keraguan sedikitpun dari orang beriman,
sungguh dunia adalah sementara hanya sekedar jembatan menuju negeri akhirat.
Orang yang tujuannya hanya dunia atau mengutamakan dunia akan lalai dari urusan
akhirat.
Rasulullah juga telah mengingatkan
dalam sabda beliau : “Al kaiyisu man
daana nafsahu wa ‘amila limaa ba’dal mauti, wal ‘aajizu man atba’a nafsahu
hawaa haa wa tamanna ‘alallahi”. Orang cerdas adalah orang yang mengetahui
dirinya dan beramal untuk (bekal) setelah kematiannya. Dan orang yang lemah
adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan kepada Allah. (H.R
Imam at Tirmidzi).
Ketiga :
Satu hal penting pula yang beliau nasehatkan adalah agar tetap berittiba'
di atas jalan (yang diajarkan) Rasulullah (meskipun Rasulullah telah wafat).
Sungguh ini nasehat yang wajib kita pegang dalam beragama. Jangan membuat perkara perkara baru dalam
agama ini. Sungguh agama ini telah agamai ini telah sempurna tidak butuh kepada
penambahan maupun pengurangan.
Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu : “Ittiba’lah
(mengikutilah), dan janganlah kalian berbuat sesuatu yang baru (dalam agama
ini). Sungguh telah cukup bagi kalian, dan semua bid’ah adalah sesat. (Ibnu Bathah dalam Al-Ibanah).
Sungguh para ulama telah menjelaskan bahwa syarat
diterima ibadah adalah (1) Ikhlas, hanya mengharapkan pahala dari Allah, dan
(2) Ittiba’ yaitu meneladani Rasulullah Salallahu ‘alahi wa Sallam.
Rasulullah
bersabda : Rasulullah bersabda : “Man ‘amila
amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa raddun” Barang siapa yang melakukan
suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan itu tertolak (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Al
Hafizh Ibnu Hajar berkata : Siapa yang
membuat-buat perkara baru dalam agama lalu tidak didukung oleh dalil, maka ia
tidak perlu ditoleh.” (Fathul Bari).
Allah
berfirman : “Alladzi khalaqal mauta wal hayaata liyabluwakum aiyukum ahsanu
‘amala, wa huwal ‘aziizul ghafuur” (Dialah)
Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa yang paling baik
amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Mahapengampun.
Al
Imam Fudhail bin Iyadh menjelaskan bahwa :
Ahsanu amala, paling baik amalnya dalam ayat ini maksudnya adalah paling
ikhlas dan paling sesuai dengan syariat
(sebagaimana dicontohkan Rasulullah, pen.). Kemudian ada yang bertanya :
Apakah maksud yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan syariat ? Lalu beliau
menjawab : Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tetapi tidak sesuai dengan
syariat maka tidak diterima. Demikian pula apabila sesuai dengan syariat tetapi
tidak ikhlas maka amalan itu tidak diterima, hingga amalan tersebut ikhlas dan
sesuai dengan syariat. (Hilyah al Auliya’).
Keempat :
Dalam pidato itu juga beliau mengingatkan kita untuk selalu ta’awun alal birr
wan nahyu ‘anil munkar yakni senantiasa tolong menolong diatas kebaikan dan
kebenaran dan mencegah dari kemungkaran. Saling nasehat menasehati diantara
sesama dalam rangka menegakkan syariat Islam.
Allah Ta’ala berfirman : “Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebaikan dan takwa. Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa
dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat
siksaan-Nya. (Q.S al Maidah 2).
Itulah sebagian faedah yang bisa
kita ambil dari pidato singkat, penuh makna, dari Abu Bakar ash Shiddiq,
Khalifah pertama untuk orang orang beriman. Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (801)
mantap broo, minta izin sedot buat materi khutbah..
BalasHapusterimakasih broo
Mantap!!! Saya cari tah kemana mana...ada disini ternyata...
BalasHapusYang saya cari isi kandungan dari khutbahnya...