LEBIH BAIK SEDIKIT BICARA
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Kalu kita perhatikan, sebagian manusia di zaman ini sangat
senang berbicara di mana mana tempat. Terkadang
dia tidak paham akan apa yang dibicarakan karena memang bukan bidangnya.
Terkadang juga ada yang berbicara tentang sesuatu yang secuilpun tidak ada
hubungan dan urusan dengannya. Bahkan ada yang tidak peduli bahwa pembicaraannya bisa jadi membahayakan dunia dan akhiratnya.
Sungguh syariat Islam yang agung tidak menganjurkan manusia
untuk banyak berbicara kecuali untuk sesuatu yang bermanfaat. Ketahuilah bahwa banyak bicara adalah suatu
perkara yang dibenci oleh sahabat, ulama ulama salaf dan orang orang shalih.
Mereka mengingatkan manusia agar bicara
secukupnya saja.
Umar bin Khaththab berkata : Semoga Allah merahmati orang
yang menahan diri dari banyak berbicara dan lebih mengutamakan banyak beramal.
(Uyun al Akhbar, Ibnu Taimiyah).
Ibnu Mas’ud mengingatkan : Jauhilah oleh kalian sikap
berlebihan dalam berbicara. Cukup bagi seseorang untuk berbicara seperlunya.
(Jami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab).
Atha’ bin Rabbah seorang Tabi’in berkata : Kaum salaf membenci sikap berlebihan dalam
berbicara. Mereka menganggap selain membaca al Qur an, ber-amar ma’ruf nahi
munkar, atau berbicara tentang kehidupan yang harus dibicarakan, sebagai sikap
berlebihan dalam berbicara.
Ibnu Hibban berkata : Yang harus dilakukan orang yang berakal
adalah DIAM SAMPAI ADA HAL YANG HARUS DIBICARAKAN. Orang yang paling
lama kesedihannya dan orang yang paling besar ujiannya adalah orang yang diuji
dengan lisan yang banyak bicara dan kurang bermanfaat.
Imam an Nawawi dalam syarah shahih Muslim berkata : Orang yang ingin berkata hendaknya
dia memikirkan perkataannya sebelum diucapkan. Jika terlihat mashlahatnya,
silahkan ia berbicara. Jika tidak, sebaiknya ia menahan perkataannya.
Ketahuilah saudaraku bahwa kebiasaan banyak berbicara akan
membuka celah berbuat kesalahan. Orang yang banyak bicara akan banyak pula
salahnya sehingga membahayakan dirinya. Rasulullah bersabda : “Tsakilatka ummuka ya muaadz, wa hal
yukibbun naasa ‘ala wujuuhihim finnaari illaa hasha-idu alsinatihim”.
Merugi ibumu wahai Muaadz. Tidak ada yang melemparkan manusia ke neraka kecuali
hasil yang dipetik dari lisan mereka. (H.R Ibnu Majah dan at Tirmidzi).
Rasulullah juga telah mengingatkan
kita dalam sabda beliau : “In min husni islamil mar’i tarkuhu maa laa ya’nih”. Sesungguhnya
salah satu tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang
tidak perlu baginya. (H.R. At Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Ahmad dan selainnya).
Imam Ibnu Rajab antara lain menjelaskan : Maksud hadits
ini, salah satu tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan apapun
yang tak perlu baginya baik itu berupa
perkataan maupun perbuatan. Ia hanya berkata dan berbuat apa yang perlu
baginya. Keperluan yang dimaksud adalah perkara yang ia butuhkan sehingga ia
mencari dan mengharapkannya (Jami’al ulum wal Hikam).
Selanjutnya Imam Ibnu
Rajab berkata : Para ulama salaf sangat memuji orang diam yang ingin
meninggalkan keburukan dan perkara yang tidak perlu baginya. Mereka selalu
membina dan memperjuangkan diri untuk diam dari hal-hal yang tidak perlu bagi
mereka. (Jami’ul Ulum wal Hikam)
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Orang yang menyibukkan
dirinya dengan perkara yang tidak berguna baginya (perkataan dan perbuatan,
pen), maka kualitas keislamannya tidak baik. Dan hal ini nampak pada sebagian
besar manusia, dimana anda dapati mereka banyak mengatakan sesuatu yang tidak
berguna atau menanyakan sesuatu yang tidak bermanfaat kepada orang lain. Semua
ini menunjukkan lemahnya kualitas keislaman mereka. (Syarah
Hadits Arba’in an Nawawiyah).
Imam Hasan al Bashri berkata :
Mereka berkata bahwa lidah orang bijak ada dibelakang hatinya. Ketika ingin berbicara
ia memikirkan dulu di hatinya. Jika perkataaan itu baik ia mengucapkannya dan
jika tidak maka ia menahan lidahnya. Adapun orang bodoh, hatinya diujung
lidahnya dimana lidahnya tidak kembali kehatinya. Apa yang ada diujung lidahnya
dia ucapkan semuanya.
Ketahuilah bahwa diantara penyebab manusia banyak bicara
adalah karena mereka selalu membicarakan semua yang dia dengar dan yang dia
lihat. Akhirnya bisa jatuh kepada kebohongan padahal berbohong adalah salah
satu dosa besar. (Lihat al Kaba-ir, Imam adz Dzahabi)
Rasulullah salallahu ‘alaihi
wasallam mengingatkan
kita dalam sabda beliau : “Kafa bil mar’i kadziban aiyuhaditsa bi
kulli ma sami’. Cukuplah bagi seseorang untuk dikatakan berbohong
jika ia membicarakan segala sesuatu yang ia dengar.” (H.R Imam Muslim).
Kita berdoa kiranya
Allah Ta’ala menjaga lisan kita dari banyak berbicara yang tidak bermanfaat
bagi dunia dan akhirat. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu
A’lam. (800).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar