KAGUM PADA
DIRI SENDIRI
Oleh : Azwir B. Chaniago
Kagum
pada diri sendiri atau disebut juga dengan istilah ujub yaitu suatu keadaan
hati dan terkadang dibarengi dengan sikap yang
merasa bahwa dirinya memiliki kelebihan tertentu dibanding orang lain meskipun
belum tentu benar.
Ibnul
Mubarok pernah berkata : Perasaan ujub
adalah ketika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak
dimiliki oleh orang lain.
Imam
Al Ghozali menuturkan : Perasaan ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu
karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan semua keutamaannya
kepada Allah Ta’ala.
Diantara
bahaya kagum pada diri atau ujub adalah : Seseorang yang merasa takjub dengan dirinya sendiri karena
pendapatnya, kemampuannya, ilmunya, karyanya, amal ibadahnya, gelarnya dan yang
lainnya. Ia merasa hebat, keren, pintar, dan ujungnya adalah menganggap remeh
orang lain. Apabila ada pendapat atau
perbuatan orang lain yang terlihat lebih
baik ia tidak menyukainya. Lalu dia berusaha keras mencari cari kekurangannya
sehingga akhirnya dia menganggap orang itu tetap tidak lebih baik
dari dirinya. Dia tetap menganggap dirinya lebih baik.
Ujub
yang paling berbahaya adalah menganggap dirinya telah banyak beribadah dan merasa tidak melakukan dosa
kecuali sedikit sekali. Seolah olah merasa dirinya suci. Tentang hal ini Allah
telah memperingatkan : “Falaa tuzakkuu anfusakum, huwa a’lamu bi
manittaqaa”. Maka janganlah kamu
mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”
(Q.S an Najm 32)
Kalau sikap ujub, bangga atau kagum pada diri
sendiri ini disebut sebagai penyakit maka ujub itu sebenarnya masuk kelompok penyakit
aneh. Ujub itu sendiri jelas tidak baik tapi dia biasanya lahir setelah
seseorang mengatakan sesuatu kebaikan seperti memberi nasehat atau setelah melakukan sesuatu yang
bermanfaat.
Diantara contoh yang sederhana adalah bahwa saat ini
ada suatu tambahan situasi, yang jika tidak dipahami secara bijak sangat
berpotensi untuk menjadikan seseorang jatuh kepada penyakit ujub yaitu pada
saat seseorang memposting tulisannya berupa nasehat atau berbagi ilmu
dengan orang lain di dunia maya melalui facebook, blog, web, WA ataupun yang
lainnya.
Lalu setelah posting satu tulisan maka beberapa
menit kemudian dia tak pernah lepas dari memantau jumlah dan komentar visitors
terhadap tulisannya. Kalau visitornya ramai maka dia berpuas hati dan berkata :
Waduh aku memang hebat, tulisanku baru 10 menit di posting sudah ada 30 lebih visitorsnya
bahkan hampir semua memberikan komentar sangat bagus. Itulah salah satu contoh
konkrit dari yang dimaksud dengan sikap ujub yang bermula dari kebaikan tapi
berujung pada keburukan yaitu ujub.
Ketahuilah
bahwa sikap ujub memiliki beberapa
keburukan diantaranya adalah :
Pertama : Seorang yang ujub akan menghalangi dirinya dari
manfaat saran, kritik, dan nasehat dari orang lain meskipun yang dikatakan
orang lain itu benar.
Kedua : Jika seseorang
menghalangi dirinya untuk menerima sesuatu yang memang benar dan baik maka pada
gilirannya dia akan jatuh pada sikap sombong. Rasulullah bersabda : “Al kibru, batharul haqqi wa
ghamdunnaas” Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia. (H.R
Imam Muslim).
Ketahuilah, bahwasanya
Allah telah memberikan nikmat (kepadamu untuk) berbuat baik dan membaguskan amalanmu. Maka tidaklah layak bagi seseorang
untuk bangga
atau ujub dengan amalannya. Tidak
pula layak seorang yang berilmu bangga dengan ilmunya karena semua keutamaan itu dari Allah Ta’ala semata.
(Ahmad bin Qudamah).
Lalu
adakah upaya yang bisa dilakukan untuk menghindar dari sifat ujub. ? Prof. DR. Syaikh Abdurrazzaq, seorang ulama besar Saudi, Guru Besar pasca
sarjana di Universitas Islam Madinah, memberikan nasehat bagaimana menghindari sifat
ujub.
Pertama : Dengan menyadari bahwa kita beribadah (melakukan suatu kebaikan) bukanlah karena kemampuan kita semata, tapi (hakikatnya)
adalah disebabkan karunia Allah, sehingga sangatlah tidak pantas kalau kita
membangga banggakannya terhadap manusia.
Kedua : Dengan senantiasa menyadari bahwa sebenarnya amal (perbuatan baik) kita belum seberapa dibanding orang lain, sehingga tidak pantas kita
membanggakannya.
Ketiga : Dengan senantiasa menyadari bahwa kita manusia, mempunyai kesalahan dan dosa yang banyak sehingga tidaklah pantas bagi
seseorang yang banyak kesalahan dan dosa untuk
berbangga diri atau ujub.
Insya
Allah bermanfaat. Wallahu A’lam (436)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar