BERUSAHA DIAM JIKA
TERPICU UNTUK MARAH
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Setiap manusia yang merasa
terganggu biasanya punya potensi untuk marah, karena sifat marah itu memang ada
dalam diri manusia. Syaikh Dr. Shalih
Fauzan al Fauzan, seorang ulama besar Saudi, mengatakan bahwa : “Orang yang
tidak bisa marah, terdapat kekurangan pada dirinya.”
Tinggal sekarang kita menghitung
sifat marah kita ada pada tingkat atau
strata berapa. Dan pertanyaannya adalah bisa terkendali atau tidak. ?
Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan bahwa
menahan marah dan memaafkan orang lain adalah merupakan salah satu sifat orang
bertakwa yaitu sebagaimana Allah berfirman : “Alladziina yunfiquuna fis sarraa-i wadh dharraa-i wal kaazhimiinal
ghaizha wal ‘afiina ‘aninnaasi, wallahu yuhibbul muhsiniin”. (Orang yang
bertakwa yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang orang yang
berbuat kebaikan. (Q.S Ali Imran 134)
Rasulullah memberikan pujian
terhadap seorang hamba yang bisa mengendalikan atau menahan marahnya. Beliau
bersabda : “Man kazhama ghaizhan wa huwa
yastathi’u an yunfidzahu, da’aahullahu yaumal qiyaamati ‘alaa ru-uusil
khalaa-iqi hatta yughaiyirahu fii ayyil huuri syaa-a”. Siapa yang menahan
amarah padahal dia mampu untuk melampiaskannya, Allah akan memanggilnya pada
hari Kiamat di hadapan semua makhluk, hingga memberikannya kesempatan untuk
memilih bidadari yang dia inginkan. (H.R Imam Ahmad, Abu Dawud, at Tirmidzi dan
Ibnu Majah).
Jadi sangatlah dianjurkan bagi
setiap hamba untuk berusaha mengendalikan marahnya. Rasulullah bersabda : “Laisasy syadiidu bish shura’ati, wa
innamaasy syadiidul ladzii yamliku nafsahu ‘indal ghadab”. Orang yang
perkasa itu bukan orang yang jago bergulat, akan tetapi orang yang perkasa itu
adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah. (H.R Imam Ahmad).
Marah memang terkadang diperlukan,
tapi haruslah pada saat yang tepat, dengan cara yang tepat serta marah untuk keadaan
yang tepat pula. Namun demikian menahan
atau mengendalikan marah tentu jauh lebih baik.
Sangatlah banyak cara yang
diajarkan agama ini untuk mengendalikan diri jika terpicu untuk marah. Satu
diantaranya adalah dengan bersikap diam, tidak berbicara. Orang yang sedang terpicu oleh kemarahan
sangatlah sulit untuk berbicara dengan baik karena emosinya sedang berada di
puncak. Orang yang sedang marah biasanya mudah mengeluarkan kata kata yang
tidak baik yang memberi mudharat kepada dirinya dan juga mudharat kepada orang
lain.
Terkadang kita menyaksikan orang
yang sedang marah menjadi lupa diri. Bisa jadi dia menghina orang lain bahkan
sampai menyebut nama nama penghuni kebun margasatwa. Kenapa bisa begitu ? Ya
namanya juga lagi marah besar. Oleh
karena itu maka diam adalah salah satu pilihan yang baik bagi orang terpicu
untuk marah, sampai emosinya reda.
Bahwa Rasulullah mengabarkan : “Tentang dua orang laki laki dari sebelum
kita ini, yang salah seorangnya adalah ahli ibadah sedangkan yang seorang lainnya adalah seorang yang berlaku
zhalim terhadap dirinya (dengan banyak berbuat dosa).
Yang ahli ibadah sering menasehatinya, tetapi dia tidak berhenti juga
(dari berbuat dosa). Maka suatu hari dia (ahli ibadah) melihatnya sedang
berbuat dosa dan melihat hal itu adalah
suatu dosa yang amat besar hingga dia (ahli ibadah berkata (kepada yang
bermaksiat) : Demi Allah, Allah tidak
akan mengampunimu. Akan tetapi Allah mengampuni dosa orang yang suka
berbuat dosa itu dan menggugurkan amal yang
ahli ibadah itu. (H.R Imam Ahmad dan Abu Dawud).
Abu Hurairah berkata : Orang itu
telah mengatakan suatu kalimat yang membinasakan dunia dan akhiratnya. Dan Abu
Hurairah memperingatkan orang orang agar jangan sampai mengatakan kalimat
seperti ini saat marah.
Imam Ibnu Rajab al Hambali
menjelaskan bahwa : Orang tersebut (yang ahli ibadah) sebenarnya marah karena
Allah, tetapi kemudian dia berkata dalam keadaan marah karena
Allah, dengan apa yang tidak boleh dikatakan dan memastikan atas Nama Allah
dengan apa yang tidak dia ketahui. Lalu Allah menggugurkan amal amalnya. Lalu
bagaimana dengan orang yang berbicara saat dia marah untuk dirinya sendiri dan
karena mengikuti hawa nafsunya lalu berkata dengan apa apa yang tidak boleh dikatakan ?.
Oleh karena itu mari kita pilih
sikap diam jika terpicu untuk marah. Meskipun terasa berat tapi insya Allah ini lebih selamat.
Wallahu A’lam. (428)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar