INILAH PERUSAK PERUSAK KEIKHLASAN
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Muqaddimah :
Ikhlas
adalah suatu perkara yang sudah tidak samar bagi kita. Sungguh sudah begitu
jelas maknanya. Bahkan faedahnya pun sudah kita ketahui bagi kehidupan kita terutama dalam beramal shalih. Tetapi implementasi
ikhlas dalam kehidupan kita terutama dalam ibadah adalah sangat sulit dan
banyak tantangan. Tanpa disadari kadang-kadang kita jatuh kepada sikap
yang bisa merusak keikhlasan.
Kewajiban beramal dengan ikhlas.
Sungguh telah dimaklumi pula
bahwa kita diperintahkan untuk beribadah dengan ikhlas kepada Allah saja tidak
kepada selainNya. Allah berfirman : “Wama umiruu
illa liyabudullaha mukhlishina lahuddin, hunafa’a wayuqimush shalata
wayu’tuzakata wadzalika dinul qaiyimah”. Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang
lurus. (Q.S. al Baiyinah 5).
Syaikh
as Sa’di menjelaskan bahwa memurnikan ketaatan kepadaNya bermakna mencari Wajah Allah dalam seluruh
ibadah baik yang zhahir maupun yang bathin serta ingin mendekat disisiNya. (Tafsir
Karimir Rahman).
Allah
Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman : “Alladzii khalaqal mauta wal hayaata
liyabluakum aiyukum ahsanu amalaa”. Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Al Mulk 2).
Imam Fudhail bin Iyadh mengatakan bahwa yang
lebih baik amalnya maksudnya adalah yang
paling ikhlas dan yang paling benar amalnya.
Selanjutnya kata beliau , yang paling ikhlas dan paling baik yakni : Sesungguhnya amalan apabila
ikhlas tapi tidak benar maka tidak diterima, demikian juga apabila benar tetapi
tidak ikhlas maka tidak pula. Orang yang ikhlas ibadahnya adalah yang beramal
semata-mata karena Allah sedangkan yang benar adalah orang yang mencontoh
Rasulullah dalam beramal. (Kitab Madarijus Salikin)
Diantara keadaan yang bisa merusak keikhlasan.
Sungguh
sangatlah banyak keadaan yang bisa merusak keikhlasan seseorang dalam
beribadah, diantaranya :
Pertama : Sifat suka dipuji.
Seseorang yang suka dipuji akan merusak keikhlasan karena
dia sangat senang bila ada yang memujinya. Jiwanya berasa melayang dengan pujian. Hatinya selalu mengharapkan pujian manusia. Hanya merasa nyaman jika ada yang memujinya. Selalu berusaha mencari muka dihadapan manusia. Orang yang mengkritiknya dianggap musuh meskipun kritikan
itu benar. Dengan demikian amalannya akan dia selimuti dengan
pujian pujian. Dia beramal karena pujian. Kalau pujian tidak datang maka akan
membuatnya lemah dalam beramal.
Lalu ada pertanyaan : Bagaimana dengan pujian yang diterima tapi benar benar tidak diinginkan. Jawabannya adalah : Jika seorang hamba mengerjakan suatu
amal shalih dengan ikhlas baik sedang beribadah dan ketika selesai beribadah , kemudian Allah menampakkan
kebaikannya berupa pujian manusia dan dia merasa senang atas karunia Allah,
maka ini tidaklah tercela (Kitab Qaulul Mufid).
Rasulullah
bersabda dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim : “Abu Dzar
berkata : Ada yang bertanya, Wahai Rasulullah ada seseorang yang berbuat
kebaikan kemudian manusia memujinya. Rasulullah menjawab : “Itu adalah
berita gembira yang disegerakan bagi seorang yang beriman”.
Kedua : Banyak menceritakan kehebatan amalnya.
Orang
semacam ini selalu berhasrat untuk menceritakan amalan yang telah dia kerjakan. Suka menceritakan bagaimana payah, susah dan letihnya dia
dalam beramal.Berkeinginan untuk menonjolkan amalannya didepan orang lain.
Dia juga sangat berhasrat untuk menarik hati manusia, kedudukan yang mulia
dan pujian orang banyak dengan
menceritakan amalnya yang banyak. Sekilas orang ini seperti cinta agama dan amal kebaikan. Tapi ini bisa
membahayakan nilai ibadahnya karena keikhlasannya dipertanyakan.
Ketiga : Menyandarkan pekerjaan kelompok kepada dirinya.
Memang terkadang kita melihat ada
manusia yang suka menonjolkan
diri dilingkungannya, kepada ketua kelompok atau mudirnya. Bahwa dialah orang yang telah berbuat banyak bagi
kelompoknya. Dan juga dialah orang yang katanya punya ide-ide
cemerlang sehingga pekerjaan bisa tuntas dan berhasil. Bahkan terkadang mengaku dia yang telah melakukan tugas atau proyek yang sulit meskipun bukan demikian.
Orang seperti ini juga sering berkata bahwa kalau tidak ada saya semua tak akan
beres. Selalu berusaha menunjukkan
seolah olah dialah yang paling sibuk diantara yang lain. Ketahuilah bahwa ini semua bisa merusak keikhlasannya dalam beramal atau melakukan suatu kebaikan.
Keempat : Senang menampakkan sikap tawadhu’nya.
Sikap tawadhu’ adalah salah satu
sikap terpuji. Namun demikian ada saja seseorang berusaha menampakkan sikap
tawadhunya dihadapan manusia misalnya muka yang pucat dan badan yang lemas agar
disangka seorang yang ‘alim dan ahli ibadah.
Terkadang dia juga berusaha
menampakkan wajah yang sedih agar
terlihat seolah olah dialah orang yang
paling takut dengan azab Allah.
Terkadang juga dia suka berbicara dengan suara serak, mata sayu badan lemas karena ingin menunjukkan bahwa dia
banyak ibadah terutama shalat malam, banyak
melakukan puasa sunnah. Pada semuanya bisa merusak
keikhlasannya dalam beribadah.
Sungguh
benar apa yg dikatakan Imam Ibnul Jauzi : Alangkah sedikitnya manusia yang beramal ikhlas karena Allah. Kebanyakan manusia
senang untuk menampakkan ibadahnya.
Kelima : Merendahkan diri untuk memperoleh pujian.
Diantara
manusia ada yang merendahkan diri dihadapan orang lain. Misalnya mengatakan
bahwa ilmu saya sangat sedikit, ibadah
saya sangat kurang, sungguh jauh dari ibadah orang lain, ah dosa saya sangatlah
banyak. Dibalik perkataan dan pernyataannya itu dia sebenarnya ingin pamornya naik biar dipuji sebagai orang yang rendah hati.
Seorang
ulama, Mutharrif bin Abdullah berkata :
Cukuplah seseorang dikatakan memuji dirinya dengan mencela dirinya pada
khalayak ramai. Seolah olah dia menghendaki kebaikan pada hal disisi Allah merupakan kejahilan.
Sungguh orang yang suka dipuji baik
dengan cara seolah olah merendahkan diri dalam beribadah akan bisa merusak amal
dan perbuatan baiknya.
Keenam : Senang menjelekkan orang lain agar dirinya terpuji.
Sering
kita temui orang yang sangat senang menjelekkan orang lain, sambil menonjolkan
kebaikan dirinya. Ini termasuk ghibah yang berat dan dilarang oleh syari’at. Ini juga
termasuk bagian dari perusak keikhlasan dalam beribadah.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Diantara sebagian manusia ada yang memoles ghibah dalam bentuk yang indah
dan beragam. Kadangkala dengan alasan agama dan kebaikan, ia berkata : Saya
tidak menyebutkan orang kecuali kebaikan, saya tidak suka ghibah dan
kebohongan. Hanya saja saya mengabarkan kepada kalian keadaan yang sebenarnya.
Demi Allah dia itu orang baik tapi
sayang dia melakukan begini dan begitu. Tujuan dari hal ini tiada lain adalah
menjelekkannya, beralasan demi kebaikan dan agama.
Sebagian
yang lain, kata Ibnu Taimiyah, mereka berbuat ghibah dalam bentuk kekaguman.
Semisal dia berkata : Saya kagum dengan dia, tapi bagaimana mungkin dia tidak
melakukan (kebaikan) ini dan itu.
Atau ia berkata : Saya heran dengan dia, bagaimana ia bisa terjatuh dalam
perkara (buruk) semacam itu.
Melakukan
ghibah dengan bentuk keheranan dan kekaguman, inilah penyakit hati yang paling
besar dan penipuan terhadap Allah Ta’ala serta para makhluk-Nya
Ketujuh : Senang dan bangga terhadap diri sendiri atau ujub.
Rasulullah
bersabda : “Ada tiga perkara yang membinasakan : kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu
yang diikuti dan bangganya seorang hamba terhadap dirinya sendiri” . (H.R. ath Thabrani).
Ibnul
Mubarak berkata bahwa : Ujub adalah engkau merasa bahwa pada dirimu ada sesuatu
(kebaikan, kelebihan) yang tidak dimiliki orang lain.
Bangga
terhadap diri sendiri atau ujub bisa menjadi salah satu yang bisa merusak keikhlasan seseorang karena dia beribadah
untuk memenuhi perasaan ujubnya. Ketahuilah
bahwa ujub dapat mendatangkan kerendahan disisi
Allah. Ini juga bisa membuat
seseorang lupa terhadap aib dan kekurangannya sendiri. Bahkan bisa menjatuhkan seseorang kepada suatu yang lebih berat
lagi yaitu kesombongan akhirnya merusak keikhlasannya.
Demikianlah beberapa hal yang bisa
merusak keikhlasan seorang hamba dalam beribadah. Wallahu A’lam. (441)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar