JIKA TERLANJUR BERBUAT KEBURUKAN
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Seorang hamba yang beriman dan
bertakwa akan selalu berusaha melakukan berbagai ketaatan dan menghindari
setiap keburukan. Tapi dia tidak bisa terhindar sama sekali dari melalaikan ketaatan
ataupun dari melakukan keburukan. Paling
tidak ada tiga penyebab kenapa berlaku demikian.
Pertama : Manusia bukan malaikat. Manusia memiliki
hawa nafsu yang terkadang sulit dikendalikan,
Dan hawa nafsu itu cenderung kepada keburukan. Allah berfirman : “Wa
maa ubarri-u nafsii, innan nafsa la-ammaa ratun bis suu-i illa maa rahima
rabbi”. (Yusuf berkata) Dan aku
tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya
nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Rabb-ku (Q.S Yusuf 53)
Dalam
kitab Tafsir Kariimir Rahman di sebutkan bahwa : “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan” maknanya adalah seringkali (nafsu itu) memerintahkan pemiliknya untuk berbuat
keburukan yakni perbuatan keji dan segala dosa.
Kedua : Manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu
syaithan yang selalu berusaha menggoda dan mendorongnya untuk melakukan
kemaksiatan dan dosa. Allah berfirman : “Innamaa ya’murukum bis suu-i wal
fahsyaa-i wa an taquuluu ‘alallahi maa laa ta’lamun”. Sesungguhnya (syaithan) itu hanya
menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji dan mengatakan apa yang tidak kamu
ketahui tentang Allah (Q.S al Baqarah 169)
Syaikh
as Sa’di berkata : Yang dimaksud adalah kejahatan yang merusak pelakunya.
Dengan demikian termasuk dalam hal ini adalah seluruh kemaksiatan.
Ketiga : Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah.
Syaikh as Sa’di berkata : Manusia itu adalah lemah dalam hal fisik, lemah dalam
berkehendak, lemah dalam bertekad dan lemah dalam iman dan
kesabaran (Lihat Tafsir Kariimir Rahman). Allah berfirman : “Wa
khuliqal insaanu dha’iifaa”. Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.
(Q.S an Nisaa’ 28.)
Lalu sekiranya pada satu saat
seorang hamba jatuh kepada keburukan maka bersegeralah untuk :
Pertama : Bersegera memohon ampun.
Dari Abu Bakar ash Shiddiq, dari
Nabi, beliau bersabda : “Tidaklah seseorang melakukan satu dosa kemudian dia
bangkit lalu berwudhu’ lalu shalat daan beristighfar (memohon ampunan) kepada
Allah, kecuali Allah pasti mengampuninya” Kemudian beliau membaca ayat ini :
Dan orang orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menzhalimi diri sendiri (segera) mengingat Allah, lalu
memohon ampun atas dosa dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa
dosa selain Allah ?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang
mereka mengetahui. (Q.S Ali Imran 135). H.R Imam Ahmad, at Tirmidzi, Abu Dawud
dan Ibnu Majah.
Kedua : Mengikuti perbuatan buruk
dengan perbuatan baik.
Allah berfirman : “Wa aqimish shalaata tharafan nahaari wa
zulafan minal laili innal hasanaati yudzhibnas saiyi-aati, dzaalika dzikraa
lidz dzaakiriin”. Dan dirikanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan
petang) dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya
perbuatan perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan perbuatan yang
buruk. Dan itulah peringatan bagi orang orang yang ingat. (Q.S Hud 114).
Dari Ibnu Mas’ud : “Bahwasanya seorang laki laki telah mencium
seorang perempuan, lalu dia datang kepada Nabi dan menceritakan itu kepada beliau,
maka Nabi terdiam, hingga turunlah ayat ini, maka beliau memanggilnya dan
membacakannya kepadanya. Maka seorang laki laki bertanya : Apakah ini khusus
baginya ?. Beliau menjawab : (Tidak) tetapi (ia) untuk semua manusia secara
umum”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Ini adalah karena kasih sayang
Allah yang Maha Pengampun. Namun demikian hadits dan ayat ini jangan dijadikan
sandaran untuk dengan sengaja berbuat maksiat lalu berkata : Kalau saya berbuat
dosa, nantikan mudah minta ampun dan bertaubat. Bukankah Allah Maha Pengampun
dan Maha Penyayang. Ucapan dan sikap yang seperti ini sangatlah berbahaya
karena :
Pertama : Siapa yang menjamin dia mampu memohon ampun dan bertaubat
setelah melakukan maksiat. Ketahuilah seseorang bisa memohon ampun dan bertaubat
adalah dengan hidayah Allah.
Kedua : Bisa jadi dia
keenakan dengan maksiatnya karena
satu maksiat yang dilakukan seseorang akan mengundang maksiat yang lainnya. Lalu
keterusan sehingga semakin jauh dari keinginan untuk minta ampun dan bertaubat.
Ketiga : Bisa jadi pula pada saat keenakan bermaksiat datang
malaikat maut mencabut nyawanya sehingga tidak sempat minta ampun dan
bertaubat. Na’udzubillahi min dzaalik.
Wallahu A’lam. (423)
Izin save & share akhi
BalasHapus