SIFAT
TOLERANSI BERAGAMA DALAM ISLAM
Disusun oleh : Azwir
B. Chaniago
Salah satu makna
toleransi dalam KBBI disebutkan bahwa
toleransi adalah ajektif atau kata sifat yaitu
bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Jadi hakikat toleransi
adalah terutama sekali merujuk pada sikap saling menghargai satu
sama lain. Dan memang sikap toleransi sangat dibutuhkan dalam kehidupan
bermasyarakat, khususnya di negeri kita dengan ragam budaya dan perbedaan agama
serta kepercayaan.
Sungguh Islam yang
mulia ini memiliki sifat toleransi dalam beragama. Ketahuilah dalam Islam sifat
toleransi tampak dengan jelas ketika
Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam berhijrah ke Madinah. Tatkala
Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Yatsrib (Madinah) maka penduduk Madinah
banyak sekali yang masuk Islam dengan sukarela.
Sementara itu orang orang Yahudi Madinah hampir tidak
ada yang mau memeluk Islam terutama karena kedengkian mereka
meskipun mereka mengetahui kebenaran Islam dan kebenaran Nabi yang diutus.
Namun demikian Nabi Salallahu 'alaihi Wasallam tidak memaksa mereka untuk masuk
Islam. Nabi dan orang Islam hidup berdampingan dengan orang orang Yahudi
Madinah secara luwes dan tenggang rasa.
Bahkan Nabi membuat perjanjian (damai) dengan mereka yang disebut dengan Piagam Madinah, diantara isi perjanjian itu adalah :
(1) Orang orang Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang mukmin. Bagi orang orang Yahudi agama mereka dan bagi kaum Muslimin agama mereka, termasuk pengikut pengikut mereka dan diri mereka sendiri. Hal ini juga berlaku bagi orang orang yahudi selain Bani Auf.
(2) Mereka harus saling nasehat menasehati, saling berbuat baik dan tidak boleh berbuat keburukan.
(3) Siapapun tidak boleh berbuat jahat terhadap orang yang sudah terikat dengan perjanjian ini.
(4) Mereka harus tolong menolong dalam menghadapi orang orang yang hendak menyerang Yatsrib. (Lihat Kitab ar Rahiq al Makhtum, Syaikh Shafiyurrahman al Mubarakfuri).
Diantara prinsip utama TOLERANSI DALAM ISLAM adalah tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam. Memaksa kelompok atau orang orang yang berada dibawah kekuasaan ataupun tawanan Islam tidaklah diperkenankan apalagi orang atau kelompok selainnya. Allah Ta’ala berfirman :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ
تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
(Q.S al Baqarah 256).
Imam
Ibnu Katsir menukil perkataan Ibnu Abbas meriwayatkan tentang
seorang sahabat Anshar dari Bani Salim bin ‘Auf yang memiliki dua orang anak
laki laki. Kedua anaknya ini beragama Nasrani. Lalu sahabat Anshar ini datang
kepada Rasulullah bertanya : Ya Rasulullah, bolehkah aku memaksa kedua anakku
(untuk masuk Islam) karena mereka beragama Nasrani.
Lalu
turun ayat 256 dari surat al Baqarah. Allah berfirman “Tidak ada
paksaan untuk (masuk) agama (Islam). Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”. (Tafsir Ibnu
Katsir).
Tentang ayat yang mulia ini pula, Syaikh Abdurrahman as Sa’di, dalam Kitab Tafsir Karimur Rahman menjelaskan : Ayat ini menerangkan tentang kesempurnaan ajaran Islam. Dan bahwasanya karena kesempurnaan bukti buktinya, kejelasan ayat ayat dan keadaannya merupakan ajaran akal dan ilmu, ajaran fitrah dan hikmah, ajaran kebaikan dan perbaikan, ajaran kebenaran dan jalan yang lurus, maka karena kesempurnaannya dan penerimaan fitrah terhadapnya, maka (untuk masuk) Islam tidak perlu pemaksaan.
Syaikh as Sa’di lebih lanjut menjelaskan bahwa : Pemaksaan itu hanya terjadi pada suatu perkara yang dijauhi oleh hati, tidak memiliki hakikat dan kebenaran atau bukti bukti dan ayat ayatnya tidak ada. Jadi barang siapa yang telah mengetahui ajaran (Islam) ini dan dia menolaknya maka hal itu didasari oleh kedurhakaannya, karena (Allah Ta’ala telah berfirman) : “sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Ketahuilah bahwa dakwah untuk memeluk agama Islam hanya sekedar anjuran atau ajakan. Itupun harus dilakukan secara bijak. Allah Ta’ala berfirman :
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
ۖ
Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik. Dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. (Q.S an Nahl 125).
Ada banyak riwayat yang menunjukkan bahwa Islam tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk Islam, diantaranya :
Pertama : 70 orang
tawanan dari perang Badr.
Dalam satu Riwayat disebutkan
bahwa setelah perang usai, ada 70 orang pasukan kafir Quraisy dari Makkah
ditawan oleh pasukan Islam dalam perang Badr (Riwayat Imam Bukhari). Semua
tawanan itu digiring ke Madinah.
Namun demikian Rasulullah
Salallahu 'alaihi Wasallam tidak memaksa
mereka masuk Islam meskipun mereka tawanan dibawah kekuasaan kaum Muslimin.
Nabi Salallahu 'alaihi Wasallam hanya memberikan pilihan kepada mereka apakah
mereka akan masuk Islam atau membayar tebusan untuk kebebasannya. (Lihat Sunan
Abu Dawud).
Kedua : Peristiwa
Fathul Makkah.
Pada Ramadhan tahun ke 8 Hijriah Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam dengan 10.000 pasukan kaum muslimin memasuki kota Makkah tanpa perlawanan dari kafir Quraisy. Beliau masuk kota Makkah dengan tetap menundukkan kepala sambil membaca firman Allah :
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ
فَتْحًا مُبِينًا
Sesungguhnya
kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. (Q.S al Fath 1)
Lalu beliau mengumumkan kepada penduduk Makkah :“Siapa yang masuk masjid maka dia aman, siapa yang masuk rumah Abu Sufyan maka dia aman, siapa yang masuk rumahnya dan menutup pintunya maka dia aman.”
Beliau terus berjalan hingga sampai di Masjidil Haram. Dalam Riwayat al Baihaqi disebutkan bahwa beliau bersabda :“Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangankan tentang apa yang akan aku lakukan terhadap kalian ?” Merekapun menjawab : Yang baik-baik, sebagai saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia.
Beliau juga bersabda :“Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya: ‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha Penyayang.’ Pergilah kalian !. Sesungguhnya kalian telah bebas.”
Meskipun telah menguasai kota Makkah dan penduduknya menyerah tapi Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam dan pasukan Islam TIDAK MEMAKSA penduduk Makkah masuk Islam. Meskipun demikian sangatlah banyak orang yang masuk Islam pada saat itu atas kemauan sendiri dan juga ada yang masih tetap dengan kemusyrikannya dengan agama nenek moyang mereka.
Ketiga : Kemenangan besar pasukan Islam dalam perang Yarmuk.
Dr. Utsman bin Muhammad al
Khamis antara lain menceritakan bahwa salah satu perang besar
terjadi pada tahun 13 H yakni pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash
Shiddiq yaitu perang Yarmuk. Perang ini adalah antara pasukan Islam melawan
pasukan Romawi yang saat itu dikenal sebagai pasukan terkuat dan
terbesar di dunia.
Dibawah
komando Panglima perang yang terkenal yaitu Khalid bin Walid, dalam perang ini
umat Islam mengalami kemenangan besar sehingga bisa menguasai kota Damsyiq atau
Damaskus Syiria. Di kota ini pasukan Islam mendapati sebuah
gereja yang cukup besar yaitu gereja Yohanna.
Pada saat kaum muslimin membutuhkan masjid maka pasukan Islam minta kepada pengurus gereja ini untuk membagi bangunan gereja menjadi dua bagian. Sebagian akan digunakan untuk masjid dan sebagian digunakan masih boleh digunakan untuk gereja. (Lihat Kitab Hibqah minat Taarrikh).
Jadi, meskipun pasukan Islam mendapat kemenangan dan berkuasa namun tidak memaksa orang orang Nasrani masuk Islam dan tidak mengambil paksa seluruh bangunan gereja untuk dijadikan masjid sebagai tempat shalat kaum muslimin.
Dari riwayat ini diketahui SECARA NYATA DAN JELAS bahwa Islam adalah agama yang SANGAT TOLERANSI TERHADAP PEMELUK AGAMA LAIN.
Namun demikian PERLU DIPAHAMI TENTANG TOLERANSI YANG
BENAR. JANGAN SAMPAI KEBABLASAN. Ketahuilah bahwa toleransi terhadap penganut
agama lain hanyalah sebatas muamalah dalam arti sempit saja. Diantaranya dalam
bergaul secara umum. Tetapi yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah TAK ADA SEDIKITPUN
RUANG UNTUK TOLERANSI.
Sungguh keliru berat apa yang dilakukan sebagian
saudara kita yang atas nama toleransi lalu ikut ikut merayakan atau memberikan
ucapan selamat pada hari perayaan perayaan agama lain. Ada pula yang memenuhi undangan ketempat ibadah mereka dan
ikut pula berdoa bersama. Dan ini kenyataan di negeri kita bahkan ada beberapa
orang berilmu bergelar doktor,
profesor yang membolehkan mengucapkan selamat atas perayaan agama lain.
Padahal dalam Islam, konsep toleransi sungguh sangat
jelas bahwa dalam perkara aqidah dan ibadah tidak ada toleransi, karena aqidah
dan ibadah adalah sesuatu yang mutlak dan tidak ada celah untuk dikompromi.
Insya Alla ada manfaat bagi kita semua. Wallahu
A'lam. (2.762).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar