BERFATWA WAJIB DENGAN ILMU
Oleh : Azwir B. Chaniago
Dalam beberapa kajian
yang kita ikuti, sangatlah jarang
seorang ustadz menjawab tidak
tahu terhadap pertanyaan pertanyaan dari
jamaah. Semua pertanyaan jamaah dijawabnya. Pada hal jika memang tidak tahu
secara persis adalah sangat baik untuk dijawab dengan jawaban tidak tahu.
Menjawab tidak tahu bukanlah suatu yang buruk tapi ini adalah dalam rangka
menghormati dan menjaga syariat ini agar tetap lurus.
Sungguh tidaklah
dianjurkan untuk berfatwa bagi orang orang yang ilmunya masih sangat
sedikit atau mungkin ilmunya luas tetapi
tidak menguasai tentang bidang ilmu yang ditanyakan.
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, memberikan penjelasan
terhadap hal ini, sebagai berikut :
Pertama : Kepada yang bertanya (peminta fatwa).
Tidak boleh meminta fatwa, baik kepada perempuan ataupun laki
laki, kecuali yang diduga (kuat) berkompeten untuk memberikan fatwa yaitu yang
dikenal keilmuannya, karena ini adalah perkara agama. Dan agama harus dijaga. Jika seseorang bepergian ke suatu negeri,
hendaknya tidak menanyakan jalannya
kepada sembarang orang. Dia harus mencari orang yang bisa menunjukkan yaitu
yang (memang) mengetahuinya.
Demikian juga jalan menuju Allah yaitu syariat-Nya, hendaknya
tidak meminta fatwa dalam perkara syariat kecuali kepada orang yang
diketahuinya atau diduganya berkemampuan untuk memberikan fatwa.
Kedua : Kepada yang ditanya (pemberi fatwa)
Tidak boleh memberikan fatwa tanpa berdasarkan ilmu. Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman : “Katakanlah, Rabbku hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembuyi, dan perbuatan
dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk
itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu
ketahui” (Q.S al A’raf 33).
Allah menyebutkan perbuatan mempersekutukan Allah pada
pembicaraan, dalam hal ini yang tidak didasari ilmu. Dalam ayat lain disebutkan
: Fa man azhlamu minmaniftaraa ‘alallahi kadziban li yudillan naasa bighairi
‘ilmin, innallaha laa yahdil qaumazh zhaalimiin” Maka siapakah yang lebih
zhalim daripada orang orang yang membuat buat dusta terhadap Allah untuk
menyesatkan manusia tanpa ilmu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang orang yang zhalim. (Q.S an An’am 144).
Dan telah diriwayatkan dari Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam
bahwa beliau bersabda : “Man kadzaba ‘alaiya muta’ammidan fal yatabauwa’ maq’adahu minan naar” Barangsiapa yang
berdusta dengan mengatas namakan diriku, maka hendaklah ia bersiap siap
menempati tempat duduknya di neraka. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Maka hendaklah orang yang ditanya tidak begitu saja
memberikan jawabannya kecuali berdasarkan ilmu. Mengetahui masalahnya, baik itu
dari dirinya sendiri jika ia memang mampu mengkaji dan menimbang dalil dalilnya
atau dari orang ‘alim yang dipercayainya. Karena ini adalah perkara agama.
Pemberi fatwa itu
adalah yang memberi tahu tentang agama Allah dan tentang hukum Allah serta
syariat syariat-Nya, maka hendaknya ia sangat berhati hati.
(Dari Dalilut Thalibah al
Mu’minah)
Insya Allah bermanfaat
bagi kita semua. Wallahu A’lam (315)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar