TIDAK
BERLEBIHAN DALAM SEGALA SESUATU
Oleh : Azwir B. Chaniago
Berlebihan
dalam segala sesuatu tidaklah dianjurkan. Bahkan dalam beribadah pun berlebihan
yang dalam bahasa agama disebut ghuluw juga tidak baik. Imam Ibnu Hajar
mengatakan : Ghuluw adalah berlebihan terhadap sesuatu dan menekan hingga
melampaui batas (Fathul Bari).
Imam
Ibnul Qayyim memberikan nasehat agar manusia tidak berlebihan dalam empat hal, yaitu : (1)
Dalam hal berbicara. (2) Dalam hal bergaul. (3) Dalam hal makan, dan (4) Dalam hal memandang. (Lihat al Fawaid).
Sedikit uraiannya insya Allah akan disebutkan dalam tulisan ini.
Allah
Ta’ala berfirman : “Katakanlah : Wahai
ahli Kitab. Janganlah kamu berlebih lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak
benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang orang yang
telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan
kebanyakan (manusia). Dan mereka tersesat dari jalan yang lurus. (Q.S al
Maa-idah 77)
Kemudian
beliau bersabda : “Wahai sekalian manusia
jauhilah sikap ghuluw dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat
sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama” (H.R Imam Ahmad, an
Nasa’i dan Ibnu Majah).
Berlebihan dalam sesuatu banyak kita temukan dalam kehidupan masyarakat. biasanya terjadi karena tidak mengetahui
kerugian yang ada pada sikap ini. Diantara sikap berlebihan adalah :
Pertama : Berlebihan
dalam bicara
Rasulullah salallahu alaihi wassalam bersabda: “Man kana yu’minu billahi
wal yaumil akhiri fal yaqul khairan au liyasmut”. Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam.
(H.R. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah).
Dari
hadits diatas dapatlah diambil faedah bahwa tidaklah Rasulullah menganjurkan
umatnya untuk banyak berbicara kecuali untuk sesuatu yang baik.
Umar bin Khaththab berkata : “Semoga Allah merakhmati
orang yang menahan diri dari banyak berbicara dan lebih mengutamakan banyak
beramal”. (Uyun al Akhbar, Ibnu Taimiyah).
Coba kita perhatikan sebagian
manusia sekarang ini. Sungguh akan kita dapati sebaliknya. Mereka sering berlebihan dalam berbicara sementara amal mereka dipertanyakan.
Ibnu Mas’ud berkata : “Jauhilah oleh kalian sikap
berlebihan dalam berbicara. Cukuplah bagi seseorang untuk berbicara seperlunya”
(Jami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab al Hambali).
Atha’
bin Rabbah seorang Tabi’in berkata : Kaum
salaf membenci sikap berlebihan dalam berbicara. Mereka menganggap
selain membaca al Qur an, ber-amar ma’ruf nahi munkar, atau berbicara tentang
kehidupan yang harus dibicarakan, sebagai sikap berlebihan dalam berbicara.
Kedua : Berlebihan
dalam bergaul
Tidaklah nyaman jika manusia hidup
sendiri sendiri karena fitrahnya manusia adalah makhluk sosial. Tetapi
sangatlah dianjurkan untuk tidak berlebihan dalam bergaul apalagi dengan orang
orang yang tidak mengajak kepada ketaatan.
Rasulullah telah berpesan kepada
umatnya melalui sabda beliau : Rasulullah
bersabda : “Al mar-u ‘alaa diini
khaliilihi, fal yanzhur ahadukum man yukhaalil”. Seseorang itu tergantung dari agama sahabat
karibnya maka hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan dengan
siapa ia bersahabat karib. (H.R Abu Dawud, at Tirmidzi, Imam Ahmad dan al
Hakim).
Sungguh
orang yang cerdas tidaklah bergaul dekat dengan semua orang kecuali dengan orang orang shalih dan
teman teman yang saling mengingatkan dalam kebaikan.
Syafiyuddin
al Huliy memberi nasehat dalam syairnya : Berkumpul
dengan manusia tidak ada manfaatnya. Selain berbicara tidak karuan dan desas
desus. Maka sedikitkanlah berkumpul
dengan manusia. Kecuali jika untuk menuntut ilmu atau memperbaiki keadaan.
Ketiga
: Berlebihan dalam makan
Orang yang makan berlebihan cenderung mengantuk,
sulit untuk bersegera melakukan sesuatu, termasuk unuk beribadah. Pengalaman banyak
orang mengatakan bahwa orang yang berlebihan makan pada saat berbuka puasa maka berat baginya melaksanakan shalat
Isya di masjid dan mendatangkan kantuk yang berat pada saat shalat taraweh.
Allah berfirman : “Wa kuluu wasyrabuu qa laa tusyrifu, innallaha laa yuhibbul musyrifin”.
…Dan makanlah dan minumlah tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak
menyukai orang yang berlebihan. (Q.S al A’raaf 31)
Rasulullah
bersabda, “Tidaklah ada bejana yang diisi anak adam yang lebih buruk dari
perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang
punggungnya. Jika tidak bisa, maka hendaknya sepertiga dari perutnya diisi
dengan makanannya, sepertiga dengan minumannya dan sepertiga untuk bernafas.
“ (H.R Imam Ahmad, at Tirmidzi, an Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Diantara
manfaat makan tidak berlebihan
adalah membuat kita semakin mampu untuk
melawan syahwat. Lihatlah bagaimana
Rasulullah menganjurkan pemuda-pemuda yang belum mampu menikah agar
(banyak) berpuasa.
Beliau bersabda : ”Wahai para pemuda, barangsiapa diantara
kalian telah mampu untuk menikah, hendaknya bersegera menikah, karena yang
demikian itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa
yang tidak mampu hendaknya dia bershaum
karena itu adalah pemutus syahwatnya.” (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Keempat : Berlebihan
dalam memandang.
Sungguh
dewasa ini sangatlah banyak ditemukan hal hal yang tidak sepantasnya dilihat
oleh seorang yang ingin menjaga imannya. Diantaranya adalah gambar atau
photo wanita wanita yang berpakaian
tidak lengkap, majalah atau buku buku dengan
gambar yang akan merusak hati dan akhlak. Seorang hamba bukan hanya
tidak boleh berlebihan dalam memandangnya
tapi diharamkan secara mutlak kecuali tanpa kesengajaan.
Dan termasuk
dalam hal ini adalah menonton acara acara televisi yang sebagian besar
menayangkan acara acara yang tidak layak tonton bagi seorang yang beriman
dengan benar.
Sungguh
Allah Ta’ala berfirman : “Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (Q.S an-Nuur
30).
Rasulullah
Salallahu ‘alaihi wasallam pernah berpesan kepada Ali bin Abi Thalib dalam
sabda beliau : “Yaa ‘aliyyu ! Laa
tutbi’in nazhrata, fa inna lakal uulaa wa laisat lakal aakhirah”. Wahai Ali
!. Janganlah engkau mengikuti engkau mengikuti satu pandangan dengan pandangan
lainnya karena yang pertama untukmu yang kedua bukan untukmu. (H.R at Tirmidzi
dan Abu Dawud, Hadits Hasan).
Oleh
sebab itu mari kita pelihara diri kita dari segala sesuatu yang berlebihan
yang berujung pada kerusakan bagi dunia
dan akhirat. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (839).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar