JANGAN BERANI MENGATAKAN SESEORANG MASUK SURGA
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Secara umum, kita meyakini dan
boleh mengatakan bahwa orang beriman
akan masuk surga sedangkan orang kafir dan musyrik akan masuk ke neraka. Ini
dijelaskan Allah Ta’ala dalam firman-Nya : “Sungguh, orang orang kafir dari golongan ahli
Kitab dan orang orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di
dalamnya selama lamanya. Mereka itu adalah sejahat jahat makhluk. Sungguh orang
orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih mereka itu adalah sebaik baik
makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka adalah surga ‘Adn yang mengalir di
bawahnya sungai sungai. Mereka kekal didalammnya selama lamanya. Allah ridha
kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah
(balasan) bagi orang yang takut kepada Rabb-nya”. (Q.S al Baiyinah 6-8).
Namun demikian secara individu,
orang perorang, kita dilarang keras dan tidak berhak mengatakan bahwa si Fulan
itu akan masuk surga atau masuk neraka. Apakah seseorang masuk surga atau masuk
neraka itu hak Allah Ta’ala semata. Kenapa, karena Allah Mahakuasa dan
Mahabijaksana. Sungguh surga dan neraka itu milik Allah tidak bersekutu dengan
yang lain. Dia yang berhak menentukan siapa penghuninya.
Rasulullah Salallahu ‘alaihi
wasallam memang pernah menyebutkan nama beberapa sahabat yang akan menjadi
penghuni surga. Beliau bisa memastikan demikian karena mendapat petunjuk dari
Allah Ta’ala. Beliau berbicara atas dasar wahyu. Allah
berfirman : “Wamaa yantiqu ‘anil hawaa.
In huwa illaa wahyun yuuhaa”. Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut keinginannya. Tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (Q.S
an Najm 3-4).
Syaikh
Dr. Shalih bin Fauzan al Fauzan berkata : Kita tidak boleh mempersaksikan bagi
seseorang, setinggi apa pun dia telah mencapai derajat keshalihan dan takwa,
tidak boleh mempersaksikan baginya
dengan surga. Kita tidak mengetahui yang ghaib. Juga kita tidak boleh
menghukumi seseorang masuk neraka, sebanyak apapun dia melakukan perbuatan
maksiat. Kenapa, karena kita tidak mengetahui berkaitan dengan hukum per
individu.
Dari
Sahl bin Sa’di, bahwasanya Rasulullah bersabda : … Innamal a’maalu bi khawaatiimihaa”. …sesungguhnya amal perbuatan
seseorang adalah tergantung penutupnya. (H.R Imam Bukhari 6493).
Syaikh
melanjutkan perkataannya : Kita tidak mempunyai wewenang kecuali pada sisi
zhahir semata. Begitu pula seseorang tidak boleh dihukumi dengan neraka kecuali
yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah baik dengan surga maupun dengan
neraka. Seperti misalnya, sepuluh orang sahabat yang telah mendapat persaksian
dengan surga, yaitu : Empat Khulafa’ur Rasyidin, Sa’ad bin Abi Waqash, Sa’id
bin Zaid bin Amr bin Nufail, Abdurrahman bin ‘Auf, az Zubair bin Awwam, Abu
Ubaidah Amir bin al Jarrah dan Thalhah bin Ubaidillah. (Sebagaimana disebutkan
dalam Hadits yang diriwayatkan oleh at Tirmidzi 3757).
Yang
jelas, bilamana Nabi telah mempersaksikan bagi seseorang dengan surga maka kita
juga wajib mempersaksikan bagi orang tersebut dengan surga dan memastikan
baginya dengan surga. Sedangkan selainnya (yang tidak mendapat persaksian dari
Nabi) tidak boleh kita pastikan untuknya akan tetapi kita berharap kebaikan
baginya.
Demikian
pula orang kafir tertentu, tidak boleh kita hukumi dengan neraka. Boleh jadi
dia bertaubat (masuk Islam) dan mati dalam keadaan Islam dan bertaubat, artinya
hidupnya ditutup dengan kebaikan. Hanya saja kita tetap khawatir atas dirinya,
karena dia dalam keadaan kafir. Ini dari hukum bagi perorangan. (Penjelasan
Matan Aqidah ath Thahawiyah).
Oleh
karena itu seorang hamba haruslah menjaga diri untuk tidak mengatakan sesuatu
yang tiada ilmu padanya. Wallahu A’lam. (848)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar