CARA MENGHINDARI SIKAP UJUB
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Rasululllah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ada tiga perkara yang membinasakan :
kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujub (bangganya) seorang hamba
terhadap dirinya sendiri” . (H.R. ath Thabrani dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Ibnul Mubarak berkata bahwa :
Ujub adalah engkau merasa bahwa pada dirimu ada sesuatu (kebaikan, kelebihan)
yang tidak dimiliki orang lain. Dan juga Ibnul Mubarak berkata : Aku tidak mengetahui pada orang orang
yang shalat perkara yang lebih buruk dari pada ujub.
Bangga terhadap diri sendiri atau
ujub bisa menjadi salah
satu yang bisa merusak keikhlasan seseorang karena dia beribadah untuk memenuhi perasaan ujub atau
rasa bangga dirinya terhadap orang lain. Ketahuilah bahwa ujub dapat mendatangkan
kerendahan disisi Allah.
Ini juga bisa membuat seseorang lupa terhadap aib dan kekurangannya
sendiri. Bahkan bisa
menjatuhkan seseorang kepada suatu yang lebih berat lagi yaitu kesombongan.
Imam Abu Abdullah al Harits al Muhasibi (wafat di Baghdad 243
H), memberikan nasehat tentang beberapa
cara menghindari ujub terhadap orang lain.
Pertama : Janganlah kamu menjumpai seseorang
dari umat manusia, kecuali kamu melihat dia memiliki keutamaan atau dirimu.
Barangkali dia lebih baik darimu dan memiliki kedudukan yang tinggi di sisi
Allah Ta’ala.
Kedua : Apabila dia lebih muda, maka
hendaknya kamu katakan pada dirimu : Orang ini belum pernah (sedikit)
bermaksiat kepada Allah, sementara aku telah (banyak) berbuat maksiat
kepada-Nya. Oleh karena itu aku tidaklah ragu bahwa dia adalah lebih baik
daripada aku. Apabila dia lebih tua, maka hendaklah kamu katakan : Orang ini
telah banyak beribadah sebelum aku.
Ketiga : Apabila dia seorang yang alim atau
berilmu, maka hendaklah kamu katakan : Dia dianugerahi apa yang tidak
dianugerahkan Allah kepadaku. Dia memperoleh apa yang tidak aku peroleh, dia
mengetahui apa yang tidak aku ketahui. Dan dia beramal dengan ilmunya.
Apabila dia seorang
yang bodoh maka hendaklah kamu katakan : Orang ini telah bermaksiat kepada
Allah karena kebodohannya, karena tidak mengetahui. Sedangkan aku telah
bermaksiat kepada Allah dengan ilmu yaitu aku mengetahuinya. Sementara itu aku
tidak tahu dalam keadaan apa Allah mengakhiri hidupku dan dalam keadaan apa
pula Allah mengakhiri hidup orang ini. (Dari Kitab al Mawa’izh Syaikh Shalih
Ahmad asy Syami).
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (850)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar