ADAKAH LARANGAN TIDUR SETELAH ASHAR ??
Oleh : Azwir B. Chaniago
Diantara demikian banyak nikmat yang diberikan Allah Ta’ala
kepada manusia adalah tidur yaitu untuk
beristirahat. Allah berfirman : “Waja’alnaa naumakum subaataa. Dan kami
menjadikan tidurmu untuk beristirahat. (Q.S an Naba’ 9). Sungguh kita tidak
bisa membayangkan bagaimana jadinya diri kita jika tidak ada nikmat tidur yang
diberikan Allah. Bagaimana tersiksanya seseorang yang jika tidak bisa susah tidur.
Lalu tentang waktu tidur, ada sebagian saudara kita yang
mengingatkan untuk tidak tidur setelah shalat Ashar. Katanya dikhawatirkan
memberi mudharat kepada yang bersangkutan. Barangkali mereka bersandar kepada
hadits berikut ini : “Man naama ba’dal
‘ashri, fakhtulisa ‘aqluhu, fa laa yaluu manna illa nafsah”. Barang siapa
yang tidur setelah shalat Ashar lalu akalnya hilang, maka janganlah dia mencela
(menyalahkan) kecuali dirinya sendiri.
Lalu bagaimana kedudukan hadits ini. Ketahuilah bahwa para
ulama ahli hadits menghukumi kedudukan hadits ini dha’if (lemah) bahkan dha’if
jiddan (sangat lemah), diantaranya adalah :
Pertama :
Hadits ini dinyatakan tidak shahih oleh Imam Ibnul Jauzi. Beliau
mencantumkannya dalam kitab al
Maudhuu’at, yaitu kitab yang memuat hadits hadits yang beliau anggap palsu.
Kedua : Imam al Haitsami mengisyaratkan
kelemahan hadits ini yang parah karena rawi tersebut yaitu ‘Amr bin al Hushain yang
kelemahannya (sebagai perawi) adalah fatal.
Ketiga : Hadits ini juga dinyatakan lemah
oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani dalam Kitab Silsilah Hadits Dha’if
dan Maudhu’).
Keempat : Hadits yang sama juga diriwayatkan
dari Abdullah bin Abbas. Akan tetapi hadits ini juga sangat lemah bahkan palsu,
karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama ‘Umar bin Subh seorang pendusta.
(Ibnu Hajar, Talkhishul Habir).
Kelima : Dalam kitabnya al Fawaa-idul
Majmu’ah, Imam asy Syaukani menyebutkan bahwa hadits ini tidak shahih.
Kelemahan hadits ini tentu saja membuatnya tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang
orang yang tidur setelah shalat Ashar, karena hukum asalnya dalam hal ini
adalah mubah (boleh). Tidak ada hadits shahih yang melarangnya. Terlebih lagi
jika hal tersebut dilakukan karena suatu kebutuhan seperti sakit yang
membutuhkan istirahat. Keletihan disebabkan banyaknya kegiatan sampai sore
hari, dan alasan alasan lainnya. (Kitab Silsilah hadits Dha’if dan Maudhu’,
Syaikh al Albani).
Kita mengetahui bahwa sangatlah banyak hadits lemah, lemah
sekali, hadits mungkar bahkan hadits
palsu yang tidak ada asal usulnya. Oleh karena itu seorang hamba hendaklah
berhati hati dan berusaha mengetahui tentang bagaimana kedudukan suatu hadits
sebelum diamalkan.
Sungguh kita sangat berterima kasih kepada para ulama ulama
ahli hadits, semoga Allah Ta'ala meridhainya, yang telah diberi kekuatan oleh Allah Ta’ala dalam mencurahkan
waktu, tenaga dan pikirannya untuk meneliti hadits hadits dan menjelaskan
kedudukan hadits itu kepada kaum
muslimin.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam.
(846)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar