GOLONGAN
YANG TIDAK DISUCIKAN ALLAH TA’ALA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللّٰهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ.
Tiga
golongan yang Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka, tidak akan melihat
kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka
adzab yang pedih; Orang tua yang yang berzina, raja yang pendusta dan orang
miskin yang sombong. (H.R Imam Muslim).
Penyebutan
kata tiga golongan dalam hadits ini bukanlah pembatasan, akan tetapi ia
hanyalah penjelasan terhadap orang-orang yang disebutkan dalam hadits, karena
telah datang ancaman yang serupa untuk orang-orang selain yang disebutkan dalam
hadits di atas. Maka dari sini kita memahami bahwa jumlah-jumlah dalam konteks
kata seperti ini tidak memiliki mafhum, maksudnya tidak menunjukkan sebuah
pembatasan, yakni pembatasan bahwa hukuman itu hanya berlaku untuk tiga golongan
ini saja dan menafikan dari selain ketiganya.
Akan tetapi,
di dalam hadits-hadits lain ada tambahan tentang golongan orang-orang yang
berhak mendapatkan ancaman yang serupa dengan yang ada dalam hadits di atas.
Adapun makna
sabda beliau : “Tiga golongan yang Allah
tidak akan berkata kata kepada mereka”, maksudnya, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla
mengadzab mereka pada hari Kiamat dengan tidak mengajak bicara mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa Allah tidak meridhai mereka, dan bahwasanya amalan yang
berkonskwensi pada hukuman yang seperti ini (tidak diajak bicara oleh Allah)
merupakan perbuatan yang diharamkan, karena hukuman ini adalah ancaman di
Akhirat dan perbuatan ini salah satu dosa besar.
Sabda beliau :
“Allah tidak berbicara kepada mereka”, dan pembicaraan yang
ditiadakan dalam hadits ini adalah pembicaraan yang menunjukkan kasih sayang dan
kebaikan. Bukan peniadaan pembicaraan sama sekali, karena tidak ada seorang pun
pada hari Kiamat melainkan akan diajak bicara oleh Allah, dan tidak ada
penterjemah antara dia dengan Allah, sekalipun dia adalah orang kafir.
Sabda beliau:
“Allah tidak mensucikan mereka” maksudnya mereka tidak
dipuji oleh Allah, dan tidak disucikan dari dosa, sebagaimana yang dijelaskan
oleh Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah. Sedangkan Syaikh Muhammad
bin Shalih al Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa makna sabda beliau
ini adalah bahwa Allah tidak memberikan rekomendasi dan pengakuan terhadap mereka.
Tidak ada juga yang bersaksi atas keimanan mereka disebabkan apa yang mereka
kerjakan berupa perbuatan yang keji ini.
Adapun sebab
dikhususkannya mereka dengan hukuman tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh
al-Qadhi ‘Iyadh, “Karena mereka yang melakukan maksiat tersebut sangat tidak
layak dengannya, tidak ada alasan mendasar untuk melakukannya dan sangat lemah
motivasi mereka, Walaupun tidak seorangpun memiliki udzur (alasan) untuk
melakukan dosa, namun ketika tidak ada alasan yang mendesak untuk melakukan
maksiat ini dan tidak ada dorongan kuat seperti biasanya, maka melakukannya
lebih dekat kepada tindakan penentangan dan penyepelean terhadap hak Allah
subhaanahu wata’ala. Dia bermaksud untuk bermaksiat kepadaNya bukan untuk yang
lainnya.
Orang orang
berilmu ada yang menjelaskan bahwa
ketiga golongan yang disebut dalam hadits diatas disiksa dengan adzab
yang demikian berat karena sebenarnya pendorong mereka untuk berbuat maksiat
tersebut kecil. Namun hawa nafsu mereka telah mengalahkannya. Lihatlah :
Pertama : Seorang yang telah tua berzina.
Seharusnya faktor umur telah menjadikan akalnya lebih sempurna dan mampu
berpikir lebih matang. Gejolak syahwatnya mestinya bisa lebih dikendalikan.
Jika dia berzina maka itu menunjukkan lemahnya imannya sehingga dikalahkan oleh
hawa nafsu.
Kedua : Seorang raja yang berdusta.
Sungguh aneh kalau dia mau berdusta. Orang yang berdusta biasanya karena takut
kepada seseorang. Seorang raja tentu tak ada orang yang perlu ditakutinya
sehingga dia perlu berdusta. Ini tentu bisa terjadi karena mengikuti kemauan
hawa nafsunya sehingga mau berdusta.
Ketiga : Seorang miskin yang sombong.
Tidak layak baginya untuk berlaku sombong karena tidak ada yang bisa membuatnya
sombong. Semestinya lebih tawadhu’ dan jauh dari sifat sombong.
Oleh karena
itu mereka layak mendapat hukuman yang berat sebagai mana dijelaskan oleh
Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam sebab mereka telah berbuat maksiat yang
sebenarnya mudah untuk ditinggalkan kalau mereka mau.
Wallahu
A’lam. (854)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar