AMAL DINILAI DARI KEADAAN AKHIRNYA
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Rasulullah
bersabda : “Innamal a’maalu bil khawaatim”. Sesungguhnya setiap amalan
tergantung pada akhirnya. (H.R Imam Bukhari).
Yang dimaksud bil
khawaatiim adalah amalan yang dilakukan di akhir umur atau akhir hayat
seseorang.
Seberapapun baiknya amalan seseorang selama berpuluh puluh tahun tetapi diakhir
hayatnya ditutup dengan amal yang buruk misalnya melakukan kesyirikan ataupun
dosa dosa besar lainnya maka merupakan malapetaka baginya.
Imam az-Zarqani
dalam Syarh Al-Muwatha’ menyatakan bahwa amalan akhir manusia itulah
yang jadi penentu dan atas amalan itulah akan dibalas. Siapa yang beramal jelek
lalu beralih beramal baik, maka ia dinilai sebagai orang yang bertaubat.
Tapi
terkadang ada yang salah faham. Ada yang berkata : Kalau begitu saya beramal
pada akhir akhir umur saja, setelah pensiun. Sekarang kan masih sehat dan
sekarang bersenang senang dulu dengan menikmati dunia. Waktu masih panjang. Bukankah
yang dinilai adalah keadaan akhirnya. Ini perkataan orang yang nekad, karena :
Pertama : Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan
dan dalam keadaan bagaimana dia akan diwafatkan Allah Ta’ala.
Kedua : Tidak ada yang bisa menjamin pada masa
tuanya dia akan mendapat hidayah untuk bertaubat dan melakukan amal shalih.
Ketahuilah bahwa seseorang yang terus melakukan maksiat akan sulit baginya
keluar dari maksiat untuk bertaubat kecuali jika Allah Ta’ala berkehendak.
Selain
itu seorang hamba janganlah merasa ujub atau
bangga diri dengan amal amalnya saat ini. Bisa jadi pada menjelang akhir hayatnya dia
tergelincir kepada keburukan dan lalai dalam beramal shalih. Sungguh hal ini
adalah salah satu yang perlu dikhawatirkan oleh seorang hamba. Ketahuilah bahwa
manusia itu bersifat lemah. Sementara itu ada hal hal yang bisa mendorongnya kepada keburukan.
Pertama : Manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu
syaithan yang selalu berusaha menggoda dan mendorongnya untuk melakukan
kemaksiatan dan dosa. Allah berfirman : “Innamaa ya’murukum bis suu-i wal
fahsyaa-i wa an taquuluu ‘alallahi maa laa ta’lamun”. Sesungguhnya (syaithan) itu hanya
menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji dan mengatakan apa yang tidak kamu
ketahui tentang Allah (Q.S al Baqarah 169)
Kedua : Manusia memiliki hawa nafsu, Dan hawa nafsu itu cenderung kepada
keburukan. Allah berfirman : “Wa maa ubarri-u nafsii, innan nafsa la-ammaa
ratun bis suu-i illa maa rahima rabbi”. (Yusuf berkata) Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari
kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku (Q.S Yusuf 53)
Dalam
kitab Tafsir Kariimir Rahman, Syaikh as Sa’di berkata bahwa : “Sesungguhnya
nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan” maknanya adalah seringkali (nafsu
itu) memerintahkan pemiliknya untuk berbuat keburukan yakni perbuatan keji dan
segala dosa.
Imam
Ibnu Katsir menceritakan sebuah kisah tentang Abda’ bin Abdurrahim, seorang
yang sangat ‘alim, hafal al Qur an dan kuat ibadahnya dan juga sering ikut
berjihad. Pada satu kali dia ikut berjihad bersama pasukan kaum muslimin
melawan pasukan Romawi. Allah memberi kemenangan kepada kaum muslimin sehingga
pasukan kaum muslimin bisa menduduki sebagian wilayah Romawi.
Ketika berada di wilayah Romawi yang dikuasai
kaum muslimin, Abda’ bin Abdurrahim melihat seorang wanita Romawi dan dia
tertarik dan ingin menikah dengan wanita tersebut. Syaithan dan hawa nafsu
buruk telah menguasai Abda’. Lalu disampaikannya keinginannya itu kepada wanita
Romawi itu. Wanita itu setuju untuk dinikahi dengan syarat Abda’ mau mengikuti
agama wanita itu. Teman temannya mengingatkan agar tetap menjaga imannya. Tetapi
Abda’ tetap pada keinginannya untuk menikah dengan wanita Romawi itu. Akhirnya
Abda’ menukar agamanya, murtadlah dia.
(Bidayah wa Nihayah, dengan diringkas).
Jadi kita harus berusaha keras menjaga agar
iman tetap kokoh yaitu iman yang dengan
rahmat Allah Ta’ala melahirkan amal shalih. Dan kita terus menerus berdoa kepada Allah agar iman dan amal shalih
kita tetap terpelihara dan diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah. : “Allahhumma inni as-aluka husnal
khaatimah”. Ya Allah sesungguhnya aku memohon husnul khatimah.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam.
(833).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar