Jumat, 24 Januari 2020

KETIKA PEMBERI HUTANG DIZHALIMI PENERIMA HUTANG


KETIKA PEMBERI HUTANG DIZHALIMI PENERIMA HUTANG

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Memberi dan menerima hutang tak dilarang dalam syariat Islam. Bahkan Allah Ta’ala mengatur tentang hutang piutang, diantaranya dalam firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ ۚ

Wahai orang orang yang beriman !. Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya. (Q.S al Baqarah 282).

Cuma saja pada saat menerima hutang, terkadang ada YANG BERHUTANG MENZHALIMI PEMBERI HUTANG. Kemungkinannya adalah  : (1) Dari awal penerima hutang   memang sudah ingin menipu pemberi hutang. Tidak ada niat untuk membayar hutang bahkan terkadang sengaja menghilang. (2) Bisa juga dia mampu membayar tetapi tidak mau membayar terkadang dengan berpura pura tidak mampu. (3) Ada juga kemungkinan yang meminjam lebih galak dari pemberi pinjaman sehingga yang memberi hutang tak sanggup menagihnya. 

Lalu dalam hal ini apakah si pemberi hutang mendapat kerugian ?. Secara kasat mata sipemberi hutang  terlihat merugi karena uang yang dipinjamkan tidak kembali. Ia telah tertipu dan dizhalimi. Tapi hakikatnya tidaklah ia merugi karena :

Pertama : Ini musibah dan jika dia menerima dengan sabar dan lapang dada maka Allah Ta’ala  akan memberikan kebaikan tersendiri yaitu mendapat pahala tanpa batas. Allah Ta’ala berfirman :
 إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Hanya orang orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas. (Q.S az Zumar 10)  

Kedua : Jika ia memaafkan maka itu juga keuntungan bagi pemberi hutang bukankah Allah telah berfirman : 

إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا

Jika kamu menyatakan suatu kebajikan, menyembunyikannya atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain) maka sungguh Allah Maha Pemaaf, Mahakuasa. (Q.S an Nisaa’ 149).

Selain itu ketahuilah bahwa puncak puncak keutamaan dari sikap suka memaafkan adalah memperoleh ampunan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman :

وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak menginginkan Allah mengampunimu dan Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. (Q.S an Nur 22).

Ketiga : Kezhaliman yang diterima pemberi hutang  berbuah transfer pahala atau transfer dosa di akhirat kelak dengan si penerima hutang yang  berlaku zhalim itu. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda  : 

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

Barang siapa yang memiliki kezhaliman terhadap saudaranya maka hendaklah dia meminta kehalalan (maaf) kepadanya, karena kelak di akhirat tidak ada lagi dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diambil untuk saudaranya (yang dia zhalimi), bila tidak memiliki kebaikan maka keburukan (dosa) saudaranya (yang dia zhalimi itu) akan diberikan kepadanya (H.R Imam Bukhari).

Oleh karena itu, si pemberi hutang tidak akan pernah rugi ketika memberikan pinjaman kepada orang yang kesulitan dan sangat membutuhkan. Bahkan ketika dizhalimi oleh yang berhutang, JUGA TAK ADA RUGINYA.

Sungguh, memberi hutang  adalah  perbuatan  baik yang akan dibalas Allah Ta’ala dengan kebaikan pula. Allah Ta’la berfirman :

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula) Q.S ar Rahman 60.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.871)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar