ADAKAH JENIS GHIBAH YANG DIPERBOLEHKAN ??
Oleh : Azwir B. Chaniago
Perbuatan ghibah adalah menceritakan keburukan
atau aib seseorang atau sekelompok orang atau dalam bahasa kita disebut
bergunjing . Sungguh ini adalah perbuatan yang sangat tercela. Rasulullah Salallahu
‘alaihi wasallam telah menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan ghibah
dalam sabda beliau :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ
رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ :
أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ
مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ
فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu bahwsanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tahukah
kalian apakah ghibah itu ?. Sahabat menjawab : Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Yaitu engkau
menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya : Bagaimanakah pendapat engkau, jika itu memang benar ada padanya ?,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Kalau memang sebenarnya begitu
berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak
benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya. (H.R Imam Muslim, at Tirmidzi
dan Abu Dawud).
Sungguh perbuatan ghibah adalah
termasuk dosa besar dan jelas sangat dilarang dalam syariat Islam. Allah Ta’ala
berfirman :
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah kamu mencari cari kesalahan
orang lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menghibah sebagian yang
lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati. Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh
Allah Maha Mengetahui dan Mahateliti. (Q.S al Hujuraat 12).
Dalam ayat ini Allah memberikan perumpamaan
yang sangat buruk bagi pelaku ghibah yaitu seperti memakan daging bangkai
manusia. Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin menjelaskan bahwa ayat ini sebagai bentuk penghinaan terhadap
orang yang mengghibah supaya tidak ada
seorangpun yang melakukannya.
Tapi ketahuilah bahwa tidaklah semua perbuatan
ghibah yaitu menceritakan keburukan, aib atau kezhaliman seseorang atau
sekelompok orang haram hukumnya. Ghibah diperbolehkan jika ada tujuan yang
syar’i yang mendatangkan manfaat. Diantaranya
yaitu dibolehkan ghibah atau menyebutkan aib orang lain, yaitu : dalam
enam keadaan sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah
Shahih Muslim).
(1) Mengadukan
tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal
mengatakan : Si Ahmad telah menzalimiku.
(2) Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu
perbuatan mungkar dan untuk membuat
orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal
meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran. Misalnya : Si
Rahmat telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar
lepas dari tindakannya.
(3) Meminta fatwa pada seorang mufti seperti
seorang bertanya kepada Mufti : Saudara kandungku telah menzalimiku demikian
dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.
(4) Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu
kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perawi hadits.
(5) Membicarakan orang yang terang-terangan
berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan
pada masalah lainnya.
(6) Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia
sudah makruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang
bagus, itu lebih baik.
Nah, kalau kita perhatikan apa yang
dimaksud oleh Imam Nawawi di atas, ghibah masih dibolehkan jika ada maslahat
dan ada kebutuhan. Misal saja, ada seseorang yang menawarkan diri menjadi
pemimpin dan ia membawa misi berbahaya yang sangat tidak menguntungkan bagi kaum
muslimin, apalagi ia mendapat bantuan dan sokongan dari orang orang kafir maka sudah barang
tentu kaum muslimin diingatkan akan keburukan dan bahayanya jika orang itu
dipilih jadi pemimpin.
Diantara
dalil yang memboleh mengghibah atau membuka aib seseorang adalah :
Pertama : Hadits
dari Aisyah.
عن عائشة رضي الله عنها أن رجلا استأذن على النبي صلى الله عليه وسلم
فقال: “ائذنوا له، بئس أخو العشيرة؟
Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa seseorang meminta izin pada Nabi
Salallahu ‘alaihi Wasallam. Lalu beliau bersabda : Izinkanlah ia, seburuk-buruk
saudara suatu kabilah. (Mutafaq ‘alaihi)
Imam al Bukhari
berhujjah dengan hadits ini mengenai kebolehan berghibah terhadap ahlul fasad (tukang pembuat
kerusakan) dan ahlu ar raib (orang yang suka membuat keraguan).
Kedua : Juga
hadits dari Aisyah :
وعنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ”ما أظن فلانًا
وفلانًا يعرفان من ديننا شيئًا. قال الليbinti ث بن سعد أحد رواة هذا الحديث: هذان الرجلان كانا من
المنافقين
Aisyah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, aku melihat si fulan dan
si fulan tidaklah mengetahui sedikitpun dari perkara agama kami. (H.R Imam Bukhari, al Laits ibn Sa’ad salah seorang perawi
hadits ini, berkata bahwa kedua orang yang disebut di sini adalah orang munafiq).
Ketiga : Hadits
dari Fathimah binti Qais.
وعن فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت: أتيت النبي صلى الله عليه
وسلم، فقلت: إن أبا الجهم ومعاوية خطباني؟ فقال رسول الله صلى الله عليه
وسلم:”أما معاوية، فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن
عاتقه
Dari Fathimah binti Qays r.anha, ia berkata: aku mendatangi Nabi Salallahu ‘alaihi Wasallam lalu aku berkata, sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah mengkhitbahku (melamarku). Lalu Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya. (Muttafaq alaih).
Dan dalam
riwayat Muslim, haditsnya berbunyi :
”وأما أبو الجهم فضراب للنساء”
Adapun Abul Jahm ia suka memukul wanita
Jadi tidaklah semua bentuk ghibah terlarang.
Ketika mengghibah seseorang adalah untuk
menjelaskan keburukan seseorang atau suatu kaum dan ada mashlahat bagi dirinya dan bagi orang lain serta
bagi kaum muslimin umumnya maka ini diperbolehkan.
Ketahuilah bahwa ulama ahli hadits dari dahulu
sangatlah sering menjelaskan di kitab kitab mereka tentang aib atau keadaan
seorang perawi yang terkadang disebut
suka memalsukan hadits, atau suka berdusta ataupun hafalannya sangat lemah dan
yang lainnya. Ini tentu diperbolehkan bahkan sangat diperlukan karena
mendatangkan manfaat bagi kaum muslimin. Ini termasuk diantara ghibah yang
diperbolehkan.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam. (1.283)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar