HUSNUZHAN KEPADA ALLAH PASTI
MENDATANGKAN
KEBAIKAN
Oleh : Azwir B. Chaniago
Ketahuilah bahwa ketika seorang hamba memiliki
persangkaan baik atau husnuzhan kepada Rabb-nya maka Allah Ta’ala akan
memberikan kebaikan baginya. Dalam
bagian awal dari sebuah hadits yang cukup panjang disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman :
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
Aku sesuai persangkaan hamba-Ku terhadap
diri-Ku. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dalam Kitab
Syarah Hishnul Muslim disebutkan bahwa Allah Ta’ala sesuai persangkaan
hamba-Nya terhadap diri-Nya. Jika seorang hamba berprasangka baik terhadap-Nya,
dia akan mendapatkan kebaikan. Sebaliknya, jika dia berprasangka buruk maka dia
akan mendapatkan keburukan.
Mengenai makna hadits ini pula, al
Qadhi Iyadh berkata : Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya adalah Allah
akan memberi ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat
jika hamba bertaubat. Allah akan mengabulkan doa jika hamba meminta. Allah akan
beri kecukupan jika hamba meminta kecukupan. Ulama lainnya berkata maknanya
adalah raja’ yaitu berharap pada Allah dan meminta ampunannya. (Syarh Shahih
Muslim).
Selanjutnya dalam sebuah hadits juga disebutkan
: “Innallaha Ta’ala yaquulu : Anaa ‘inda zhanni ‘abdii bii. In khairan fa khairun. Wa inna syarran fa
syarun”. Allah Ta’ala berfirman : Aku sesuai prasangka hamba-Ku terhadap
diri-Ku. Jika PERSANGKAANNYA BAIK DIA MENDAPAT KEBAIKAN. Namun jika persangkaannya
buruk maka dia akan mendapatkan keburukan. (Lihat Silsilah Hadits Shahih).
Ketahuilah bahwa makna ZHANNI ‘ABDII BII
adalah persangkaan terkabulnya doa saat berdoa, persangkaan diterima taubat
saat bertaubat, persangkaan mendapat ampunan pada saat dia memohon ampun.
Persangkaan mendapat pahala saat melakukan ibadah dengan memenuhi segala syarat
syaratnya serta berpegang dengan kebenaran janji Allah. (Syarah Hishnul
Muslim).
Oleh karena itu seseorang harus bersungguh
sungguh melakukan amalan shalih karena yakin bahwa Allah Ta’ala akan menerima
amalannya dan memberikan ampunan kepadanya. Sebab Allah Ta’ala telah menjajikan
hal itu dan Allah Ta’ala tidak pernah menyelisihi janji-Nya.
Namun jika seseorang berkeyakinan serta
berprasangka bahwa Allah Ta’ala tidak menerima amalannya lantas amalan tersebut
tidak berguna baginya. Itulah sikap putus asa dari rahmat Allah dan itu
termasuk dosa besar. Barangsiapa mati dalam keadaan demikian dia dikembalikan
kepada apa yang dipersangkakannya. Adapun berprasangka mendapatkan ampunan
Allah namun dia masih saja melakukan kemaksiatan maka hal itu jelas jelas sebuah kebodohan dan
tipu daya. (Lihat Fathul Baari).
Syaikh Muhammad bi Shalih al Utsaimin berkata
: Husnuzhan (berprasangka baik) kepada Allah adalah ketika seseorang beramal shalih ia berprasangka baik kepada
Rabb-nya bahwa Dia akan menerima amalannya tersebut. Jika dia berdoa kepada
Allah ‘Azza wa Jalla, dia berprasangka baik kepada Allah bahwa Dia akan menerima doanya dan mengabulkannya.
Jika dia melakukan dosa, kemudian bertaubat kepada Allah, dan menyesali
perbuatannya tersebut, dia berprasangka baik kepada Allah bahwa Dia akan
menerima taubatnya.
Jika Allah menetapkan musibah baginya, ia
berprasangka baik kepada Allah ‘Azza wa Jalla bahwa dibalik musibah tersebut ada hikmah yang
agung. Ia berprasangka baik kepada Allah dalam semua takdir yang Allah tetapkan
baginya, dan dalam semua aturan syariat yang Allah Ta’ala tetapkan melalui
lisan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa itu semua baik dan merupakan
maslahat bagi semua makhluk.
Walaupun sebagian orang tidak mengetahui apa
maslahatnya, serta tidak memahami apa hikmah dari apa yang disyariatkan
tersebut. Namun wajib bagi kita semua untuk
berserah diri terhadap ketetapan Allah
Ta’ala baik yang berupa takdir maupun berupa hukum syar’i” (Fatawa fil Aqidah)
Dalam satu riwayat disebut pula :
أنا عند ظن عبدي بي فإن ظن بي خيرا فله
الخير فلا تظنوا بالله إلا خيرا
Aku menuruti prasangka hamba terhadapKu, jika
Ia berprasangka baik terhadapKu, maka baginya kebaikan, maka jangan
berprasangka terhadap Allah kecuali kebaikan. (H.R Imam Bukhari )
Ketahuilah bahwa persangkaan baik kepada Allah
Ta’ala adalah amalan hati dan harus pula diikuti dengan perbuatan. Syaikh Shalih al Fauzan hafizahullah berkata
: Prasangka yang baik kepada Allah seharusnya disertai meninggalkan
kemaksiatan. Kalau tidak,maka itu termasuk sikap merasa aman dari azab Allah.
Jadi, prasangka baik kepada Allah harus
disertai dengan melakukan sebab datangnya kebaikan dan sebab meninggalkan kejelekan. Itulah pengharapan yang terpuji. Sedangkan
prasangka baik kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban dan melakukan yang
diharamkan, maka itu adalah pengharapan yang tercela. Ini termasuk sifat merasa
aman dari makar Allah. (Al Muntaqa min Fatawa Syaikh al Fauzan).
Sungguh persangkaan baik kepada Allah Ta’ala
adalah sebesar besar pintu kebaikan. Oleh karena itu tetaplah dalam posisi
husnuzhan kepada Allah Ta’ala dalam setiap waktu dan keadaan.
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ
وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ
Janganlah salah satu di antara kalian
meninggal dunia kecuali dia berprasangka baik kepada Allah. (H.R Imam Muslim)
Oleh sebab itu maka husnuzhan menjadi lebih penting lagi
ketika seseorang sedang menghadapi kematian. Dalam kitab al Mausu’ah al Fiqhiyyah,
dikatakan : Seorang mukmin diharuskan
berprasangka baik kepada Allah Ta’ala, dan lebih ditekankan dalam prasangka
baik kepada Allah pada saat ditimpa musibah dan ketika akan meninggal dunia.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam. (1.512)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar