MANUSIA CENDERUNG KEPADA HARTA YANG BANYAK
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Hakikatnya manusia memang memiliki kecendrungan yang besar
terhadap harta dan perhiasan dunia. Kilaunya harta sering menjadi daya pikat
yang hebat bagi sebagian manusia. Terkadang bisa menyilaukan bahkan membutakan
mata dan menutup hati. Akibatnya mereka lupa akan rambu rambu yang telah
ditetapkan Allah Ta’ala dalam mencari rizki. Ada yang tak peduli dengan cara
mendapatkannya dan tak peduli pula bagaimana harus membelanjakan harta secara syariat.
Allah berfirman : “Dijadikan
terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa
wanita wanita, anak anak, harta benda
yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik” (Q.S Ali Imran 14).
Syaikh as Sa’di berkata : Allah Ta’ala mengabarkan bahwa
manusia dihiasi dengan perkara perkara (harta) tersebut hingga mereka
meliriknya dengan mata mereka dan mereka ilusikan manisnya dalam hati mereka.
Jiwa jiwa mereka terbuai dalam kenikmatan kenikmatannya. Pada hal itu semua
hanyalah kenikmatan yang sedikit yang akan lenyap dalam waktu sekejap. (Tafsir
Taisir Karimir Rahman).
Rasulullah telah mengingatkan dalam sabda beliau : “Ya’ti alannaasi zamanun laa yuballil mar-u
maa akhadaza minhu, aminal halaali am minal haraami”. Akan datang kepada
manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi peduli dengan apa yang dia
dapatkan apakah dari yang halal atau haram.(H.R Imam Bukhari).
Rasulullah juga mengingatkan tentang adanya fitnah harta.
Beliau bersabda : “Inna likulli ummatin
fitnatan wa fitnatu ummatil maal” Sesungguhnya setiap umat itu ada
fitnahnya dan fitnah umatku ada pada harta. (H.R at Tirmidzi, Hasan Shahih).
Meskipun hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah untuk mencela
harta dan melarang orang orang untuk berusaha mendapatkan harta namun harusnya
ini membuat orang orang beriman waspada terhadap harta. Dari mana didapatkan
dan untuk apa dia belanjakan.
Rasulullah bersabda : “Tidak akan bergeser dua telapak kaki
seorang hamba ketika hari Kiamat kelak hingga ia ditanya : (1) Tentang umurnya
untuk apa ia habiskan. (2) Tentang ilmunya untuk apa dia amalkan. (3) Tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan untuk apa ia
belanjakan. (4) Tentang badannya untuk apa dia letihkan. (H.R Imam at
Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah Hadits Shahih).
Jadi ternyata bahwa tanggung jawab
terhadap harta ternyata sangatlah berat.
Disini ada dua pertanyaan yaitu dari mana didapat dan untuk apa dibelanjakan.
Seharusnya harta didapat dengan cara yang halal lalu dibelanjakan pada jalan
yang Allah Ta’ala ridha.
Lalu bagaimana nasehat ulama tentang kecenderungan manusia
terhadap harta. Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Mencintai
harta itu merupakan tabiat manusia. Ini sebagaimana djelaskan Allah Ta’ala
dalam firman-Nya : “Dan sesungguhnya dia
sangat bakhil karena cintanya
kepada harta”. (Q.S al ‘Adiyaat 8).
Juga berdasarkan firman Allah : “Dan kalian mencintai harta dengan
kecintaan yang berlebihan”. (Q.S
al Fajr 20)
Namun jika kecintaan seseorang terhadap harta itu dengan
tujuan mengembangkan harta itu agar bisa melakukan amal shalih maka kecintaan
itu menjadi baik karena harta itu menjadi terbaik ketika berada pada tangan
orang yang shalih. Betapa banyak orang yang Allah Ta’ala anugerahkan kekayaan
kepada mereka lalu harta mereka itu menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam
berjihad di jalan Allah, penyebaran ilmu, menolong orang yang sedang
membutuhkan bantuan dan dalam berbagai perbuatan baik lainnya. (Fatawa Nuur
‘alad Darb).
Syaikh Utsaimin juga mengingatkan : Hampir tidak ada seorang
pun yang selamat dari rasa cinta yang dalam terhadap harta. Tetapi tidak semua
orang mencintai harta dengan berlebihan. Sebagian ada yang menyukai harta
sekedar untuk mencukupi kebutuhan sehari hari agar dapat beribadah kepada
Allah. Sebagian lagi ada yang ingin lebih dari yang demikian dan sebagian lagi
menginginkan harta yang berlimpah ruah.
Kesimpulannya, kata beliau, bahwa setiap manusia menyukai
(mencintai) kebaikan (harta), namun kecintaan tersebut bertingkat tingkat. Lain
orang maka lain pula kadar kecintaannya kepada harta. (Tafsir Juz ‘Amma).
Ketahuilah bahwa harta yang banyak tidak menjadi sandaran
untuk mendapatkan semua yang kita butuhkan demi mereguk kebahagiaan. Tidak
semua yang kita inginkan bisa dibeli dengan harta (uang). Orang bijak berkata :
(1) Uang memang bisa membeli makanan yang paling enak tapi
uang tak bisa membeli selera makan.
(2) Uang memang bisa membeli tempat tidur yang mahal dan
paling empuk tapi uang tak bisa membeli tidur.
(3) Uang memang bisa membeli obat yang paling mahal dan paten
tapi uang tak bisa membeli sehat.
(4) Uang memang bisa membeli komputer yang paling canggih tapi
uang tak bisa membeli otak atau brain.
(5) Uang memang bisa membeli rumah yang mewah tapi uang tak
bisa membeli home sweet home, baiti jannati.
Oleh karena itu seorang hamba haruslah selalu memohon kepada
Allah Ta’ala agar dicukupkan rizki dengan yang halal. Juga memohon agar Allah Ta’ala menjadikan
dirinya termasuk orang orang yang banyak bersyukur dan selalu merasa cukup
dengan rizki yang dianugerahkan Allah Ta’ala, meskipun sedikit.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.155)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar