BERDUSTA ATAS NAMA NABI PASTI LEBIH BESAR DOSANYA
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Seorang beriman bukanlah orang yang
suka berbicara dusta. Rasululah bersabda
: “Yuthba’ul mu’minu ‘ala kulli syai-in
illa khiyaanata wal kadziba”. Watak seorang beriman bisa bermacam macam,
kecuali (tidak) untuk berwatak pengkhianat dan pendusta. (H.R Imam Ahmad).
Orang beriman itu terhalang untuk
berdusta karena mereka mengimani ayat ayat Allah dan beriman kepada Rasul-Nya.
Mereka takut akan adzab Allah jika mereka berdusta bahkan akan ditulis disisi
Allah sebagai pendusta.
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya
dusta itu akan menyeret kepada al fujur (perbuatan buruk, kejahatan). Dan
sesungguhnya tindakan kejahatan itu akan menyeret menuju neraka. Dan tidaklah seseorang itu sering
berdusta dan sengaja untuk berdusta hingga akan ditulis di sisi Allah sebagai
pendusta”.
Imam adz Dzahabi menyebutkan bahwa berdusta
adalah salah satu dosa besar. (Lihat al Kaba-ir). Apalagi berdusta mengatas namakan Nabi dosanya, pastilah dosanya lebih
besar.
Rasulullah telah mengingatkan kita
dalam beberapa sabda beliau, diantaranya :
Pertama : Dari al Mughirah, ia mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Inna kadziban ‘alaiya laisa ka-kadzibin ‘ala ahadin, man kadzaba
‘alaiya muta’midan fal yatabauwa maq’adahu minan naar”. Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah
sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku
secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.
(H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Kedua : Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga
bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena
meriwayatkannya).” (H.R. Muslim dalam muqaddimah kitab shahihnya pada
Bab : Wajibnya meriwayatkan dari orang
yang tsiqah yaitu terpercaya. Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
Syaikh Muhammad bin Shalih al
Utsaimin berkata tentang orang berdusta atas nama Rasulullah Salallahu ‘alaihi
Wasallam, misalnya :
(1) Dengan mengatakan bahwa
Rasulullah telah bersabda begini. Padahal beliau tidak pernah mengatakannya.
Orang tersebut hanya ingin berdusta mengatas namakan Rasulullah.
(2) Demikian juga hal nya jika
menjelaskan makna hadits Rasulullah menggunakan sesuatu penjelasan yang tidak sesuai dengan maknanya. Maka
berarti dia telah berdusta atas nama Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam. (Syarah
al Kaba-ir).
Dizaman ini agak sering kita
mendengarkan seseorang menceritakan suatu hadits yang palsu bahkan tidak ada
asal usulnya. Lalu ada pula yang menjelaskan sesuatu hadits tidaklah sesuai
maknanya tapi sesuai dengan akal pikirannya saja tanpa merujuk kepada
penjelasan para ulama pensyarah hadits. Ini tentu termasuk perbuatan yang
sangat dilarang dalam syari’at Islam.
Oleh karena itu seorang beriman mestilah
sangat berhati hati untuk berbicara dan menjelaskan tentang suatu hadits agar
terhindar dari sifat dusta kepada Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam. Sungguh
berdusta atas nama Rasulullah pastilah dosanya lebih besar.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita
semua. Wallahu A’lam. (1.159)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar