RASULULLAH MARAH JIKA HAK ALLAH YANG DILANGGAR
Oleh : Azwir B. Chaniago
Tidak
ada manusia paling baik dan sangat pantas kita jadikan suri tauladan melebihi
Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam. Beliau wajib untuk kita tiru dan kita
teladani terutama sekali dalam aqidah,
ibadah, akhlak dan muamalah.
Keteladanan
beliau sungguh telah dijelaskan dan dipuji Allah Ta’ala dalam firman-Nya : “Laqad kaana lakum fii rasuulillahi uswatun
hasanatun liman kaana yurjullaha wal yaumal aakhira wadzakarallaha katsiira”. Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan
yang banyak mengingat Allah. (Q.S al Ahdzaab 21).
Berbicara tentang akhlak,
ketahuilah bahwa Rasulullah Salallahu
‘alaihi wasallam memiliki akhlak yang luhur dan sangat terpuji. Bahkan Allah Ta’ala
telah memuji akhlak beliau dalam firman-Nya : “Wa innaka la’alaa khuluqin ‘azhiim”. Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar benar berbudi pekerti yang
luhur. (Q.S al Qalam 4).
Akhlak dan budi pekerti yang
luhur dari Rasulullah sungguh tampak dengan sangat jelas dalam kehidupan beliau
sehari hari. Diantara budi pekerti atau akhlak Rasulullah adalah mengutamakan sikap lemah
lembut. Sangatlah banyak kisah yang
menjelaskan tentang sikap lemah lembut
dan kesabaran beliau dalam menghadapi berbagai peristiwa.
Diantaranya
sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam
Muslim tentang seorang Badui yang buang air kecil di masjid tetapi tetap beliau
perlakukan dengan baik dan diberi nasehat.
Juga sebagaimana yang disebutkan
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh al
Albani, tentang seorang pemuda yang datang kepada Rasulullah minta izin berzina
beliau perlakukan dengan baik, beliau
beri nasehat bahkan beliau doakan kebaikan baginya.
Tapi ketahuilah, bahwa
Rasulullah tidaklah berlemah lembut dalam setiap keadaan. Pada saat yang
tepat, beliau juga pernah marah apabila
hak hak Allah yang dilanggar. Tapi marah beliau adalah demi kebaikan dan pelajaran
bagi sahabat maupun umat beliau sesudahnya sampai hari Kiamat. Beberapa kisah
tentang marah beliau diantaranya adalah :
Pertama : Ketika seorang laki laki berkata kepada beliau : “Masya Allah wa syi’ta ya Rasulullah” Menurut kehendak Allah dan kehendakmu wahai Rasulullah. Maka beliau
mengingkari dengan keras dan bersabda : “Aj’altanii ma’allahi ‘idlan wa fii lafzhin
niddan laa bal masya Allahu wahdahu” Apakah
engkau hendak menjadikan aku tandingan bagi Allah ?. Jangan begitu, (tapi
ucapkanlah) : Menurut kehendak Allah saja. (H.R Imam Bukhari dalam Adabul
Mufrad, Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Kedua : Umar bin Khathab
datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata : Wahai
Rasulullah, saya pernah bertemu dengan saudaraku dari Bani Quraidzah, lalu dia
mencatatkan untukku ringkasan kitab Taurat, maukah saya tunjukkan kepada engkau?.
Abdullah bin Tsabit radhiyallahu'anhu
berkata : Langsung wajah Rasulullah Shallallahu 'alahi wasallam berubah.
Saya bertanya kepada Umar : Tidakkah engkau
melihat gerangan yang terjadi pada wajah Rasulullah ?. Umar segera
berkata : Kami ridha Allah
sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam
sebagai seorang Rasul.
Serta
merta hilanglah kesedihan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam lalubeliau
bersabda : "Sungguh
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalaulah di antara kalian terdapat
Musa, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, sungguh kalian sesat.
Sungguh kalian adalah umat yang diperuntukkan bagiku, dan aku adalah Nabi yang
diperuntukkan bagi kalian.
Dalam riwayat lain yaitu dari Jabir bin Abdullah : Umar bin Khaththab menemui Nabi Shallallahu'alaihi wasallam dengan membawa tulisan yang dia dapatkan dari Ahli Kitab. Nabi Shallallahu'alaihiwasallam terus membacanya dan marah seraya bersabda: "Bukankah isinya hanya orang-orang yang bodoh Wahai Ibnu Khaththab?. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, saya datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu! Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau mereka (menyampaikan) kebathilan lalu kalian membenarkannya?. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihissalam hidup maka tidak ada jalan lain selain dia mengikutiku. (H.R Imam Ahmad dan ad Darimi, hadits hasan).
Dalam riwayat lain yaitu dari Jabir bin Abdullah : Umar bin Khaththab menemui Nabi Shallallahu'alaihi wasallam dengan membawa tulisan yang dia dapatkan dari Ahli Kitab. Nabi Shallallahu'alaihiwasallam terus membacanya dan marah seraya bersabda: "Bukankah isinya hanya orang-orang yang bodoh Wahai Ibnu Khaththab?. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, saya datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu! Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau mereka (menyampaikan) kebathilan lalu kalian membenarkannya?. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihissalam hidup maka tidak ada jalan lain selain dia mengikutiku. (H.R Imam Ahmad dan ad Darimi, hadits hasan).
Ketiga : Rasulullah juga pernah marah kepada Abu
Dzar ketika dia mencela seseorang karena nasabnya. Lalu beliau bersabda : Sesungguhnya engkau adalah seorang yang
masih memiliki (sifat) jahiliyah”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Keempat : Rasulullah juga pernah marah kepada orang
yang menolak ketika dinasehati supaya makan dengan tangan kanan. Dari Salamah
bin Akwa beliau bercerita : Ada seorang makan dengan menggunakan tangan kiri
didekat Rasulullah. Melihat ini Rasulullah bersabda : “Makanlah dengan tangan kananmu”. Aku tidak bisa makan dengan
tangan, kata orang itu. Lalu Rasulullah bersabda : “Engkau memang tidak biasa menggunakan tangan kananmu”.
Tidak
ada yang menghalangi orang tersebut untuk mengikuti perintah Rasulullah kecuali
kesombongan. Setelah itu orang tersebut tidak bisa lagi mengangkat tangannya ke
mulutnya (H.R Imam Muslim).
Kelima : Rasulullah juga pernah marah
kepada Muadz bin Jabbal. Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang
menceritakan bahwa Mu’adz bin Jabal pernah shalat Isya bersama Nabi, kemudian
ia pulang dan mengimami penduduk kampungnya. Beliau mengimami shalat Isya dan
membaca surat Al-Baqarah.
Kejadian itu terdengar oleh Rasulullah, maka
beliau berkata kepada Mu’adz : “Wahai
Mu’adz !. Apakah engkau mau menjadi pembuat fitnah ? Begitu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya hingga tiga kali. Bacalah: “Wasy-Syamsi wa dhuhaaha, sabbihisma rabbikal a’la, dan wal
laili idza yaghsya. Karena yang shalat bermakmum denganmu itu ada orang tua,
orang lemah dan orang yang mempunyai kebutuhan”. (H.R Imam Muslim).
Keenam
: Rasulullah juga pernah marah ketika Usamah bin Zaid, seorang yang disayangi
beliau, meminta keringan hukuman bagi
seorang wanita yang mencuri. Raut wajah Nabi berubah karena marah, ketika
Usamah merayu agar beliau tidak memotong tangan wanita yang mencuri tersebut, dengan alasan dia
adalah wanita terpandang dari kaum Bani Makhzum, salah satu suku besar Quraisy.
Nabi bersabda : “Apakah layak aku memberikan pertolongan terhadap tindakan
yang melanggar aturan Allah ?” (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah
dengan khutbah yang sangat jelas. Beliau bersabda : “Amma ba’du : Sesungguhnya orang orang sebelum kalian binasa
dikarenakan ketika seorang yang terpandang diantara mereka mencuri maka mereka
tidak menghukumnya. Sedangkan apabila seorang yang lemah mencuri maka mereka
pun segera menghukumnya”. (H.R Imam
Bukhari dan Imam Muslim).
Kalau kita
cermati perjalanan hidup Rasulullah, ternyata beliau sangat jarang marah, kecuali pada saat yang perlu
dan berkaitan dengan yang penting yaitu berkaitan dengan syariat. Ibnu Rajab al
Hambali berkata : Beliau tidak pernah
membalas untuk kepentingan diri beliau. Akan tetapi apabila hal hal yang Allah
haramkan dilanggar maka tidak ada sesuatu pun yang dapat mencegah marah beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar