KISAH
KESABARAN YANG MENGAGUMKAN
Oleh : Azwir B. Chaniago
Sungguh dalam menjalani kehidupan
ini, semua manusia akan diuji. Ujian itu bisa jadi atas dirinya, keluarga,
harta ataupun yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman : “Ahasiban naasu an
yutrakuu an yaquuluu aamannaa wa hum laa yuftanuun”. Apakah manusia mengira
mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan : Kami telah beriman, dan mereka
tidak diuji ? (Q.S al Ankabuut 2).
Syaikh as Sa’di dalam menafsirkan ayat ini, antara lain
menjelaskan bahwa : Dia (Allah) akan menguji mereka dengan kesenangan dan
kesengsaraan hidup, kesulitan dan kemudahan, hal hal yang membuat semangat dan
yang membenci, kekayaan dan kefakiran, dengan penguasaan musuh musuh terhadap
mereka pada saat tertentu serta berbagai cobaan lainnya. Sesungguhnya, kata
beliau, ujian dan cobaan bagi jiwa tak obahnya seperti alat tempa besi yang
memisahkan karat dan besi. (Tafsir Taisir Karimir Rahman)
Ketahuilah bahwa
seorang yang beriman ketika mendapatkan musibah dia bersabar, tidak mengeluh
apalagi berputus asa, maka itu adalah
alamat bahwa Allah menghendaki kebaikan baginya.
Rasulullah bersabda : “Man
yuridillahu bihi khairan yushib minhu”. Barangsiapa yang Allah kehendaki
kebaikan pada dirinya maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya. (H.R Imam
Bukhari).
Lalu ada yang bertanya : Mengapa orang yang didatangi musibah
ada kebaikan padanya. ?. Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala menimpakan musibah
kepadanya karena Allah Ta’ala menginginkan untuk menghapus dosanya di dunia
sehingga pada saat meninggal dia sudah bersih dari dosa.
Rasulullah bersabda : “Jika
Allah menghendaki kebaikan pada hamba-Nya maka Dia akan menyegerakan siksa
kepadanya di dunia. Dan jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya maka
Dia akan menahan (menangguhkan) siksaan itu hingga Allah melakukannya pada hari
Kiamat kelak” (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Tapi ketahuilah bahwa
kebaikan kebaikan dan keutamaan yang ada di balik musibah atau ujian itu hanya
akan diperoleh jika disikapi dengan sabar dan mengharap ridha-Nya. Inilah sikap yang dilazimkan para
Nabi dan orang orang shalih. Lihatlah bagaimana kisah kisah kesabaran dalam
menghadapi musibah berikut ini.
Pertama
: Kisah Nabi Ayyub ‘alahis salam.
Nabiyullah Ayyub ‘alaihis salam adalah
seorang hamba yang shalih. Allah Ta’ala menjadikannya sebagai salah satu
keteladanan dalam kesabaran. Sebelum ditimpa musibah beliau adalah seorang yang
berkecukupan. Allah telah menganugerahkan
kekayaan berupa harta dan anak.
Kemudian Allah Ta’ala menguji dengan
penyakit sehingga menghilangkan
kekuatannya. Juga beliau menjadi miskin
dan dijauhi kerabat dan teman. Ujian ini berjalan cukup lama yaitu 18 tahun.
Tidak ada yang tersisa didekat beliau kecuali istri dan dua orang sahabat. Tapi
berkat kesabaran beliau yang luar biasa dalam menghadapi ujian maka akhirnya Allah Ta’ala mengembalikan
kesehatan beliau dan juga harta yang dimiliki sebelumnya. (Lihat Kitab al
Bidayah wan Nihayah, Imam Ibnu Katsir)
Kisah Nabi Ayyub ini diabadikan dalam
al Qur-an, diantaranya adalah dalam surat Shad 41-44. “Dan ingatlah akan hamba Kami
Ayyub ketika dia menyeru Rabb-Nya. Sesungguhnya aku diganggu syaithan dengan
penderitaan dan bencana. (Allah berfirman) : hentakkanlah kakimu, inilah air
yang sejuk untuk mandi dan minum. Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan
kembali) keluarganya dan Kami lipat gandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari
Kami dan pelajaran bagi orang yang berpikiran sehat. Dan ambillah seikat
(rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau
melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik baik hamba.
Sungguh dia sangat taat (kepada Allah).
Kedua
: Kisah Abu Qilabah dan anaknya.
Abu Qilabah adalah seorang tabi’in
yang mulia. Akan tetapi keadaan fisiknya sangat mengharukan. Dia kehilangan
kedua kaki dan tangannya. Mata dan pendengarannya sudah melemah. Hampir tidak
ada bagian tubuhnya yang benar tunjukilah
aku untuk memuji-Mu dengan pujian yang sebanding sebagai rasa syukur atas
nikmat dan keutamaan yang Engkau berikan kepadaku.
Suatu hari seorang sahabatnya, Abdullah bin
Muhammad, mengunjunginya. Abdullah bin
Muhammad menceritakan : Aku bertanya kepadanya : Mengapa engkau selalu
mengulang ngulang doamu ?. Sebenarnya nikmat apa yang telah Allah Ta’ala
berikan kepadamu ?.
Abu Qilabah berkata : Tidakkah engkau
melihat apa yang diperbuat oleh Rabb-ku kepadaku ?. Demi Allah, andaikata Allah
memerintahkan langit untuk mengirim api dan membakarku, memerintahkan gunung
agar menimpaku dan laut agar menenggelamkanku hal hal itu tidak lain adalah
menambah rasa syukurku kepada-Nya, karena Dia telah memberi nikmat lisan ini.
Abu Qilabah berkata lagi : Aku punya
kebutuhan, maukah engkau membantuku ?. Aku ini orang lemah, aku punya seorang
anak kesayangan yang selalu menemaniku. Dia yang mewudhukan aku saat tiba waktu
shalat. Apabila aku lapar dia yang memberi makan, apabila aku haus dia yang
memberi minum. Tapi sudah tiga hari ini aku kehilangan dia. Tolong carikan
dimana dia.
Aku berkata : Sungguh tidak ada pahala
yang lebih besar di sisi Allah daripada orang yang berjalan untuk memenuhi
kebutuhanmu. Lalu aku mulai berjalan untuk mencari anak tersebut. Baru beberapa
langkah aku melihat tumpukan bebatuan dan aku dapati anak yang kucari telah
dimangsa binatang buas. Melihat itu aku hanya bisa mengucapkan : Innaa lillahi
wa innaa ilaihi raaji’uun.
Sampai di rumah Abu Qilabah aku
langsung mengucapkan salam. Abu Qilabah menjawabnya dan berkata : Bukankah
engkau sahabatku ?. Aku menjawab : Benar. Bagaimana kebutuhanku ? Tanya Abu
Qilabah.
Aku berkata : Siapa yang lebih mulia
disisi Allah, engkau atau Nabi Ayyub ?. Nabi Ayyub lebih mulia, jawab Abu
Qilabah. Aku bertanya lagi : Bukankah kita mengetahui cobaan yang diberikan
kepada Nabi Ayyub ?. Beliau diuji dalam hartanya, keluarganya dan anak anaknya.
Benar demikian kata Abu Qilabah. Aku berkata lagi : Bagaimana sikap Nabi Ayyub
menerima cobaan itu ?. Abu Qilabah menjawab : Beliau bersabar, bersyukur dan
selalu memuji Allah.
Akhirnya dengan berat hati aku berkata
: Sesungguhnya anak kesayanganmu yang engkau cari telah meninggal dimangsa
binatang buas. Semoga Allah Ta’ala memberikan kesabaran dan pahala yang besar
kepadamu. Lalu Abu Qilabah menjawab :
Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan satupun dari keturunanku
yang memaksiati-Nya. Kemudian Abu Qilabah mengucapkan : Innaa lillahi wa innaa
ilahi raaji’uun” sambil mengeluarkan isak tangisnya. Tak lama sesudah itu iapun
meninggal dunia.
Tatkala pemakaman selesai aku kembali
ke rumah. Malamnya aku tertidur dan bermimpi melihat Abu Qilabah di Surga
memakai perhiasan Surga, dia membaca ayat : “Salaamun
‘alaikum bimaa shabartum, fa ni’ma ‘uqbaddaar” . Keselamatan atasmu karena
kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Q.S ar Ra’d 24).
Aku bertanya (dalam mimpi itu) :
Bukankah engkau adalah sahabatku ?. Dia menjawab : Benar. Aku bertanya :
Bagaimana engkau meraih itu itu semua?. Abu Qilabah menjawab : Sesungguhnya
Allah mempunyai tingkatan yang tidak bisa diraih kecuali dengan kesabaran
ketika tertimpa musibah, bersyukur ketika senang dengan selalu takut kepada
Allah ta’ala secara tersembunyi ataupun terang terangan. (Dari Kitab ats Tsiqat
Ibnu Hibban).
Ketiga
: Kisah wanita kulit hitam yang sabar dengan penyakitnya.
Diriwayatkan
dari Atha’ bin Abi Rabah, dia berkata : Telah berkata kepadaku Abdullah bin
Abbas: Maukah engkau aku
tunjukkan seorang wanita penghuni
surga?. Maka aku berkata : Tentu!.
Kemudian Ibnu Abbas berkata: Ada
wanita hitam, dia pernah mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lalu ia berkata : Aku kena penyakit ‘usro’u (semacam penyakit
ayan atau epilepsy). Jikalau penyakitku kambuh auratku tersingkap. Maka
doakanlah kepada Allah agar sembuh penyakitku. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: Jikalau
aku doakan kepada Allah kamu akan sembuh. Akan tetapi jikalau kamu sabar
(dengan penyakitmu) maka bagimu surga.
Maka
wanita hitam itu berkata : Ashbiru
(aku akan sabar), akan tetapi doakan kepada Allah agar tiap kali kambuh
penyakitku, auratku tidak tersingkap”. Maka Nabi pun mendo’akannya
sehingga tiap kali penyakitnya kambuh, Allah Ta’ala menjaga auratnya. (H.R Imam
Bukhari dan Imam Muslim)
Kisah dari hadits diatas kita bisa
mengambil pelajaran yang sangat berharga, dimana seorang wanita berkulit hitam
yang mungkin tidak begitu berharga dalam
pandangan masyarakat apalagi dia
mengidap penyakit ayan yang
sewaktu waktu kambuh. Akan tetapi Allah Ta’ala memuliakan wanita itu dengan memberinya surga disebabkan karena
ketakwaan dan kesabarannya dalam menerima
ujian berupa penyakit.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita
semua. Wallahu A’lam (676)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar