MEMULIAKAN
TAMU BERKAITAN DENGAN IMAN
Oleh : Azwir B. Chaniago
Dalam menjalani kehidupan ini kita terkadang
kedatangan tamu. Tidak jarang pula kita bertamu kepada seseorang untuk sesuatu
keperluan ataupun sekedar berkunjung guna memelihara hubungan kekeluargaan dan
persaudaraan.
Jika kedatangan tamu maka kewajiban seorang
hamba adalah memuliakannya. Ketahuilah
bahwa memuliakan tamu bukanlah sekedar basa basi dalam pergaulan dan
bermasyarakat saja. Juga bukan sekedar agar dianggap sebagai orang yang ramah
suka bergaul. Bukan, bukan itu saja.
Sungguh memuliakan tamu adalah suatu hal yang
diperintahkan syariat dan juga diatur adab adabnya. Bahkan yang lebih penting
lagi adalah bahwa memuliakan tamu
berkaitan dengan iman seorang hamba. Rasulullah bersabda : Wa man kaana yu’miu billahi wal yaumil aakhir fal yukrim dhaifah”. Barang
siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah dia memuliakan tamunya. (H.R
Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Ketahuilah bahwa memuliakan tamu adalah
kebiasaan para Nabi orang orang shalih, diantara contohnya adalah :
Pertama : Rasulullah salallahu ‘alahi
wasallam selalu menerima utusan yang datang kepada beliau dengan baik dan
memuliakannya. Pada satu waktu beliau kedatangan tamu dari utusan Abdul Qais
lalu beliau berkata : “Marhaban bil
wafdil ladziina jaa-uu ghaira khazaayaa wa laa nadaamaa”. Selamat datang
para utusan yang datang tanpa kecewa dan tidak akan menyesal. (H.R Imam Bukhari
dan Imam Muslim).
Beliau juga menghormati tamu meskipun anak
beliau sendiri ataupun keluarga dekat. Aisyah berkata : Rasulullah berkata
kepada Fatimah yang datang berkunjung kepada beliau : “Marhaban bi-ibnatii”. Selamat datang wahai putriku”. (H.R Imam
Bukhari dan Imam Muslim).
Kedua : Nabi Ibrahim ‘alaihsalam ketika
menerima tamu, patut dijadikan contoh teladan bagi orang orang
sesudahnya. Kisahnya tercantum dalam al Qur-an pada surat Huud, surat al Hijr
dan surat adz Dzariyaat ayat 24-27 :“Sudahkah
sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim
(Malaikat-Malaikat) yang dimuliakan. (Ingatlah) ketika mereka masuk ke
tempatnya lalu mengucapkan: Salamaan,
Ibrahim menjawab : Salamuun (kamu) adalah orang orang yang tidak dikenal. Maka
dia (Ibrahim) pergi dengan diam diam
menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar)
lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata : Silahkan kamu makan”.
Sebagian ulama
mengatakan : Ayat diatas menghimpun adab memuliakan tamu dan pokok pokok
kedermawanan yaitu : (1) Meskipun tamu Nabi Ibrahim datang dengan tiba tiba beliau
langsung menjamu mereka. (2) Beliau menghidangkan sapi gemuk utuh (bukan hanya
sebagian) yang telah dibakar. (3) Beliau sendiri yang menghidangkan dengan
tangannya, bukan menyuruh pembantu. (4) Beliau mendekatkan jamuan untuk para
tamu. (5) Beliau (dengan sangat sopan) mengatakan : Silahkan anda sekalian
makan. (Min Akhlakil Anbiya’ DR bdul Aziz as Sadhan)
Ketiga : Demikian pula, sikap yang
terpuji ini juga ditunjukkan oleh para sahabat Anshar ketika menyambut tamu
yaitu para sahabat Muhajirin. Ketika sahabat Muhajirin sampai di Madinah, para
sahabat Anshar berlomba-lomba untuk menyambut dan menjamu mereka dengan
sebaik-baiknya. Bahkan mereka lebih mengutamakan kebutuhan kaum Muhajirin
daripada kebutuhan diri mereka sendiri, walaupun sebenarnya mereka sendiri pun sangat
membutuhkannya. Sungguh dalam hal ini Allah Ta’ala telah memuji kaum Anshar
yaitu sebagaimana diabadikan dalam al-Qur’an surat Al Hasyr 9.
Ketahuilah bahwa suatu hal yang sangat
bermanfaat dan tidak boleh diabaikan bagi seseorang jika kedatangan tamu
adalah melayani dan memuliakan dengan
ikhlas dan mengharapkan pahala dari Allah tersebab sambutan baik yang dia
lakukan serta dari makanan dan minuman yang dia hidangkan.
Insya Allah bermanfaat bagi kia semua. Wallahu
A’lam. (674)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar