KESUNGGUHAN YAHYA BIN YAHYA BELAJAR ILMU
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Menuntut
ilmu syar’i adalah satu ibadah yang dianjurkan bahkan diwajibkan dalam
syari’at Islam. Rasulullah bersabda :
“Thalabul ilmi faridhatun ‘ala kulli muslim.” Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap
muslim. (H.R Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Sesuatu
yang diperintahkan atau dianjurkan dalam syari’at Islam adalah ibadah. Para
ulama mengatakan : Andaikata tidak ada manfaat lain dari belajar
ilmu maka manfaat sebagai “ibadah saja”
sudah mencukupi bagi seorang hamba. Padahal sungguh amat banyak manfaat yang akan
diperoleh dari belajar ilmu syar’i.
Tentang
wajibnya menuntut ilmu, Imam al Qurtubi menjelaskan bahwa wajib itu terbagi dua
: (1) Hukumnya wajib ‘ain,seperti
menuntut ilmu tentang shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Inilah yang
dimaksud dalam riwayat yang mengatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya)
wajib. (2) Hukumnya wajib kifayah, seperti menuntut ilmu
tentang pembagian hak, pelaksanaan hadd, tentang perdamaian dan yang lainnya.
Ketahuilah bahwa menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang besar dan
menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan menjalankan amalan
(sunnah) apapun. (dari Tafsir al Qurtubi).
Oleh karena itu maka seorang hamba haruslah berusaha dengan sungguh untuk
mendapatkan ilmu syar’i yang dibutuhkan terutama sekali bagi dirinya. Orang bijak berkata : Berikanlah seluruh dirimu untuk untuk
ilmu maka ilmu akan memberikan sebagian dari dirinya kepadamu. Berikan sebagian
dirimu untuk ilmu maka ilmu tidak akan memberikan apa-apa kepadamu.
Ada sebuah
kisah tentang kesungguh sungguhan seorang murid Imam Malik bin Anas dalam
belajar ilmu. Pada suatu kali sekelompok murid yang masih muda belia sedang
belajar dengan Imam Malik di Masjid Nabawi. Lalu ada yang berteriak di luar
masjid : Ayo lihat gajah, ini ada musafir datang ke negeri kita membawa gajah.
Orang orang berkumpul melihat gajah
termasuk murid murid Imam Malik yang tengah belajar dan Imam Malik tidak melarang. Tapi ada satu
murid yang tidak ikut keluar melihat gajah sehingga tinggallah dia berdua
dengan Imam Malik di ruangan belajar. Namanya Yahya bin Yahya al Andalusi.
Imam Malik bertanya kepada Yahya :
Kenapa engkau tidak ikut bersama teman
temanmu keluar untuk melihat gajah. Bukankah di negerimu tidak ada gajah. Yahya menjawab : Syaikh, sungguh aku datang dari
kampungku yang jauh, Andalusia (Spanyol) ke Madinah disuruh orang tuaku untuk
belajar ilmu agama bukan untuk melihat gajah.
Imam Malik sangat kagum dengan
kesungguh sungguhan anak ini dalam
belajar. Sebagai ungkapan rasa kagum Imam Malik kepada Yahya lalu beliau memberi gelar Yahya : Orang paling bijak dari Andalus. Beberapa waktu kemudian setelah
selesai belajar maka ketika Yahya mau pulang ke Andalusia diberi hadiah oleh
Imam Malik dengan satu manuscript Kitab Hadits al Muwatha’ yang ditulis
beliau. (Kitab 'Uluw al Himmah).
Insya Allah kisah ini ada
manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (680)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar