KEBIASAAN
BERHUTANG BISA MEMBAHAYAKAN DIRI
Oleh : Azwir B. Chaniago
Dizaman
kita sekarang ini sangatlah banyak kesempatan untuk mendapatkan pinjaman atau
berhutang. Dimana mana dan sangat mudah ditemukan orang atau badan yang
menawarkan jasa untuk memberi pinjaman berupa uang tunai. Sangat banyak pula
penawaran yang menarik untuk membeli berbagai barang dengan cara berhutang.
Jika
kita perhatikan pula lebih lanjut sebagian manusia saat ini sangat suka
berhutang meskipun sebenarnya dia bisa
menghindar dari berhutang. Terkadang
seseorang hanya berhutang untuk membeli
perlengkapan rumah dan yang lainnya tetapi tidak terlalu mendesak. Bahkan
adapula diantara manusia yang berhutang di banyak tempat untuk memiliki barang
barang yang dia menganggap akan menaikkan gengsinya dihadapan manusia.
Sekiranya
orang yang senang berhutang ini diingatkan maka terkadang dengan enteng dia
akan menjawab : Saya memang suka mengambil hutang tapi sayakan mampu membayar. Saya
sudah menghitung kemampuan saya mencicil dengan jumlah penghasilan saya setiap
bulan. Jawaban seperti ini barangkali ada benarnya tapi ketahuilah siapa yang
menjamin bahwa seseorang akan terus berada pada posisi mampu membayar hutang. Siapa
yang menjamin bahwa seseorang akan selalu memiliki penghasilan yang cukup sehingga
bisa membayar hutang. Wallahu A’lam. Ini mungkin ada baiknya kita pikirkan
secara serius sebelum mengambil hutang.
Kalau
kita coba menelaah hadits hadits dari Rasulullah ternyata berhutang bukanlah
sesuatu yang dilarang dan tentu dengan catatan harus terbebas dari unsur riba.
Seseorang memang boleh mengambil hutang untuk kebutuhan yang sangat mendesak.
Namun demikian, ketahuilah bahwa Rasulullah telah mengingatkan kita akan
berbagai bahaya akibat berhutang.
Sangatlah
banyak hadits yang merupakan peringatan bagi orang yang suka
berutang, diantaranya adalah :
Pertama : Dosa hutang yang mati syahid
tidak diampuni.
Rasulullah
bersabda : “Yughfaru lisy syahiidi kullu
dzanbin illaad daina” Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali
hutang. (H.R Imam Muslim).
Selain
itu diriwayatkan pula dari Abu Qatadah
radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para
sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa Jihad di jalan Allah dan iman
kepada-Nya adalah amalan yang paling utama.
Kemudian
berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus
dariku?” Maka sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepadanya : “Ya,
jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju
pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Kecuali hutang (tidak
akan diampuni/dihapuskan oleh Allah, pent), karena sesungguhnya Jibril
’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (H.R Imam Muslim, at Tirmidzi dan
an-Nasa’i, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.
Lalu
bagaimana kalau dia bukan termasuk orang yang mati syahid kemudian sengaja
mengambil hutang yang pada akhirnya dia mampu, maka tentu lebih membahayakan
lagi bagi dirinya.
Kedua : Jiwa orang mukmin tergantung
pada utangnya.
Rasulullah
bersabda : “Nafsul mu’mini mu’allaqatun
bidainihi hatta yuqdha ‘anhu”. Jiwa orang mukmin bergantung dengan utangnya
hingga dia membayarnya (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Ketiga : Rasulullah enggan
menshalatkan jenazah orang yang berhutang.
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah
bertanya kepada sahabat sebelum menshalatkan jenazah apakah dia memiliki
hutang. Kalau dia memiliki hutang maka Rasulullah tidak menshalatkannya kecuali
ada yang mau menanggung hutangnya.
Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah, maka
beliau berkata :
"Apakah dia memiliki hutang?". Mereka mengatakan : Tidak.
Maka Nabi pun menshalatkannya. Lalu didatangkan jenazah yang lain, maka Nabi
shallallahu 'alahi wa sallam berkata : "Apakah ia memiliki hutang ?". Mereka
mengatakan : Iya. Nabi berkata : "Sholatkanlah
saudara kalian". Abu Qatadah berkata, "Aku yang menanggung
hutangnya wahai Rasulullah". Maka Nabipun menshalatkannya" (H.R Imam
Bukhari).
Keempat : Orang yang mati dalam keadaan berhutang
tertunda masuk surga.
Hal
ini berdasarkan hadits shoahih yang diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak
Rasulullah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang
rohnya berpisah dari jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas
dari tiga hal, niscaya ia akan masuk surga, yaitu: (1) Bebas dari sombong. (2)
Bebas dari khianat, dan (3) Bebas dari tanggungan
hutang.” (H.R Ibnu Majah dan at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Kelima : Pahala orang yang
berhutang menjadi tebusan hutangnya.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “Man maata wa ‘alaihi diinaarun
au dirhamun qudhiya min hasanatihi laisa tsumma diinaarun wa laa dirhamun”.
Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu dinar atau
satu dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya, karena di sana tidak ada lagi dinar dan tidak
(pula) dirham.. (H.R Ibnu Majah,
dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Keenam : Bisa menjadi pendusta dan
suka inkar janji.
Dalam
satu hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah
berdoa agar dilepaskan dari hutang : “Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang.” Lalu beliau ditanya : Mengapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang, wahai
Rasulullah ? Rasulullah menjawab: “Jika
seseorang berhutang, apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia
mengingkari.” (H.R Imam Bukhari).
Itulah
beberapa keterangan yang jelas dari Rasulullah tentang bahaya yang bisa
menimpa seseorang yang suka berhutang.
Kita berlindung kepada Allah dari kebiasaan berhutang apalagi untuk keperluan
yang tidak mendesak.
Insya
Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam (621)